Sebagai salah satu cabang dari teologi Kristen, Dispensasionalisme mengajarkan sejarah Alkitab sebagai serangkaian pengaturan atau administrasi, masing-masing dengan penekanannya terhadap kesinambungan dari perjanjian-perjanjian dalam Perjanjian Lama yang dibuat Allahd engan umat pilihannya melalui Abraham, Musa dan Daud.
Dispensasionalisme is adalah sebuah kerangka penafsiran untuk memahami keseluruhan alur Alkitab, dan seringkali dikontraskan dengan penafsiran yang berlawanan: Supersesionisme (juga disebut sebagai Teologi Pengganti (Replacement Theology). Dalam pengertian yang sederhana, Supersesionisme mengatakan bahwa agama Kristen menggantikan Yudaisme, sementara Dispensasionalisme mengajarkan bahwa agama Kristen memulihkan unsur-unsur yang hilang dari Yudaisme. Jadi, banyak penganut dispensasionalis yang percaya akan Restorasionisme.
Dispensasionalisme berusaha menjawab apa yang dianggap banyak orang sebagai teologi-teologi yang berlawanan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Namanya berasal dari kenyataan bahwa gerakan ini berusaha melihat sejarah Alkitab sebagaimana dipahami melalui serangkaian dispensasi atau zaman yang secara khusus telah ditetapkan oleh Allah di dalam Alkitab.
Dispensasi (atau zaman) tanpa dosa (Kejadian 1:1–3:7), sebelum kejatuhan Adam,
zaman hati nurani (Kejadian 3:8–8:22), Adam hingga Nuh,
zaman pemerintahan (Kejadian 9:1–11:32), Nuh hingga Abraham,
zaman pemerintahan para leluhur (Kejadian 12:1–Keluaran 19:25), Abraham hingga Musa,
zaman Hukum Musa (Keluaran 20:1–Kisah para Rasul 2:4), Musa hingga Kristus,
zaman anugerah (Kisah 2:4–Wahyu 20:3 – kecuali untuk Hiperdispensasionalis), zaman Gereja yang sekarang, dan
zaman harafiah, Kerajaan 1.000 tahun (Milenium) yang masih akan datang namun hal ini akan terjadi segera (Wahyu 20:4–20:6).
Masing-masing zaman dikatakan mewakili suatu cara yang berbeda dari Allah dalam menangani manusia, seringkali dalam bentuk ujian yang berbeda untuk manusia. "Periode-periode ini ditandai dalam Kitab Suci oleh suatu perubahan dalam cara Allah menangani manusia, dalam hubungannya dengan dua persoalan: dosa, dan tanggung jawab manusia," C. I. Scofield menjelaskan. "Masing-masing zaman ini dapat dianggap sebagai sebuah ujian baru atas manusia yang alamiah dan masing-masing berakhir dengan penghakiman—menandakan kegagalan totalnya dalam masing-masing zaman."
Empat ajaran dasar
Selain ketujuh zaman ini, signifikansi teologis yang sesungguhnya dapat dilihat dalam empat ajaran dasar yang melatari ajaran dispensasional yang klasik. Dispensasionalisme menyatakan:
Ada suatu perbedaan mendasar antara Israel dan Tubuh Kristus yang sekarang; artinya, ada dua jenis umat Allah dengan dua arah dan tujuan yang berbeda, yaitu Israel yang duniawi (yang mengajarkan hukum dan Injil Kerajaan) dan Tubuh Kristus yang surgawi (yang mengajarkan Injil Anugerah Allah).
Ada perbedaan yang mendasar antara Hukum dan Anugerah; artinya, keduanya adalah gagasan yang saling eksklusif.[1]
Pandangan bahwa Tubuh Kristus dan Zaman Anugerah adalah sebuah tanda kurung dalam rencana Allah yang belum dibayangkan oleh Perjanjian Lama. Gagasan tentang tanda kurung ini tidak menunjukkan kegagalan dalam rancangan Allah, melainkan mengklaim bahwa "gereja" tidak diantisipasikan (atau belum terbayangkan) dalam nubuat-nubuat Perjanjian Lama (itulah sebabnya ia dirujuk sebagai "misteri" dalam Surat-surat Paulus).
Ada perbedaan antara Pengangkatan dan Kedatangan Yesus yang kedua kali; artinya, pengangkatan gereja pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali "di udara" (1 Tesalonika 4:17) mendahului kedatangan Kristus yang kedua kali yang "resmi" setelah tujuh tahun masa penderitaan yang hebat.
Berbagai pandangan di kalangan Dispensasionalisme masing-masing mempunyai tingkat yang berbeda-beda sejauh mana keempat ajaran tersebut dipegang. Dispensasionalisme Klasik dan Tradisional (atau Revisi) cukup kuat dalam berpegang kepada ajaran-ajaran di atas. Cabang Progresif dari teologi ini mengendurkan sebagian daripada perbedaan-perbedaan yang disebutkan di atas, sementara model Hiper-Dispensasional menciptakan serangkaian perbedaan yang lebih besar lagi. Malah, kebanyakan dispensasionalis akan menganggap Dispensasionalisme Progressif dan Hiper-Dispensasionalisme sebagai cabang-cabang teologi yang terpisah dari Dispensasionalisme, meskipun Dispensasionalisme Progresif telah menjadi cara pengajaran utama dalam praktis semua seminari yang secara tradisional bersifat Dispensasional. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar