Artikel ini tidak membahas teologia yang membingungkan kepala, apalagi yang sampai merontokkan rambut saudara/i. Saya cuman ingin mengingatkan kita akan pentingnya melaksanakan tanggung jawab. kenapa? karena Alkitab mencatat satu pertanggungjawaban yang teramat mulia dan mahal harganya. Tuhan, masuk ke dalam sejarah, menjadi manusia biasa dan meninggalkan keindahan surgawi untuk melaksanakan penebusan dosa yang hanya layak dilakukan oleh pribadi tak berdosa, yaitu Allah sendiri. Yesus Kristus namaNya.
Kehidupan kita menuntut supaya setiap perbuatan dilaksanakan dengan mengingat akan pertanggungjawabannya. pertanyaannya adalah, apakah selama ini kita sudah melaksanakan tanggungjawab dengan baik dan tulus? apakah sebagai orang tua kita sudah mendidik anak-anak kita, melimpahkan kasih sayang sejati bagi mereka, bukan hanya limpahan harta dan kenikmatan dunia? apakah sebagai mahasiswa kita sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawab kita, ingatkah anda yang berasal dari luar kota, saat-saat orang tua anda dengan sedih dan penuh harapan melepaskan anda kuliah di kota ini? apakah mereka berpesan supaya anda jalan-jalan ke supermarket setiap hari, atau nonton bioskop setiap minggu, jalan-jalan ke pantai, pegunungan indah setiap minggu? lantas berapa waktu anda untuk melaksanakan mimpi dan harapan anda serta orang tua? Sebagai pekerja, berapa banyak sumbangsih yang anda berikan pada perusahaan atau tempat kerja anda? apakah perusahaan diuntungkan dengan bergabungnya anda? atau malah sebaliknya.
Teologi tanggungjawab mengajarkan kita untuk kembali pada sasaran awal kita, bidikan utama kita, sehingga langkah-langkah yang kita lakukan dapat dipertanggungjawabkan. Tuhan Yesus yang tidak berbuat dosa, karena kasih dan karuniaNya yang teramat besar dan mulia mau menebus dosa saya dan saudara, dosa kita. mau bertanggungjawab untuk membayar lunas dosa dunia, karena keadilanNya, maka kita sebagai anak-anakNya sudah seharusnya dan sepatutnya meneladani Tuhan Yesus. Bertanggungjawablah atas seluruh kehidupanmu supaya kita dimintai pertanggungjawaban kita sanggup berkata dengan bangga. Segala pujian hanya bagi Tuhan Yesus. AMIN
MEMBERITAKAN KEBENARAN, DAMAI SEJAHTERA, SUKACITA DAN BERKOMITMEN UNTUK MELAKSANAKAN AMANAT AGUNG TUHAN YESUS SECARA BIJAKSANA DAN KONTEKSTUAL. ARTIKEL INI ADA UNTUK MENJADI BERKAT BAGI ANDA.
Senin, 30 Maret 2009
TANGGA PERKEMBANGAN MORAL
Saya membuat ini mengacu dari tangga perkembangan dari Lawrence Kohlberg, seorang pakar pendidikan dan psikologis dari Universitas Harvard. Menurutnya orang memiliki enam tahap perkembangan pertimbangan moral.
Pertama, Orientasi pada hukuman dan kepatuhan. pada tahap ini, hukuman menjadi tolok ukur. apabila kita dihukum karena melakukan sesuatu, maka itu hal buruk, namun bila tidak dihukum maka mencuri pun kita nilai baik. kita belum mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Kedua,Orientasi pada pahala. pada tahap ini kita menilai perbuatan buruk sebagai perbuatan yang tidak menghasilkan pahala atau kesenangan tertentu. tetapi apabila ada hadiah, pujian, sanjungan maka kita berkesimpulan bahwa itu adalah hal baik, meskipun memukul teman sekelas.
Ketiga, Orientasi untuk menyenangkan orang lain. Pada tahap ini kita menilai sebuah perbuatan adalah baik apabila diterima, disenangi dan diakui oleh orang lain. untuk disebut pemberani maka kita akan memukuli orang lain.
Keempat, Orientasi pada peraturan. Pada tahap ini patokannya adalah bunyi dan ketetapan dalam peraturan. Apapun isinya dianggap pasti baik.
Kelima, Orientasi pada pendapat umum. Pada tahap ini perbuatan baik adalah kesepakatan semua anggota masyarakat. ukurannya adalah kesejahteraan, kebaikan dan kepentingan bersama.
Keenam, Orientasinya adalah penghargaan hak tiap orang. Pada tahap ini perbuatan baik adalah perbuatan yang menghormati dan menghargai hak serta martabat tiap individu, tanpa pembedaan atas dasar apapun.
Ada dalam tahap apakah kita sekarang? kiranya hati kita akan menjawabnya. dan Tuhan Yesus sudah memberikan teladan bagaimana DIA mampu mengaktualisasikan diriNya sebagai pribadi yang berbuat baik demi kepentingan masyarakat umum dan mau menghargai hak-hak serta martabat tiap individu, tanpa membedakan status. AMIN
Pertama, Orientasi pada hukuman dan kepatuhan. pada tahap ini, hukuman menjadi tolok ukur. apabila kita dihukum karena melakukan sesuatu, maka itu hal buruk, namun bila tidak dihukum maka mencuri pun kita nilai baik. kita belum mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Kedua,Orientasi pada pahala. pada tahap ini kita menilai perbuatan buruk sebagai perbuatan yang tidak menghasilkan pahala atau kesenangan tertentu. tetapi apabila ada hadiah, pujian, sanjungan maka kita berkesimpulan bahwa itu adalah hal baik, meskipun memukul teman sekelas.
Ketiga, Orientasi untuk menyenangkan orang lain. Pada tahap ini kita menilai sebuah perbuatan adalah baik apabila diterima, disenangi dan diakui oleh orang lain. untuk disebut pemberani maka kita akan memukuli orang lain.
Keempat, Orientasi pada peraturan. Pada tahap ini patokannya adalah bunyi dan ketetapan dalam peraturan. Apapun isinya dianggap pasti baik.
Kelima, Orientasi pada pendapat umum. Pada tahap ini perbuatan baik adalah kesepakatan semua anggota masyarakat. ukurannya adalah kesejahteraan, kebaikan dan kepentingan bersama.
Keenam, Orientasinya adalah penghargaan hak tiap orang. Pada tahap ini perbuatan baik adalah perbuatan yang menghormati dan menghargai hak serta martabat tiap individu, tanpa pembedaan atas dasar apapun.
Ada dalam tahap apakah kita sekarang? kiranya hati kita akan menjawabnya. dan Tuhan Yesus sudah memberikan teladan bagaimana DIA mampu mengaktualisasikan diriNya sebagai pribadi yang berbuat baik demi kepentingan masyarakat umum dan mau menghargai hak-hak serta martabat tiap individu, tanpa membedakan status. AMIN
KERENDAHAN HATI
Hari minggu kemarin, saya menyampaikan Firman Tuhan dalam ibadah raya gereja kami. saya menyampikan firman Tuhan dengan tema "Kerendahan Hati."yang diambil dari Lukas 14:7-11, demikian bunyinya:
7 Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:
8 ''Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu,
9 supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.
10 Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.
11 Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.''
disini disebutkan bahwa banyak orang yang mengejar kehormatan, mereka dikuasai oleh kesombongan, ingin dipuji oleh orang lain, dan mencari tempat kehormatan. hal-hal seperti ini jelas tidak diinginkan Tuhan Yesus, sebab tidak ada seorangpun yang layak untuk menyombongkan dirinya. segala sesuatu berasal dari Allah dan sudah seharusnya dikembalikan untuk kemuliaan Allah.
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita supaya mau belajar untuk rendah hati, mau menghargai sesama, bahkan saling mendahului dalam memberi salam dan hormat. kalau kita ingat, ada banyak sekali kerusuhan bahkan peperangan yang mengakibatkan banyak korban jiwa, disebabkan hanya karena rasa sombong dan kurang adanya kerendahan hati. hanya ditegur sedikit langsung marah-marah bahkan bertindak anarkis. saya jadi ingat beberapa waktu lalu ada orang tua murid di sekolah kami yang sedang menunggui anaknya, saat itu dia melihat ada dua orang siswa SMA yang ada di dekat sekolah kami naik motor kencang sekali, padahal itukan di dekat SD, berbahaya bagi pengguna jalan yang lain. bukannya menerima teguran itu, mereka malah turun sambil marah-marah bahkan mengajak berkelahi, ini betul-betul tindakan yang memalukan dan sombong. dia mungkin merasa akan ditakuti dan dihormati dengan berlaku seperti itu, padahal sebaliknya yang didapat, namanya akan busuk dan tercoreng.
contoh diatas hanya satu dari jutaan contoh yang ada, disini saya hanya ingin mengingatkan bahwa Tuhan Yesus meminta kita untuk selalu rendah hati baik dihadapan manusia terlebih dihadapan TUHAN, sebab orang yang rendah hati akan ditinggikan Allah namun orang sombong akan direndahkan dan dihinakan. "KEHORMATAN BUKAN UNTUK DICARI NAMUN GANJARAN DARI KERENDAHAN HATI". AMIN
7 Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:
8 ''Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu,
9 supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.
10 Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.
11 Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.''
disini disebutkan bahwa banyak orang yang mengejar kehormatan, mereka dikuasai oleh kesombongan, ingin dipuji oleh orang lain, dan mencari tempat kehormatan. hal-hal seperti ini jelas tidak diinginkan Tuhan Yesus, sebab tidak ada seorangpun yang layak untuk menyombongkan dirinya. segala sesuatu berasal dari Allah dan sudah seharusnya dikembalikan untuk kemuliaan Allah.
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita supaya mau belajar untuk rendah hati, mau menghargai sesama, bahkan saling mendahului dalam memberi salam dan hormat. kalau kita ingat, ada banyak sekali kerusuhan bahkan peperangan yang mengakibatkan banyak korban jiwa, disebabkan hanya karena rasa sombong dan kurang adanya kerendahan hati. hanya ditegur sedikit langsung marah-marah bahkan bertindak anarkis. saya jadi ingat beberapa waktu lalu ada orang tua murid di sekolah kami yang sedang menunggui anaknya, saat itu dia melihat ada dua orang siswa SMA yang ada di dekat sekolah kami naik motor kencang sekali, padahal itukan di dekat SD, berbahaya bagi pengguna jalan yang lain. bukannya menerima teguran itu, mereka malah turun sambil marah-marah bahkan mengajak berkelahi, ini betul-betul tindakan yang memalukan dan sombong. dia mungkin merasa akan ditakuti dan dihormati dengan berlaku seperti itu, padahal sebaliknya yang didapat, namanya akan busuk dan tercoreng.
contoh diatas hanya satu dari jutaan contoh yang ada, disini saya hanya ingin mengingatkan bahwa Tuhan Yesus meminta kita untuk selalu rendah hati baik dihadapan manusia terlebih dihadapan TUHAN, sebab orang yang rendah hati akan ditinggikan Allah namun orang sombong akan direndahkan dan dihinakan. "KEHORMATAN BUKAN UNTUK DICARI NAMUN GANJARAN DARI KERENDAHAN HATI". AMIN
TUHAN TERIMAKASIH
Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus karena hari ini 30 Maret 2009, saya berulang tahun. karena kebaikanNya saya masih bisa menjalani kehidupan selama setahun berselang dalam keadaan baik. hari ini saya genap berusia 22 tahun, yah masih muda sih, tapi saya bersyukur di usia saya sekarang Tuhan sudah beri kepercayaan menyandang gelar sarjana Pendidikan Agama Kristen, melayani Tuhan di Gereja Bethel Indonesia Ngadiwinatan sebagai ketua pemuda, dan mendidik di SD Budya Wacana 1 Yogykarta. Semua itu bukan karena kehebatan, kemampuan dan kegagahan pribadi saya, tetapi karena kebaikan dan kemurahan Tuhan Yesus Kristus. Biarlah segala pujian dan hormat hanya bagi Dia.
Sepanjang tahun 2008 saya mengalami bebagai kondisi, yang kadang menyenangkan tetapi jujur sebagai manusia saya juga pernah stress, bahkan nyaris depresi berat, ketika harus kehilangan orang yang saya harapkan akan menjadi pendamping hidup saya kelak. belum lagi, saya juga kehilangan beberapa barang berharga, bahkan dokumentasi-dokumentasi yang sangat berharga saat ada pencuri menyambangi kos yang saya tempati. semua itu memang meninggalkan kedukaan dan kesedihan yang mendalam bagi saya, tetapi tidak akan menyurutkan semangat saya untuk berseru "terimakasih Tuhan Yesus atas segala kekuatan yang Kau berikan padaku selama ini." meskipun orang percaya akan terjatuh juga, tetapi tidak akan pernah tergeletak. Tujuh kali orang percaya jatuh, tujuh kali ia akan bangun kembali dengan pertolongan Tuhan.
saya berdoa kepada Tuhan di hari bahagia ini, "Tuhan berikanlah kepadaku pendamping yang takut akan Engkau, baik, setia, mengasihi dengan tulus dan apa adanya, tetapi yang penting juga harus cantik, heheheheh............kan boleh milih-milih. saya juga berdoa supaya Tuhan memberkati pekerjaan saya, baik yang saat ini maupun nanti kalau Tuhan berikan tempat pelayanan yang lain, saya berdoa supaya Tuhan memberikan berkat bagi saya sehingga bisa membeli laptop lagi dan saya tidak kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas saya, saya berharap Tuhan selalu dan akan tetap selalu menyertai saya, dan biarlah Roh Kudus menolong saya untuk menjadi anak Tuhan yang mampu memberkati orang lain. AMIN
Sepanjang tahun 2008 saya mengalami bebagai kondisi, yang kadang menyenangkan tetapi jujur sebagai manusia saya juga pernah stress, bahkan nyaris depresi berat, ketika harus kehilangan orang yang saya harapkan akan menjadi pendamping hidup saya kelak. belum lagi, saya juga kehilangan beberapa barang berharga, bahkan dokumentasi-dokumentasi yang sangat berharga saat ada pencuri menyambangi kos yang saya tempati. semua itu memang meninggalkan kedukaan dan kesedihan yang mendalam bagi saya, tetapi tidak akan menyurutkan semangat saya untuk berseru "terimakasih Tuhan Yesus atas segala kekuatan yang Kau berikan padaku selama ini." meskipun orang percaya akan terjatuh juga, tetapi tidak akan pernah tergeletak. Tujuh kali orang percaya jatuh, tujuh kali ia akan bangun kembali dengan pertolongan Tuhan.
saya berdoa kepada Tuhan di hari bahagia ini, "Tuhan berikanlah kepadaku pendamping yang takut akan Engkau, baik, setia, mengasihi dengan tulus dan apa adanya, tetapi yang penting juga harus cantik, heheheheh............kan boleh milih-milih. saya juga berdoa supaya Tuhan memberkati pekerjaan saya, baik yang saat ini maupun nanti kalau Tuhan berikan tempat pelayanan yang lain, saya berdoa supaya Tuhan memberikan berkat bagi saya sehingga bisa membeli laptop lagi dan saya tidak kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas saya, saya berharap Tuhan selalu dan akan tetap selalu menyertai saya, dan biarlah Roh Kudus menolong saya untuk menjadi anak Tuhan yang mampu memberkati orang lain. AMIN
Jumat, 27 Maret 2009
MENUMBUHKAN KESETIAAN
Kesetiaan adalah perilaku terpuji dan mulia yang mencerminkan prinsip kasih dalam keKristenan. kita harus terus belajar untuk memupuk kesetiaan, baik kepada TUHAN, pasangan, maupun kepada teman. kesetiaan membuat kita loyal terhadap sesuatu hal. .
pertama, Menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial. manusia adalah makhluk sosial yang memrlukan bantuan dari orang lain, artinya kita tidak dapat hidup seorang diri dan memenuhi kebutuhan sendirian. satu dengan yang lain akan selalu saling membutuhkan.
Kedua, Menyadari bahwa Bapa dan Tuhan Yesus telah meneladankan kesetiaan. ALLAH adalah setia (1 Kor. 1:9) dan IA meminta kita untuk berlaku setia (1 Tim. 4:12).
Ketiga, Menyadari bahwa salah satu wujud kasih adalah kesetiaan. dengan menyadari bahwa salahsatu wujud kasih adalah melaksanakan tanggung jawab kita terhadap ALLAH dan manusia dengan benar.
Keempat, Menyadari bahwa kita akan mempertanggungjawabkan perbuatan kita. Setiap kita harus sadar bahwa kelak kita akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan TUHAN (Roma 14:12). Maka dari itu, mari kita belajar untuk setia. AMIN
pertama, Menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial. manusia adalah makhluk sosial yang memrlukan bantuan dari orang lain, artinya kita tidak dapat hidup seorang diri dan memenuhi kebutuhan sendirian. satu dengan yang lain akan selalu saling membutuhkan.
Kedua, Menyadari bahwa Bapa dan Tuhan Yesus telah meneladankan kesetiaan. ALLAH adalah setia (1 Kor. 1:9) dan IA meminta kita untuk berlaku setia (1 Tim. 4:12).
Ketiga, Menyadari bahwa salah satu wujud kasih adalah kesetiaan. dengan menyadari bahwa salahsatu wujud kasih adalah melaksanakan tanggung jawab kita terhadap ALLAH dan manusia dengan benar.
Keempat, Menyadari bahwa kita akan mempertanggungjawabkan perbuatan kita. Setiap kita harus sadar bahwa kelak kita akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan TUHAN (Roma 14:12). Maka dari itu, mari kita belajar untuk setia. AMIN
KABAR GEMBIRA
Beberapa waktu lalu saya sudah menulis bahwa di sekolah tempat saya mengajar ada penyatuan kelas, tepatnya dari kelas IV.3 di satukan ke kelas IV.2 dan IV.1 karena seringkali terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kelas IV.3, misalnya terjadi adu jotos antar mereka, mengganggu teman-teman lain yang belajar dan sebagainya. setelah mempertimbangkan beberapa waktu akhirnya pimpinan sekolah memutuskan untuk memecah kelas tersebut dan menyatukannya dengan kelas yang lain. hal ini dimaksudkan supaya terjadi perubahan dalam perilaku siswa-siswa tertentu yang sering membuat keributan. awalnya saya agak kurang sependapat dengan metode ini, sebab akibat ulah 2 atau 3 orang anak saja seluruh kelas menanggung akibat yang sama. tetapi yah apa salahnya dicoba toh....
Sebagai guru Character Building saya kebagian tugas mengawasi dan memperhatikan polah tingkah mereka selama penggabungan ini. saya harus mendampingi mereka saat istirahat dan mengamat-amati keadaan mereka. saya sih tidak keberatan dengan tugas ini. setelah saya mencoba melakukan pengamatan, paling tidak dalam waktu yang singkat ini. saya bisa memberi hipotesa, bahwa telah terjadi perubahan karakter ke arah yang lebih positf dalam diri para pentolan-pentolan keributan iu. saya merasa mereka mampu beradaptasi dengan baik dan yang lebih menyenangkan adalah mereka mulai belajar untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. saya sangat senang, paling tidak hingga hari ini. saya percaya setiap anak berhak dan bisa berubah ke arah yang lebih baik, meskipun awalnya hal ini dianggap terlalu sulit. bukankah ada pepatah "mengajar anak bagai mengukir di atas batu tetapi mengajar orang dewasa bagai mengukir di atas air." AMIN
Sebagai guru Character Building saya kebagian tugas mengawasi dan memperhatikan polah tingkah mereka selama penggabungan ini. saya harus mendampingi mereka saat istirahat dan mengamat-amati keadaan mereka. saya sih tidak keberatan dengan tugas ini. setelah saya mencoba melakukan pengamatan, paling tidak dalam waktu yang singkat ini. saya bisa memberi hipotesa, bahwa telah terjadi perubahan karakter ke arah yang lebih positf dalam diri para pentolan-pentolan keributan iu. saya merasa mereka mampu beradaptasi dengan baik dan yang lebih menyenangkan adalah mereka mulai belajar untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. saya sangat senang, paling tidak hingga hari ini. saya percaya setiap anak berhak dan bisa berubah ke arah yang lebih baik, meskipun awalnya hal ini dianggap terlalu sulit. bukankah ada pepatah "mengajar anak bagai mengukir di atas batu tetapi mengajar orang dewasa bagai mengukir di atas air." AMIN
SELAMAT MERAYAKAN HARI RAYA NYEPI SAUDARAKU
Pertama-tama saya mengucapkan "SELAMAT HARI RAYA NYEPI TAHUN 1931 SAKA" bagi saudara-saudaraku umat Hindu di Indonesia dan di seluruh dunia. kiranya damai dan ketenangan jiwa memberikan pencerahan bagi kita sekalian. hari raya Nyepi yang berkaitan dengan hari raya Galungan, Kuningan dan Upacara Melasti memberi makna betapa kita harus menjaga keharmonisan antara manusia dengan alam. di Bali selama hari raya Nyepi tanggal 26 Maret kemarin seluruh fasilitas publik seperti bandara, terminal, pasar, dan tempat wisata dan belanja ditutup untuk menghormati umat Hindu melakukan tapa brata penyepian. Nyepi berarti mengistirahatkan alam semesta dari keseharian dan kesibukannya. melalui hari raya Nyepi marilah kita membangun hubungan yang baik dan harmonis antar umat beragama. sekali lagi saya mengucapkan selamat Hari Raya Nyepi tahun 1931 SAKA. Semoga TUHAN, Sang Hyang Widi Wasa memberikan kekuatan bagi kita. AMIN
Rabu, 25 Maret 2009
JANGAN TAKUT
Petrus suatu kali sedang ada di tengah danau untuk menjala ikan, dia ketemu dengan TUHAN Yesus. Petrus mengira bahwa ia sedang bertemu dengan hantu, padahal itu TUHAN Yesus. dengan iman dia meminta kalau benar Dia Yesus, maka biarlah ia mendekatinya (berjalan di atas air), saat Petrus masih memiliki iman yang kokoh, ia dapat berjalan di atas air menuju Yesus, tetapi lihatlah, itu tidak berlangsung lama. ia mulai diliputi kecemasan dan ketakutan yang semakin mencekam, apa pasal, tentu saja karena angin danau yang semakin kencang dan kengerian akibat bisa berjalan di atas air. Petrus dikalahkan oleh rasa takut dan ia kehilangan kesempatan untuk bertemu Yesus melalui mujizat.
Bagaimana dengan kita? apakah kurang bukti bahwa tidak sepatutnya kita takut menghadapi hidup ini? saya rasa tidak. terlalu banyak bukti yang menyatakan kebesaran TUHAN Yesus, terlalu banyak kebaikan bahkan kita tak akan mampu menghitungnya. tetapi kenapa kita masih saja dikalahkan oleh rasa taku dan tidak percaya? mari kita percaya pada TUHAN YESUS saja dan jangan berpaling kepada dewa-dewa ataupun berhala-berhala saat kita merasa takut. datanglah kepada Yesus. AMIN
Bagaimana dengan kita? apakah kurang bukti bahwa tidak sepatutnya kita takut menghadapi hidup ini? saya rasa tidak. terlalu banyak bukti yang menyatakan kebesaran TUHAN Yesus, terlalu banyak kebaikan bahkan kita tak akan mampu menghitungnya. tetapi kenapa kita masih saja dikalahkan oleh rasa taku dan tidak percaya? mari kita percaya pada TUHAN YESUS saja dan jangan berpaling kepada dewa-dewa ataupun berhala-berhala saat kita merasa takut. datanglah kepada Yesus. AMIN
MEDITASI JIWA
Setiap hari kita dihadapkan pada suasana kehidupan yang ribut, rumit, sibuk, sesuatu yang berulang dan membosankan bahkan yang membuat kepala nyut-nyutan. otak dan jiwa kita selalu panas sepanjang hari, hanya ada istirahat singkat di malam hari, itupun belum tentu kita bisa beristirahat dengan tenang, karena banyaknya tanggung jawab yang kita pikul. lantas apa yang harus kita lakukan?
Otak, pikiran dan jiwa kita bukanlah barang yang selalu on fire dan semangat, adakalanya kita harus mengakui bahwa kita butuh ketenangan dan kenyamanan walau hanya sejenak. kalau sudah begini, kita akan ingat bahwa kita harus mulai memikirkan kapan akan berwisata dan membuang kejenuhan barang sejenak. berwisata adalah salah satu cara bermeditasi secara rohani atau jiwani. pikiran dan jiwa kita disegarkan dan dipulihkan dari kepenatan dan kejenuhan yang membebani selama ini. tapi, bagaimana kalau kita tidak punya waktu banyak? kita bisa mencoba bermeditasi atau menyepikan diri barang sejam dua jam di tempat yang bisa menenangkan pikiran, mungkin di bawah pohon rindang dekat rumah kita, atau di dalam kamar tidur kita. kita berkontemplasi untuk mengasah jiwa sekaligus men'charger'nya kembali. dalam berkontemplasi atau meditasi jangan biarkan pikiran kita kosong sedemikian rupa, tetapi arahkanlah hati dan jiwa pada Sang Pencipta sehingga kedamaian dari Tuhan Yesus menaungi kita. cobalah hal ini apabila anda merasa sudah lelah, penat dan jenuh dengan keseharian anda. AMIN
Otak, pikiran dan jiwa kita bukanlah barang yang selalu on fire dan semangat, adakalanya kita harus mengakui bahwa kita butuh ketenangan dan kenyamanan walau hanya sejenak. kalau sudah begini, kita akan ingat bahwa kita harus mulai memikirkan kapan akan berwisata dan membuang kejenuhan barang sejenak. berwisata adalah salah satu cara bermeditasi secara rohani atau jiwani. pikiran dan jiwa kita disegarkan dan dipulihkan dari kepenatan dan kejenuhan yang membebani selama ini. tapi, bagaimana kalau kita tidak punya waktu banyak? kita bisa mencoba bermeditasi atau menyepikan diri barang sejam dua jam di tempat yang bisa menenangkan pikiran, mungkin di bawah pohon rindang dekat rumah kita, atau di dalam kamar tidur kita. kita berkontemplasi untuk mengasah jiwa sekaligus men'charger'nya kembali. dalam berkontemplasi atau meditasi jangan biarkan pikiran kita kosong sedemikian rupa, tetapi arahkanlah hati dan jiwa pada Sang Pencipta sehingga kedamaian dari Tuhan Yesus menaungi kita. cobalah hal ini apabila anda merasa sudah lelah, penat dan jenuh dengan keseharian anda. AMIN
Selasa, 24 Maret 2009
berpikir positif
Berpikir positif, itulah yang selalu disampaikan oleh para motivator masa kini. tapi, tahukah anda bahwa sekitar dua ribu tahun yang lalu Alkitab sudah menyatakan hal itu. Rasul Paulus sudah menyatakannya, bahwa haruslah kita memikirkan apa yang baik, yang berkenan dan yang tidak menyakitkan hati. meskipun kita sedang gelisah dan resah, tetapi cara berpikir seseorang akan mempengaruhi bagaimana ia akan menyelesaikan masalah yang ia hadapi. pikirkanlah apa yang baik dan postif dan engkau akan mampu memberikan yang terbaik serta mampu berkipir secara jernih dan tidak terpengaruh keadaan saat ini. karena itu tetaplah untuk berpikir secara positip.
ROH KUDUS PENOLONGKU
Roh Kudus adalah pribadi Allah yang menyertai dan melindungi kita sampai pada kedatangan TUHAN Yesus Kristus kedua kalinya. PerananNya sangat vital sebab setiap hari memberi kita kekuatan dan sukacita dalam menghadapi hidup ini, meskipun kita seringkali diganggu oleh kuasa kegelapan, ROH KUDUS selalu setia bagi kita meskipun kita seringkali tidak setia. Percayalah dalam segala susah dan senangmu DIA selalu ada bersamamu. DIA tak pernah meninggalkanmu. hanya kuatkan dan teguhkanlah hatimu dalam pengharapan terhadap DIA.
ada satu cerita yang sangat menarik, ketika seseorang melihat bahwa dirinya hanya melihat dua telapak kaki di belakangnya, dan bertanya Tuhan dimanakah Engkau, kenapa Kau berdusta dan kenapa Engkau meninggalkan aku di saat aku membutuhkanMu? Engkau tidak adil TUHAN! tetapi, dengan Tuhan berkata, dua telapak kaki yang kau lihat itulah telapak kakiKu, dan engkau ada dalam dekapanku, aku menggendongmu tidak hanya saat engkau susah, namun setiap saat.
Demikianlah Allah ROh Kudus selalu menggendong kita, menolong kita melewati persoalan-persoalan hidup ini. Percayakan kehidupan kita hanya pada DIA, sebab Allah selalu setia bagi kita. AMIN
ada satu cerita yang sangat menarik, ketika seseorang melihat bahwa dirinya hanya melihat dua telapak kaki di belakangnya, dan bertanya Tuhan dimanakah Engkau, kenapa Kau berdusta dan kenapa Engkau meninggalkan aku di saat aku membutuhkanMu? Engkau tidak adil TUHAN! tetapi, dengan Tuhan berkata, dua telapak kaki yang kau lihat itulah telapak kakiKu, dan engkau ada dalam dekapanku, aku menggendongmu tidak hanya saat engkau susah, namun setiap saat.
Demikianlah Allah ROh Kudus selalu menggendong kita, menolong kita melewati persoalan-persoalan hidup ini. Percayakan kehidupan kita hanya pada DIA, sebab Allah selalu setia bagi kita. AMIN
Senin, 23 Maret 2009
MAMPIRLAH DENGAR DOAKU
"Mampirlah dengar doaku Kristus penebus, orang lain Kau kasihi jangan jalan trus, Yesus TUHAN dengan doaku, orang lain Kau hampiri dengar doaku." inilah sepenggal lagu Gereja yang menyatakan betapa kita benar-benar mengharapkan bahwa Sang Maha Pemurah mau mendengar dan menjawab doa-doa kita. dalam banyak perkara kita seringkali menyombongkan diri sebagai yang 'terutama' dari yang lainnya, sebagai yang 'ternama' dari orang lain. tetapi segala kesombongan ini akan hilang lenyap tatkala akal manusia kita sudah kehilangan daya nya, dan kejeniusan kita sudah kehilangan kegarangannya. kita akhirnya berkata pada Sang Pencipta, Tuhan tolonglah aku.
pertanyaannya adalah, apakah kita akan menunggu menjadi sengsara, menunggu menjadi sudra, menunggu menderita masalah kehidupan baru kita ingat akan yang Maha Kuasa dan setelah DIA menolong kita akan kembali melupakan Nya dan berkata Sayonara atau Adios amigos? Apakah TUHAN seperti tong sampah bagi kita? ataukah bagi DIA saja kehidupan dan keseharian kita, dan bagi DIA saja segala hormat dan pujian kita tujukan? silahkan jawab sendiri. AMIN
pertanyaannya adalah, apakah kita akan menunggu menjadi sengsara, menunggu menjadi sudra, menunggu menderita masalah kehidupan baru kita ingat akan yang Maha Kuasa dan setelah DIA menolong kita akan kembali melupakan Nya dan berkata Sayonara atau Adios amigos? Apakah TUHAN seperti tong sampah bagi kita? ataukah bagi DIA saja kehidupan dan keseharian kita, dan bagi DIA saja segala hormat dan pujian kita tujukan? silahkan jawab sendiri. AMIN
Minggu, 22 Maret 2009
AnakKu dimanakah engkau?
Dimanakah kita sekarang? apakah ada di dekat Tuhan? ataukah ada di dekatnya hantu? biarlah nurani kita menjawabnya. apakah kita selama ini sudah mencerminkan sosok anak Allah yang baik. ataukah itu hanya gelar semu dan tak bermakna. dimanakah kita saudara? Tuhan rindu pada kita, pulanglah, pulanglah hai anakKu' demikian ungkapan hati Tuhan bagi kita.
Kehidupan ini memang menjanjikan kesenangan dan kebahagiaan, tetapi apakah kita sudah menginsyafi bahwa itu semua hanya sementara saja? apakah artinya seorang punya seisi dunia tapi segera swtelah itu ia harus mati. apakah untungnya bagi dia harta benda dan kekayaan itu? saudara apakah selama ini kita sudah melupakan atau paling tidak menyingkirkan dahulu kebenaran Tuhan? apakah kita sudah dibutakan oleh harta benda dan kekayaan emas, permata, atau oleh wanita, atau oleh pangkat dan kedudukan atau oleh apa saja yang memisahkan kita dari yang Maha Kuasa. mari, TUHAN YESUS sudah merindukan saudara, saya dan kita semua. mari datang pada sang Juruselamat sejati, YESUS KRISTUS TUHAN namaNya. AMIN
Kehidupan ini memang menjanjikan kesenangan dan kebahagiaan, tetapi apakah kita sudah menginsyafi bahwa itu semua hanya sementara saja? apakah artinya seorang punya seisi dunia tapi segera swtelah itu ia harus mati. apakah untungnya bagi dia harta benda dan kekayaan itu? saudara apakah selama ini kita sudah melupakan atau paling tidak menyingkirkan dahulu kebenaran Tuhan? apakah kita sudah dibutakan oleh harta benda dan kekayaan emas, permata, atau oleh wanita, atau oleh pangkat dan kedudukan atau oleh apa saja yang memisahkan kita dari yang Maha Kuasa. mari, TUHAN YESUS sudah merindukan saudara, saya dan kita semua. mari datang pada sang Juruselamat sejati, YESUS KRISTUS TUHAN namaNya. AMIN
Sabtu, 21 Maret 2009
TUHAN YESUS SETIA
Lagi lagi judul lagu kok dijadikan judul artikel toh, apa kehabisan judul? ndak, ini memang realita alias kenyataan. saya berpikir kalau Tuhan tidak setia sama kita alangkah ngerinya akibatnya. saya berpikir, apa yang pantas saya dapatkan setelah begitu banyak kesalahan yang saya perbuat? dihukum tembak pun rasanya belum sebanding dengan akumulasi dosa dan kesalahan yang saya lakukan setiap hari selama ini. saya menjadi tersadar dan termenung, memang betapa lagu yang mengatakan 'Tuhan Yesus setia, Dia sahabat kita, dalam sgala susahku Dia slalu menolongku, Dia mengerti bahasa, tetesan air mata, biar badai mengamuk dan gelombang menerjang Tuhan Yesus setia.' Sudahkah kita merenungi dan mengucapkan terima kasih yang tulus atas kebaikan dan kesetiaan Tuhan Yesus itu? kalau belum, mari kita menyatakannya sekarang. AMIN
HARI INI KURASA BAHAGIA
Lho ada apa to ini, kok kayak judul lagu gereja aja. iya,kita kan harus merasa bahagia setiap hari. lihat saja, apakah kalau kita bersedih hutang yang harus kita lunasi akan dihapuskan begitu saja? tidak to. atau kalau kita cemberut trus masalah yang sedang kita alami akan berlalu seperti angin sepoi-sepoi? tidak juga to? semua akan berjalan seperti biasa, yang kerjaannya bertumpuk akan tetap bertumpuk kalau ndak dikerjakan atau yang lagi patah hati akan tetap patah hati meskipun sudah marah-marah, nangis sepanjang hari, yang harus masak juga akan tetap masak meskipun hatinya sedang tidak bahagia.
kenapa saya ngomong seperti ini? saya cuma ingin membawa realita, bahwa buat apa kita bersedih dan bersusah ria kalau toh tidak ada faedahnya bagi kita, kecuali orang akan semakin jengkel akan kecemberutan kita. alangkah lebih indah dan lebih baik untuk mengingat pesan Rasul Paulus, 'bersukacitalah sekali lagi kukatakan bersukacitalah.' dengan hati yang gembira anda dan saya akan mampu melewati hari-hari dalam hidup ini dengan lebih tenang dan mampu berpikir secara jernih dan positip. jangan terjebak dengn kesedihan yang anda rasakan, sebab Tuhan sedih kalau anda sedih dan Daud berkata bahwa 'hati yang gembira adalah obat yang manjur' maka dari itu, buatlah hatimu gembira, buatlah mulutmu tertawa, buatlah pikiranmu bersukacita, dan buatlah hidupmu bermakna. Amin
kenapa saya ngomong seperti ini? saya cuma ingin membawa realita, bahwa buat apa kita bersedih dan bersusah ria kalau toh tidak ada faedahnya bagi kita, kecuali orang akan semakin jengkel akan kecemberutan kita. alangkah lebih indah dan lebih baik untuk mengingat pesan Rasul Paulus, 'bersukacitalah sekali lagi kukatakan bersukacitalah.' dengan hati yang gembira anda dan saya akan mampu melewati hari-hari dalam hidup ini dengan lebih tenang dan mampu berpikir secara jernih dan positip. jangan terjebak dengn kesedihan yang anda rasakan, sebab Tuhan sedih kalau anda sedih dan Daud berkata bahwa 'hati yang gembira adalah obat yang manjur' maka dari itu, buatlah hatimu gembira, buatlah mulutmu tertawa, buatlah pikiranmu bersukacita, dan buatlah hidupmu bermakna. Amin
Jumat, 20 Maret 2009
MAS,,,,,,MURIDKU SUSAH DIATUR
Biasanya banyak guru yang mengeluhkan hal ini, kenapa karena setiap anak memiliki keragaman karakter dan keragaman perilaku. Keragaman perilaku ini mulai dari yang pendiam, baik, pendengar yang baik, penanya yang baik, penjawab yang baik, sampai perusak suasana pun ada di setiap kelas. guru-guru banyak yang mengeluh dengan fenomena ini. saya mau cerita sebentar, dengarkan ya....
hal yang sama terjadi di sekolah tempat saya ngajar Character Building, anak-anak yang saya ajar memiliki keragaman karakter dari yang luar biasa pintarnya sampai yang luar biasa nakalnya. obrolan guru di kantor tak habis-habis membahas hal ini, setiap hari adalah pencarian solusi, tetapi tetap belum ditemukan cara yang tepat. ada anak yang setiap hari membuat onar dan mengganggu teman, mulai dari mengganggu dengan kata-kata sampai ke arah pelecehan dan kekerasan. saya sendiri sebagai guru CB berusaha untuk terus membimbing mereka, tetapi ya tidak semudah membalikkan telapak tangan tentunya.
ada cerita menarik, satu kali kepala sekolah kami pergi ke salah satu SD Muhamadiyah ternama di Jogja. secara kualitas pengajaran kami setara, secara fasilitas kami juga tidak kalah, tapi jujur dari nilai kesopanan kami(yang meskipun SD di bawah naungan Gereja) kalah jauh. Bu Kepsek sewaktu datang ke sana langsung disapa dan disalami oleh para murid, mereka sopan-sopan, mungkin sudah terjalin sinergi dan pembagian tanggung jawab yang baik antara guru di sekolah dengan orang tua di rumah. sementara di sekolah kami,,,,,,,,,,,,,,,,saya gak mau komentar lah hehehehehe....pamali.
intinya inilah masalah kami, yang mungkin juga masalah sekolah lain. murid-muridnya kurang memiliki karaker dan nilai-nilai hidup yang baik, dan justru itu saya menjadi guru CB di sini, sebab diharapkan mampu membawa mereka ke arah karakter Kristus. langkah-langkah yang kami lakukan antara lain, menegur secara lisan, mengajak mereka berdiskusi tentang masalah yang dialami 'empat mata', mengontrol keberadaan mereka selama di sekolah, memberikan teguran tertulis sampai kepada sanksi skorsing dan ancaman akan dikeluarkan. apakah hal ini berhasil? sejauh ini saya secara jujur mengakui, bahwa hal ini kurang efektif. saya masih memikirkan dan kalau anda mau sumbang saran saya sangat senang sekali. kebijakan terbaru yang diambil sekolah adalah dengan memecah mereka untuk disatukan dengan kelas yang lain, jadi semacam penciutan kelas. kenapa hal ini dipilih, pertama, supaya mereka memiliki lingkungan yang baru dan diharapkan mampu membawa ke arah perubahan positip, kedua, supaya 'kekuatan' mereka yang terkenal sebagai perusak suasana menjadi terpecah, dan ketiga, karena setiap ruangan hanya dihuni tak lebih dari 20 anak alias kelas kecil. saya berharap hal ini membawa dampak positip bagi guru dan anak didik.
kalau berbicara tentang anak didik, tak akan habis-habisnya. yang menjadi penekanan saya adalah, setiap anak berhak untuk menjadi diri mereka sendiri dan tugas seorang guru adalah mengarahkan mereka menjadi anak yang sanggup bertanggung jawab atas kehidupan dan perilakunya. kalau murid kita susah diatur jangan langsung memvonis kalau mereka anak nakal, bandel dan tak bisa diatur, tapi carilah dahulu akar permasalahan mereka, bagaimana hubungan mereka dengan orang tua di rumah, dengan teman-teman di sekolah, bagaimana kehidupan rohani mereka, dan bermacam ragam hal lainnya. selamat mendidik anak dan jangan pernah menyerah TUHAN Yesus pasti menolong kita. AMIN
hal yang sama terjadi di sekolah tempat saya ngajar Character Building, anak-anak yang saya ajar memiliki keragaman karakter dari yang luar biasa pintarnya sampai yang luar biasa nakalnya. obrolan guru di kantor tak habis-habis membahas hal ini, setiap hari adalah pencarian solusi, tetapi tetap belum ditemukan cara yang tepat. ada anak yang setiap hari membuat onar dan mengganggu teman, mulai dari mengganggu dengan kata-kata sampai ke arah pelecehan dan kekerasan. saya sendiri sebagai guru CB berusaha untuk terus membimbing mereka, tetapi ya tidak semudah membalikkan telapak tangan tentunya.
ada cerita menarik, satu kali kepala sekolah kami pergi ke salah satu SD Muhamadiyah ternama di Jogja. secara kualitas pengajaran kami setara, secara fasilitas kami juga tidak kalah, tapi jujur dari nilai kesopanan kami(yang meskipun SD di bawah naungan Gereja) kalah jauh. Bu Kepsek sewaktu datang ke sana langsung disapa dan disalami oleh para murid, mereka sopan-sopan, mungkin sudah terjalin sinergi dan pembagian tanggung jawab yang baik antara guru di sekolah dengan orang tua di rumah. sementara di sekolah kami,,,,,,,,,,,,,,,,saya gak mau komentar lah hehehehehe....pamali.
intinya inilah masalah kami, yang mungkin juga masalah sekolah lain. murid-muridnya kurang memiliki karaker dan nilai-nilai hidup yang baik, dan justru itu saya menjadi guru CB di sini, sebab diharapkan mampu membawa mereka ke arah karakter Kristus. langkah-langkah yang kami lakukan antara lain, menegur secara lisan, mengajak mereka berdiskusi tentang masalah yang dialami 'empat mata', mengontrol keberadaan mereka selama di sekolah, memberikan teguran tertulis sampai kepada sanksi skorsing dan ancaman akan dikeluarkan. apakah hal ini berhasil? sejauh ini saya secara jujur mengakui, bahwa hal ini kurang efektif. saya masih memikirkan dan kalau anda mau sumbang saran saya sangat senang sekali. kebijakan terbaru yang diambil sekolah adalah dengan memecah mereka untuk disatukan dengan kelas yang lain, jadi semacam penciutan kelas. kenapa hal ini dipilih, pertama, supaya mereka memiliki lingkungan yang baru dan diharapkan mampu membawa ke arah perubahan positip, kedua, supaya 'kekuatan' mereka yang terkenal sebagai perusak suasana menjadi terpecah, dan ketiga, karena setiap ruangan hanya dihuni tak lebih dari 20 anak alias kelas kecil. saya berharap hal ini membawa dampak positip bagi guru dan anak didik.
kalau berbicara tentang anak didik, tak akan habis-habisnya. yang menjadi penekanan saya adalah, setiap anak berhak untuk menjadi diri mereka sendiri dan tugas seorang guru adalah mengarahkan mereka menjadi anak yang sanggup bertanggung jawab atas kehidupan dan perilakunya. kalau murid kita susah diatur jangan langsung memvonis kalau mereka anak nakal, bandel dan tak bisa diatur, tapi carilah dahulu akar permasalahan mereka, bagaimana hubungan mereka dengan orang tua di rumah, dengan teman-teman di sekolah, bagaimana kehidupan rohani mereka, dan bermacam ragam hal lainnya. selamat mendidik anak dan jangan pernah menyerah TUHAN Yesus pasti menolong kita. AMIN
GURU ITU MENGAJAR ATAU MENDIDIK?
Tugas guru itu mengajar atau mendidik ya? demikian tanya seorang guru pada temannya. kalau pertanyaan itu ditanyakan pada anda, apa yang akan anda jawab? setiap jawaban ada konsekuensinya lho. menurut saya, guru adalah seorang pendidik yang tidak sekedar menjadi pengajar. kenapa, karena sebagai seorang guru kita diharapkan mampu menjadi sumber inspirasi bagi anak didik dan mendidik mereka menjadi manusia Indonesia seutuhnya, atau menurut almarhum Professor Driyarkara, SJ dan Romo Mangunwijaya 'guru bertugas untuk memanusiakan manusia."
Menjadi seorang pendidik membuat guru harus tanggap dan jeli melihat perkembangan diri peserta didik serta membuat langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dampak buruknya. anak-anak tak selamanya mudah diatur, tetapi seorang guru harus berusaha dan selalu berusaha memberikan perhatian dan pengarahan bagi perkembangan diri peserta didik ke arah yang lebih baik. bagi para rekan-rekanku para guru, jangan lelah dan capek untuk menjadi seorang guru yang menjadi teladan dan kebanggaan anak didik kita. ingat ada pepatah, "mediocre teacher telling, but a best teacher inspiring." AMIN
Menjadi seorang pendidik membuat guru harus tanggap dan jeli melihat perkembangan diri peserta didik serta membuat langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dampak buruknya. anak-anak tak selamanya mudah diatur, tetapi seorang guru harus berusaha dan selalu berusaha memberikan perhatian dan pengarahan bagi perkembangan diri peserta didik ke arah yang lebih baik. bagi para rekan-rekanku para guru, jangan lelah dan capek untuk menjadi seorang guru yang menjadi teladan dan kebanggaan anak didik kita. ingat ada pepatah, "mediocre teacher telling, but a best teacher inspiring." AMIN
Kamis, 19 Maret 2009
Tertawa itu Perlu
siapa yang meragukan kalau tertawa itu sangat diperlukan? saya pikir tidak ada. yang penting tahu tempat dan batasnya saja. tertawa perlu sebab membawa sukacita di hati dan menyejukkan hati yang panas, menyegarkan jiwa yang lelah, menyirami taman hati yang kering. karena itu tertawalah sebelum tertawa itu dilarang hehehehehehehehehhehehehehehehehehehehehehehehehehhe.............................. lah kok panjang banget ketawanya.
oh iya, ditempat saya kerja banyak sekali tekanan dan tantangan yang kami alami, mulai dari tugas-tugas yang menumpuk, murid yang luar biasa bandelnya hingga gesekan-gesekan dengan rekan kerja, orang tua maupun pimpinan. karena itu perlu ada penyegaran, gimana caranya? yang murah meriah ya membuat joke-joke yang membuat tertawa. dengan tertawa bebanhidup tidak akan hilang, tapi paling tidak berkurang. AMIN
oh iya, ditempat saya kerja banyak sekali tekanan dan tantangan yang kami alami, mulai dari tugas-tugas yang menumpuk, murid yang luar biasa bandelnya hingga gesekan-gesekan dengan rekan kerja, orang tua maupun pimpinan. karena itu perlu ada penyegaran, gimana caranya? yang murah meriah ya membuat joke-joke yang membuat tertawa. dengan tertawa bebanhidup tidak akan hilang, tapi paling tidak berkurang. AMIN
Saat Allah dipermasalahkan!
Baru saja saya membaca koran lokal terbitan Riau, Riau Pos Kamis 19 Maret 2009. Ada hal yang unik saya temukan, selain dari berita kampung halaman tentunya. di negara bagian Selangor Malaysia lagu "Allah Peduli" dilarang untuk dinyanyikan karena menurut Majelis agama Islam Selangor(MAIS),Mohd Adzib Mohd Isa hal itu menodai agama Islam dan yang melanggar akan didenda 1.000 ringgit atau 3,2 juta rupiah. larangan ini berlaku bagi semua penduduk negara bagian Selangor. Saya tak bermaksud untuk membahas secara etimologis maupun teologis penggunaan kata Allah disini, sebab sudah banyak buku yang membahasnya. saya juga tidak sedang berkonfrontasi dengan saudara saya umat Islam tentang hal ini. namun saya hanya mengungkapkan isi hati semata.
Saya secara jujur mengakui sangat bersedih hati karena walau kasus ini terjadi di negara tetangga namun umat Kristiani di seluruh dunia adalah 'satu tubuh' di dalam Kristus. saya heran kok iya masih ada kelompok yang memonopoli dan mengintimidasi kelompok lainnya. mestinya hal ini tak perlu dan tak boleh dilakukan karena setiap orang memiliki hak yang sama di hadapan negara. di Malaysia, terdapat banyak sekali penghambatan yang dilakukan pemerintah terhadap umat Kristiani, misalnya peraturan yang melarang orang Melayu untuk berpindah agama meskipun mereka sudah memutuskan memeluk agama non Islam, tetapi orang non Melayu boleh-boleh saja bahkan diharapkan untuk menjadi Islam. saya tahu ini di Malaysia dan saya teramat berharap dan percaya saudara saya di Indonesia jauh lebih baik. penggunaan kata Allah sebaiknya tak perlu dipermasalahkan sebab hal ini sudah merupakan panggilan kepada yang Maha Suci dan Sang Pencipta. sebaiknya pemerintah Malaysia meniru hubungan antar umat beriman dari Indonesia, sebab kita selangkah lebih maju dalam hal ini. lihat saja, di Universitas Islam Negeri adalah hal yang biasa apabila seorang pendeta menyampaikan pengajaran demikian pula sebaliknya di Fakultas Teologi adalsh hal biasa seorang Profesor Islamic Studies memberikan pelajaran. lihat saja hubungan baik antara UIN Sunan Kalijaga dengan Univ. Sanata Dharma dan Univ. Kristen Duta Wacana.
secara pribadi saya berharap kerukunan umat beriman di Indonesia hendaknya terus dipupuk dan dijaga dengan jalan membangun saling pengertian dan saling memahami antar umat. semoga semakin hari dialog-dialog kerukunan antariman semakin tumbuh dan menampakkan hasil nyata di negeri ini. janganlah pemerintah berpihak pada salah satu pihak, namun hendaknya menjadi jembatan penghubung antar umat beriman di negeri ini. semoga saudara kita umat Kristiani di Malaysia dikuatkan Tuhan Yesus Kristus. AMIN
Saya secara jujur mengakui sangat bersedih hati karena walau kasus ini terjadi di negara tetangga namun umat Kristiani di seluruh dunia adalah 'satu tubuh' di dalam Kristus. saya heran kok iya masih ada kelompok yang memonopoli dan mengintimidasi kelompok lainnya. mestinya hal ini tak perlu dan tak boleh dilakukan karena setiap orang memiliki hak yang sama di hadapan negara. di Malaysia, terdapat banyak sekali penghambatan yang dilakukan pemerintah terhadap umat Kristiani, misalnya peraturan yang melarang orang Melayu untuk berpindah agama meskipun mereka sudah memutuskan memeluk agama non Islam, tetapi orang non Melayu boleh-boleh saja bahkan diharapkan untuk menjadi Islam. saya tahu ini di Malaysia dan saya teramat berharap dan percaya saudara saya di Indonesia jauh lebih baik. penggunaan kata Allah sebaiknya tak perlu dipermasalahkan sebab hal ini sudah merupakan panggilan kepada yang Maha Suci dan Sang Pencipta. sebaiknya pemerintah Malaysia meniru hubungan antar umat beriman dari Indonesia, sebab kita selangkah lebih maju dalam hal ini. lihat saja, di Universitas Islam Negeri adalah hal yang biasa apabila seorang pendeta menyampaikan pengajaran demikian pula sebaliknya di Fakultas Teologi adalsh hal biasa seorang Profesor Islamic Studies memberikan pelajaran. lihat saja hubungan baik antara UIN Sunan Kalijaga dengan Univ. Sanata Dharma dan Univ. Kristen Duta Wacana.
secara pribadi saya berharap kerukunan umat beriman di Indonesia hendaknya terus dipupuk dan dijaga dengan jalan membangun saling pengertian dan saling memahami antar umat. semoga semakin hari dialog-dialog kerukunan antariman semakin tumbuh dan menampakkan hasil nyata di negeri ini. janganlah pemerintah berpihak pada salah satu pihak, namun hendaknya menjadi jembatan penghubung antar umat beriman di negeri ini. semoga saudara kita umat Kristiani di Malaysia dikuatkan Tuhan Yesus Kristus. AMIN
Ketika Hati Gelisah
Hati memang susah ditebak, makanya ada pepatah 'dalamnya laut bisa ditebak tapi dalamnya hati siapa yang tahu'. jangankan menebak isi hati orang lain, mengerti akan hati sendiri aja masih susah. kadang-kadang seneng eh ndak lama kemudian jadi susah. pengennya sih seneng terus, tapi ya gimana namanya hidup pasti banyak persoalan to. saya gak bisa ngebayangin gimana gelisahnya hati Tuhan Yesus saat akan disalib or gelisahnya Petrus saat akan disalib terbalik atau gelisahnya rasul Paulus saat mengalami berbagai penderitaan. tapi kok aneh, ternyata dalam surat kepada jemaat Filipi, rasul Paulus malah nyuruh kita untuk bersukacita. Dalam segala hal haruslah kita bersukacita. karena itu, mulai saat ini mari kita miliki hati yang penuh sukacita meskipun badai menghadang dan gelombang menerjang,tapi Tuhanmu tak akan membiarkanmu tergeletak dan sendirian. Amin
Rabu, 18 Maret 2009
HIDUP ITU MESTI MEMILIH
Setiap hari bahkan seringkali kita harus menentukan pilihan-pilihan dalam hidup, sebab hidup itu mesti memilih. Kita oleh TUHAN diberi kesempatan untuk memilih suatu keputusan atau tindakan yang akan kita lakukan. pilihan itu bisa saja datang dari hati nurani, namun tak kalah sering juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kita. jangan sampai kita salah memilih untuk masa depan kita, sebab hidup kita di masa yang akan datang ditentukan dari apa yang kita buat hari ini.
Ingatlah akan Adam, manusia pertama yang diciptakan ALLAH, ia diperintahkan untuk taat akan firman Tuhan, namun ia juga diberi kehendak bebas untuk memilih. ia telah menentukan pilihan, dan sebagai akibatnya semua umat keturunannya harus menderita di dunia dan terusir dari taman Eden. pilihan mengandung akibat-akibat maupun konsekuensi yang harus ditanggung. apabila kamu sedang pacaran, janganlah caramu berpacaran merusak impian dan masa depanmu, jagalah kesucianmu. kata dosen saya dulu 'berhubungan seks sebelum menikah itu enaknya cuma sepuluh menit, tapi penderitaan yang diakibatkannya akan melekat seumur hidup.' Menurut saya ini benar, bagaimana menurut anda? renungkan sendiri.
Jagalah lingkungan pergaulanmu, sebab pergaulan yang buruk akan membuat kita terpengaruh dan pergaulan yang baik akan menolong kita semakin dekat dengan Tuhan. pilihlah lingkungan dan teman bergaul yang baik, komunitas yang baik. Jangan mencoba-coba narkotika sebab ia akan segera mengikatmu dalam lingkaran tak berujung kecuali kematian. Tuhan Yesus mengasihi kita semua dan ia rindu anak-anakNya mampu memilih tindakan dan perilaku yang mempermuliakan namaNya serta menjadi teladan bagi sesama. Amin
Ingatlah akan Adam, manusia pertama yang diciptakan ALLAH, ia diperintahkan untuk taat akan firman Tuhan, namun ia juga diberi kehendak bebas untuk memilih. ia telah menentukan pilihan, dan sebagai akibatnya semua umat keturunannya harus menderita di dunia dan terusir dari taman Eden. pilihan mengandung akibat-akibat maupun konsekuensi yang harus ditanggung. apabila kamu sedang pacaran, janganlah caramu berpacaran merusak impian dan masa depanmu, jagalah kesucianmu. kata dosen saya dulu 'berhubungan seks sebelum menikah itu enaknya cuma sepuluh menit, tapi penderitaan yang diakibatkannya akan melekat seumur hidup.' Menurut saya ini benar, bagaimana menurut anda? renungkan sendiri.
Jagalah lingkungan pergaulanmu, sebab pergaulan yang buruk akan membuat kita terpengaruh dan pergaulan yang baik akan menolong kita semakin dekat dengan Tuhan. pilihlah lingkungan dan teman bergaul yang baik, komunitas yang baik. Jangan mencoba-coba narkotika sebab ia akan segera mengikatmu dalam lingkaran tak berujung kecuali kematian. Tuhan Yesus mengasihi kita semua dan ia rindu anak-anakNya mampu memilih tindakan dan perilaku yang mempermuliakan namaNya serta menjadi teladan bagi sesama. Amin
ELOI ELOI LAMA SABAKHTANI VS HONEY HONEY LAMA SABAKHTANI
Tentu kita ingat betapa Tuhan Yesus menderita di kayu salib, bahkan merasa ditinggalkan oleh BapaNya karena menanggung dosa dan pelanggaran semua umat manusia. Tak ada yang meragukan penderitaan Tuhan Yesus saat itu, Sang Pencipta yang menjadi manusia rela menanggung dosa-dosa dunia. Dia berteriak "Eli eli lama sabakhtani: Allahku Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku." Ditinggal orang yang sangat dicintai pasti sangat memedihkan hati dan memecahkan rasa, semua serasa tiada, berjalan serasa tak di bumi. Itulah gambaran hati yang dilukai.
Saat ini saya mau membawa anda sekalian ke masa kini. "honey honey lama sabakhtani" atau sayangku sayangku mengapa engkau meninggalkan aku. mungkin kita pernah merasakannya, atau bahkan saat ini kita sedang mengalaminya. pasti hancur hati dan remuk redam jiwa. tidak sedikit orang yang tidak kuat menahan hal ini dan memilih jalan ke neraka alias bunuh diri. jelas, ditinggalkan orang yang amat dicintai sangat menyedihkan, saya juga pernah mengalaminya. Tetapi apakah kita akan terus terpuruk karena hal itu? life must go on. Hidup ini akan terus berjalan, karena itu jangan sia-siakan masa depanmu karena masalah hari ini atau masa lalumu. Hidup kita masih berjalan, hari esok masih menunggu, Tuhan Yesus tetap setia dan mencintaimu selamanya, jangan tenggelam dalam kesedihan terlalu dalam. Mari datang kepadaKu hai kamu yang berbeban berat' kata Tuhan Yesus. Mari datang kepadaNya setiap waktu, sbab Dia merindukan kita. AMIN
Saat ini saya mau membawa anda sekalian ke masa kini. "honey honey lama sabakhtani" atau sayangku sayangku mengapa engkau meninggalkan aku. mungkin kita pernah merasakannya, atau bahkan saat ini kita sedang mengalaminya. pasti hancur hati dan remuk redam jiwa. tidak sedikit orang yang tidak kuat menahan hal ini dan memilih jalan ke neraka alias bunuh diri. jelas, ditinggalkan orang yang amat dicintai sangat menyedihkan, saya juga pernah mengalaminya. Tetapi apakah kita akan terus terpuruk karena hal itu? life must go on. Hidup ini akan terus berjalan, karena itu jangan sia-siakan masa depanmu karena masalah hari ini atau masa lalumu. Hidup kita masih berjalan, hari esok masih menunggu, Tuhan Yesus tetap setia dan mencintaimu selamanya, jangan tenggelam dalam kesedihan terlalu dalam. Mari datang kepadaKu hai kamu yang berbeban berat' kata Tuhan Yesus. Mari datang kepadaNya setiap waktu, sbab Dia merindukan kita. AMIN
MENJAGA HATI
Apa yang dilakukan tubuh adalah berasal dari kedalaman hati, karena itu orang bijak berkata 'pikir itu pelita hati.'artinya, sebelum melaksanakan suatu tindakan hendaklah ditanyakan kepada nurani dan sebelum nurani memutuskan hendaklah dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Hati yang bernurani akan mampu menghasilkan tindakan yang menyenangkan sesama dan diri kita, namun hati yang mematikan sinyal nuraninya tidak mampu melihat orang lain bersukacita.
TUHAN meminta kita untuk selalu menjaga hati, sebab segala kejahatan yang terjadi disebabkan oleh hati yang tak terjaga. lihat saja, beberapa hari lalu kita dikejutkan kematian salah satu public figure akibat penganiayaan dan pemerkosaan, apalah ini kalau tidak disebabkan oleh hati yang dilukai, paling tidak demikian kesimpulan polisi setelah menanggkap pelaku yang ternyata mantan pekerjanya yang baru saja dipecat. Sebab itu, melalui tulisan ini saya mengajak kita sekalian untuk selalu bersedia menjaga hati, lantas bagaimana caranya? tidak bisa tidak, kita harus mengisi kedalaman hati kita dengan Firman Tuhan dan mengasah nurani dengan pendalaman Firman. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. AMIN
TUHAN meminta kita untuk selalu menjaga hati, sebab segala kejahatan yang terjadi disebabkan oleh hati yang tak terjaga. lihat saja, beberapa hari lalu kita dikejutkan kematian salah satu public figure akibat penganiayaan dan pemerkosaan, apalah ini kalau tidak disebabkan oleh hati yang dilukai, paling tidak demikian kesimpulan polisi setelah menanggkap pelaku yang ternyata mantan pekerjanya yang baru saja dipecat. Sebab itu, melalui tulisan ini saya mengajak kita sekalian untuk selalu bersedia menjaga hati, lantas bagaimana caranya? tidak bisa tidak, kita harus mengisi kedalaman hati kita dengan Firman Tuhan dan mengasah nurani dengan pendalaman Firman. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. AMIN
Kamis, 12 Maret 2009
UJIAN SEKOLAH DAN UJIAN KEHIDUPAN
Ujian adalah satu-satunya cara untuk naik peringkat, kelas, jabatan. Minggu depan di sekolah kami akan diadakan ujian tenganh semester. Semua sibuk, kenapa? ya karena murid-muridnya sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian dengan harapan mendapatkan nilai terbaik. tetapi, bukan hanya itu bapak dan ibu guru juga pada 'lembur', termasuk saya, tapi jangan salah disini lemburnya tanpa bayaran alias graaatis hehehe.... ndak apa-apalah yang penting ujiannya berlangsung sukses to.
Minggu sebelum ujian hampir semua guru pulang sore untuk mempersiapkan soal yang akan diujikan. pun harus mempersiapkan diri untuk mengoreksi hasil ujian siswa yang seabrek itu, tapi ya nikmati ajalah. Hidup inikan yang penting menjadi berkat buat orang lain, makanya kami belajar untuk menjadi berkat buat murid-murid.
Saya nulis ini bukan hanya untuk curhat-curhatan namun untuk mengingatkan kembali bahwa sama seperti anak sekolah, dalam hidup kita mengalami ujian dan itu jelas tidak dimaksudkan untuk membebani apalagi menyengsarakan. Ujian hidup ini dirancang sebagai jembatan untuk naik tingkat dan peringkat, tingkatan iman dan peringkat kedewasaan diri. Ujian hidup pun macem-macem tak kalah banyak dibandingkan dengan ujian yang dihadapi anak sekolahan, yang penting bukan seberapa sulit ujian yang akan atau sedang kita hadapi namun seberapa siap kita mengikuti ujian tersebut. dan jangan lupa ada Sang Guru Agung yang siap memberikan les privat serta tambahan pelajaran supaya kita siap menempuh ujian hidup. Panggilah Tuhan Yesus untuk masuk dan menolong hidupmu setiap waktu. Amin
Minggu sebelum ujian hampir semua guru pulang sore untuk mempersiapkan soal yang akan diujikan. pun harus mempersiapkan diri untuk mengoreksi hasil ujian siswa yang seabrek itu, tapi ya nikmati ajalah. Hidup inikan yang penting menjadi berkat buat orang lain, makanya kami belajar untuk menjadi berkat buat murid-murid.
Saya nulis ini bukan hanya untuk curhat-curhatan namun untuk mengingatkan kembali bahwa sama seperti anak sekolah, dalam hidup kita mengalami ujian dan itu jelas tidak dimaksudkan untuk membebani apalagi menyengsarakan. Ujian hidup ini dirancang sebagai jembatan untuk naik tingkat dan peringkat, tingkatan iman dan peringkat kedewasaan diri. Ujian hidup pun macem-macem tak kalah banyak dibandingkan dengan ujian yang dihadapi anak sekolahan, yang penting bukan seberapa sulit ujian yang akan atau sedang kita hadapi namun seberapa siap kita mengikuti ujian tersebut. dan jangan lupa ada Sang Guru Agung yang siap memberikan les privat serta tambahan pelajaran supaya kita siap menempuh ujian hidup. Panggilah Tuhan Yesus untuk masuk dan menolong hidupmu setiap waktu. Amin
Rabu, 11 Maret 2009
PENGARUH SALARY PADA KESUNGGUHAN GURU MENGAJAR
Dulu, ada pernyataan bahwa guru adalah "Pahlawan tanpa tanda jasa." Namun, apakah itu masih relevan saat ini? mungkin ya mungkin juga tidak. sebab kebutuhan hidup mendesak guru untuk berpikir rasional, meskipun tanpa menanggalkan nilai-nilai kasih dan kesungguhan dalam pengajaran. saya juga seorang guru, yah meskipun sekedar guru kontrak tapi ngajar di sekolah ternama lho di Jogjakarta...hehehhe.
kenapa saya ngomong seperti ini, ya tidak lain karena ada rerasan di dalam kantor guru, biasa tentang besaran salary yang diterima. saya sih tidak menomorsatukan hal itu, tapi siapa yang enggak seneng kalo ngajar n dikasih gaji yang seimbang. menurut penilaian dan penelitian singkat saya, memang jumlah salary tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru, buktinya meskipun saya bisa menebak berapa rata-rata gaji rekan-rekan saya dan saya sendiri tentunya, tapi mereka tetap mengajar dengan dedikasi yang luar biasa dan jangan lupa rekan-rekan saya ini orang yang ahli di bidangnya. tetapi, sekali lagi rasan-rasan tentang salary tetaplah jadi bumbu yang hangat di ruang kantor.
Harapan saya mulai saat ini guru benar-benar layak di sebut 'profesi' yang bukan sekedar pengabdian namun lebih pada profesionalitas yang berlandaskan kasih Tuhan. jangan mendewakan uang tetapi juga tak perlu munafik bahwa kita ini perlu uang untuk hidup. Pemerintah dan yayasan sekolah hendaknya sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan gurunya, masak iya bayaran SPP tiga orang murid lebih dari cukup untuk menggaji guru (pengalaman pribadi nie yeeee hehehehehehe................). Amin
Dulu, ada pernyataan bahwa guru adalah "Pahlawan tanpa tanda jasa." Namun, apakah itu masih relevan saat ini? mungkin ya mungkin juga tidak. sebab kebutuhan hidup mendesak guru untuk berpikir rasional, meskipun tanpa menanggalkan nilai-nilai kasih dan kesungguhan dalam pengajaran. saya juga seorang guru, yah meskipun sekedar guru kontrak tapi ngajar di sekolah ternama lho di Jogjakarta...hehehhe.
kenapa saya ngomong seperti ini, ya tidak lain karena ada rerasan di dalam kantor guru, biasa tentang besaran salary yang diterima. saya sih tidak menomorsatukan hal itu, tapi siapa yang enggak seneng kalo ngajar n dikasih gaji yang seimbang. menurut penilaian dan penelitian singkat saya, memang jumlah salary tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru, buktinya meskipun saya bisa menebak berapa rata-rata gaji rekan-rekan saya dan saya sendiri tentunya, tapi mereka tetap mengajar dengan dedikasi yang luar biasa dan jangan lupa rekan-rekan saya ini orang yang ahli di bidangnya. tetapi, sekali lagi rasan-rasan tentang salary tetaplah jadi bumbu yang hangat di ruang kantor.
Harapan saya mulai saat ini guru benar-benar layak di sebut 'profesi' yang bukan sekedar pengabdian namun lebih pada profesionalitas yang berlandaskan kasih Tuhan. jangan mendewakan uang tetapi juga tak perlu munafik bahwa kita ini perlu uang untuk hidup. Pemerintah dan yayasan sekolah hendaknya sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan gurunya, masak iya bayaran SPP tiga orang murid lebih dari cukup untuk menggaji guru (pengalaman pribadi nie yeeee hehehehehehe................). Amin
Selasa, 10 Maret 2009
HOMO HOMINI HOMO
Manusia adalah makhluk sosial, itulah yang digembargemborkan oleh banyak orang. tetapi, apa itu betul? kata hati kita saat melihat lagi-lagi banyak para pemimpin dan wakil rakyat yang menerima uang suapan! apa mereka layak disebut makhluk sosial? mereka sepertinya lebih pantas disebut homo homini lupus, makhluk yang memangsa sesamanya seperti kata filsuf Perancis ratusan tahun lalu. apakah nurani mereka mati? saat rakyat menjerit dan makan nasi aking, saat masyarakat menangis karena kehilangan pekerjaan, saat suara saudaranya terdengar pilu karena hari ini perutnya belum terisi, mereka tega-teganya menerima suapan milyaran rupiah! mental apaan itu? manusia atau bukan sih, itu kata hati kita marah. tetapi, seperti kata Tuhan Yesus, jangan kamu menghakimi sesamamu, biarlah itu urusan instansi hukum dunia dan kelak Tuhan yang tidak kenal suapan itu akan menghakimi mereka.
manusia selayaknya berlaku seperti manusia adanya. tak perlulah kita menjadi seperti homo homini theos atau manusia yang seperti dewa, atau homo homini angelos atau manusia yang seperti malaikat. cukuplah kiranya kita menjadi manusia yang seutuhnya, manusia yang peka akan penderitaan dan rintihan sesamanya. semoga di pemilu tahun ini kita memiliki wakil-wakil yang kredibel dan merakyat. Amin
manusia selayaknya berlaku seperti manusia adanya. tak perlulah kita menjadi seperti homo homini theos atau manusia yang seperti dewa, atau homo homini angelos atau manusia yang seperti malaikat. cukuplah kiranya kita menjadi manusia yang seutuhnya, manusia yang peka akan penderitaan dan rintihan sesamanya. semoga di pemilu tahun ini kita memiliki wakil-wakil yang kredibel dan merakyat. Amin
Kehidupan memang tak selalu bersahabat dan tenang, kebahagiaan memang tak selalu berpihak pada kita. Sebuah kapal yang memutuskan untuk berlayar menuju suatu tujuan tertentu harus siap menghadapi sapaan angin laut, terpaan hujan, terik matahari bahkan terjangan badai dan hajaran gelombang, tetapi kapal yang kuat akan tetap kokoh berlayar sampai ke tujuan. demikian pula hidup kita, terjangan badai hidup tidak akan mampu menenggelamkan kapal kehidupan kita, asalkan kita tak salah dalam memilih nahkoda, siapa Dia? Yesus Kristus Tuhan, sebab Dialah yang telah mengalahkan kuasa maut dan dosa. ada empat hal yang harus kita lakukan saat menghadapi masalah, pertama lakukan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. kedua, milikilah iman dan kepercayaan yang kokoh kepada TUHAN Yesus Kristus, sebab Dialah yang sanggup menolongmu, ketiga, tetaplah berpikir positip bahwa setiap hal pasti membawa kebaikan untuk masa depan kita dan yang terakhir tetaplah bersukacita dalam segala hal sebab hati yang gembira adalah obat bagi kita. amin
MELIHAT MASALAH
Yang namanya masalah tentu akan selalu ada dalam hidup ini. apakah itu terasa ringan atau yang terasa berat, tetapi yang terutama dan yang paling penting bukan seberapa besar masalah yang kita hadapi, namun apa yang kita lakukan terhadap masalah tersebut. Tuhan tidak ingin anakNya terpuruk, apalagi hancur karena masalah yang sedang dihadapinya sebab kita punya ALLAH yang lebih dahsyat dari masalah apapun. dengan begitu kasus yang menimpa saudara kita di Singapura yang bunuh diri setelah menusuk profesor pembimbingnya itu tak perlu terjadi. jadilah anak Tuhan yang mau benar-benar mengandalkan Tuhan dalam menjalani hidup, sebab siapakah kita ini sehingga terlalu berbangga dengan kemampuan kita? kita hanya sebutir debu di hadapan Yang Maha Kuasa, yaitu Yesus Kristus Tuhan. mari kita hadapi kehidupan dengan pikiran positif dan hati sukacita apapun terjadi. yang punya masalah dan beban kehidupan bukan kita sendiri, melainkan semua insan yang masih ada di atas bumi tak pernah luput dari masalah, jadi merasa terpuruk dan hancur sendiri. Yesus ada di sini, di dalam hatimu dan menunggumu memanggilNya, ya Abba masuklah dalam hatiku dan berilah aku kekuatan. Amin
Yang namanya masalah tentu akan selalu ada dalam hidup ini. apakah itu terasa ringan atau yang terasa berat, tetapi yang terutama dan yang paling penting bukan seberapa besar masalah yang kita hadapi, namun apa yang kita lakukan terhadap masalah tersebut. Tuhan tidak ingin anakNya terpuruk, apalagi hancur karena masalah yang sedang dihadapinya sebab kita punya ALLAH yang lebih dahsyat dari masalah apapun. dengan begitu kasus yang menimpa saudara kita di Singapura yang bunuh diri setelah menusuk profesor pembimbingnya itu tak perlu terjadi. jadilah anak Tuhan yang mau benar-benar mengandalkan Tuhan dalam menjalani hidup, sebab siapakah kita ini sehingga terlalu berbangga dengan kemampuan kita? kita hanya sebutir debu di hadapan Yang Maha Kuasa, yaitu Yesus Kristus Tuhan. mari kita hadapi kehidupan dengan pikiran positif dan hati sukacita apapun terjadi. yang punya masalah dan beban kehidupan bukan kita sendiri, melainkan semua insan yang masih ada di atas bumi tak pernah luput dari masalah, jadi merasa terpuruk dan hancur sendiri. Yesus ada di sini, di dalam hatimu dan menunggumu memanggilNya, ya Abba masuklah dalam hatiku dan berilah aku kekuatan. Amin
RINGKASAN ALIRAN ADVENTIS
ALIRAN ADVENT
Di antara gereja-gereja atau aliran-aliran yang ada di lingkungan Kristen Protestan, gereja dan aliran Advent ini termasuk yang paling luas penyebarannya. Di seluruh dunia tersebar kira-kira di 200 negara. Di Indonesia ia sudah hadir sejak 1900 melalui kehadiran Ralph Waldo Munson di Padang sejak 1 Januari 1900. Oleh karena pekerjaannya kurang berhasil di Padang, ia pindah ke Medan didampingi dengan misionaris lain dari Australia dan kemudian ke Jawa, untuk selanjutnya kembali ke Amerika. Kemudian sejumlah misionaris lainnya menyusul datang dari Australia, Belanda dan Amerika. Sejak 1920-an sudah semakin banyak tenaga pribumi yang menyebarluaskan gereja ini. Kini Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK); terjemahan dari Seventh-Day Adventis (SDA), merupakan gereja terbesar dalam rumpun Adventis sedunia.
Dewasa ini kita terkesan oleh kehadiran gereja ini di negeri kita melalui berbagai kegiatan mereka yang menonjol, antara lain peribadahan pada hari Sabtu (Sabat; hari ketujuh) yang berbeda dengan gereja-gereja lain pada umumnya. Lalu publikasi bermacam-ragam buku dan majalah, termasuk di bidang kesehatan yang disebar dari rumah ke rumah. Publikasi ini ditunjang oleh lembaga penerbit dan percetakan Indonesia Publishing House di Bandung. Kemudian lembaga pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi (a.l. Universitas Advent di Bandung dan Universitas Klabat di Minahasa, yang menyatu dengan seminarinya) dan sejumlah kursus-kursus. Tidak ketinggalan Rumah Sakit di Bandung dan juga kuartet SUARA NUBUATAN yang dapat dinikmati sekitar sekali sebulan melalui Mimbar Agama Kristen di TVRI.
Gereja atau aliran Advent ini lahir di AS. Sebagai organisasi gereja, SDA secara resmi terbentuk tahun 1863. Tetapi akar dan asal mulanya sudah terlihat sejak awal abad ke-19 melalui sejumlah gerakan dan paham yang berkaitan dengan milenium (kerajaan 1000 tahun), eskatologi, parousia (kedatangan Yesus kedua kali) dan apokaliptik (mengenai penglihatan khusus yang bersifat supra-alamiah), yang bermuara pada sejumlah tokoh perintis gereja ini, antara lain William Miller, Hiram Edson, Joseph Bates dan yang terpenting Ny. Ellen Gould Harmon-White.
Latar Belakang dan Konteks Kemunculannya
Memasuki abad ke-19, kekristenan Amerika terutama bercorak Protestan. Tetapi pada abad ke-18 sudah mengalai Kebangunan Besar gelombang pertama dengan tokoh-tokohnya, antara lain George Whitefield dan Jonathan Edwards. Berarti dampak kebangunan rohani itu sudah terjelma dalam bentuk persekutuan-persekutuan yang independent dan tidak formal. Kenyataan ini berkaitan erat dengan pengesahan Konstitusi (Undang-undang Dasar) AS tahun 1789, di mana antara lain dinyatakan bahwa gereja terpisah dari negara dan negara tidak berwenang mencampuri urusan negara, baik dalam soal pembentukan wadahnya maupun menyangkut kebebasannya. Sejak saat itu terdapat kemajemukan dan kebebaan beragama, di mana semakin nyata akibat pengaruh rasionalisme dan deisme dari Eropa.
Abad ke-19 juga merupakan masa ekspansi geografis dari bangsa Amerika yang baru terbentuk itu, bersamaan dengan ekspansi gereja-gereja mereka. Hingga akhirnya bangsa ini menguasai seluruh [bagian] benua dari pantai Atlantik hingga Pasifik. Dalam hal ini mereka berhasil dan keberhasilan ini melahirkan optimisme besar, yang biasanya diberi cap keagamaan.. Mereka memahami diri sebagai ‘ bangsa pilihan Allah’ atau ‘Israel baru,’ dan memandang benua Amerika sebagai ‘tanah perjanjian’ ataupun ‘Yerusalem Baru’. Kebangkitan semangat nasionalisme ini dimateraikan dengan semboyan-semboyan religius. Harapan milenaris yang dibawa dari Eropa oleh sebagian sudah dianggap terwujud. Kerajaan 1000 tahun (kadang disebut Kerajaan Allah) sudah berlangsung di Amerika dan Yesus datang kedua kalinya pada akhir masa 1000 tahun itu. Ini disebut post-milenialisme (sering dikhotbahkan para tokoh Kebangunan Besar abad ke-18, terutama J. Edward).
Optimisme dan rasa kejayaan sebagai bangsa yang bergabung dengan wawasan post-milenialisme ini didukung pula oleh beberapa paham serta kekuatan teologis dan filosofis lainnya. Universalisme dan individualisme (unitarianisme) yang juga berkembang pada masa itu mendukung kultur demokrasi yang sedang tumbuh dan memberi tekanan kuat pada kemuliaan dan nilai tinggi manusia. Ini diperkuat oleh Arminianisme yang dianut oleh gereja Metodis yang sedang tumbuh pesat pada saat itu, yang menandaskan bahwa kasih dan pengampunan Allah berlaku bagi semua orang berdosa. Karena rencana keselamatan yang dari Allah itu mencakup semua orang, maka mestinya setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk memperolehnya dan perolehan keselamatan itu lebih banyak bergantung pada prakarsa manusia ketimbang prakarsa dan kedaulatan Allah. Dalam arti lain, watak antroposentris (manusia sebagai pusat kenyataan dan pemrakarsa keselamatan dirinya maupun penguasa alam semesta) menjadi sangat menonjol. Orang Kristen cenderung untuk lebih banyak bergiat atau mengerjakan sesuatu dan kurang waktu maupun minat untuk berefleksi (berpikir, merenung, dan mengungkapkan hasilnya). Semangat nasionalisme baru, kesadaran akan milenium yang sudah berlangsung, semangat aktivisme yang didasarkan pada penekanan yang kuat atas prakarsa manusia, serta realisasi Allah dan pengampunan Allah bagi semua orang, menghasilkan dampak yang jelas bagi gereja. Kalau masyarakat Amerika mau dimenangkan bagi kekristenan, maka gereja harus menyusun program penginjilan yang tangguh. Maka dibentuklah berbagai lembaga penginjilan dalam negeri dengan 3 sasaran. Dan lebih lanjut mulai dibentuk pula lembaga penginjilan ke luar negeri, sebab bangsa Amerika sebagai ‘bangsa pilihan Allah’ terpanggil membawa terang dan keselamatan kepada bangsa lain. Salah satunya adalah ABCFM, dibentuk 1810, yang sempat mengutus beberapa misionarisnya ke Indonesia (antara lain Samuel Munson dan Henry Lyman yang dibunuh orang batak di Lobu Pining, Tarutung, Sumut). Bagi gereja-gereja, sama seperti bagi bangsa dan negara AS pada umumya, dasawarsa terakhir abad ke-18 hingga akhir sekitar 1830 merupakan ‘masa perasaan enak’ (era of good-feeling). Berdasarkan berbagai wawasan dan iklim kehidupan yang digambarkan di atas, gereja bahu-membahu bersama sebagaian besar bangsa itu mengerjakan dan menghasilkan berbagai kebajikan: mendirikan sekolah sekaligus membangun sistem pendidikan, termasuk bagi penderita berbagai jenis cacat, mendukung berbagai macam gerakan kemanusiaan (termasuk gerakan anti perbudakan), membentuk Lmebaga Alkitab Amerika, Persekutuan Sekolah Minggu Amerika dan sebagainya. Dengan itu tak heran bila pada masa ini tumbuh juga sejumlah gerakan dan persekutuan utopian, yang mengabdikan diri pada cita-cita menegakkan suatu tata-tertib kehidupan ideal yang berpedoman pada ajaran agama. Hampir semua gerakan seperti ini menganut pemahaman atas Alkitaab secara harafiah dan sangat menekankan kesalehan.
Pada dasawarsa 1830-an ‘masa perasaan enak’ berangsur-angsur berganti dengan ‘masa pertikaian’ (era of controvery), yang merupakan ancaman bagi pandangan post-milenialisme yang sedang popular maupun sukses dari gerakan kebajikan. Masa pertikaian itu mula-mula ditandai oleh ‘seksionalisme’: jati diri republik yang belum lama terbentuk itu mulai dipersoalkan di antara sejumlah negara bagian yang ingin punya hak dan kedaulatan sendiri. Penanda kedua adalah mendinginnya impian tentang milenium yang gemilang akibat depresi ekonomi dan keuangan pada tahun 1837, yang sangat memerosotkan berbagai karya kebajikan. Lebih lanjut, semangat kebangunan rohani (revivalisme) , yang mulai pada abad ke-18 dan terus berlanjut hingga awal abad ke-19, telah meningkatkan individualime pada bangsa itu. Sebab berdasarkan pemahaman yang ditanam revivalisme ini, banyak bergantung kepada keputusan pribadi dari setiap individu. Karena ikap nonkonformis dianggap wajar, bahkan terpuji. Ini menciptakan iklim yang cocok bagi lahirnya gagasan-gagasan dan gerakan-gerakan yang ekstrem dan perfeksionistis, bahkan anti-nomian (menolak adanya hukum) di dalam dan di sekitar gereja dan wadah-wadah keagamaan. Banyak dari antara gerakan revival yang bercorak ekstrem itu yang sangat getol menyatakan bahwa karya dan tindakan mereka langsung di bawah tuntunan Roh Kudus dan milenium belum-namun segera- datang. Keadaan ini membuat masyarakat dan gereja mengalami banyak pertikaian, bahkan perpecahan. Di kawasan-kawasan yang diduduki gerakan-gerekan seperti ini- umumnya daerah pinggiran dan pedalaman dari kawasan timur laut AS- di sinilah lahir gerakan dan aliran Adventisme, Mormonisme dan Spiritualisme.
Pada awal abad ke-19 di kalangan kaum ‘Injili’ (yakni yang bersemangat kebangunan rohani) terdapat penekanan yang kuat atas penelaah bagian-bagian Alkitab yang berbicara mengenai Advent Kedua (=parousia), yakni kedatangan Yesus kedua kali, dan eskaton (akhir zaman). Banyak dari antara mereka ambil bagian dalam penelaah ini menjadi yakin bahwa kedatangan kembali Kristus dan Hati Penghakiman akan segera tiba dan milenium pun akan mulai. Dengan demikian paham pramilenialisme bangkit kembali sebagai tanda penolakan terhadap post-milenialisme. Perhatian kepada hal-hal ini bermula di Eropa, berkat rangsangan revolusi Perancis, lalu menular ke Amerika, menguatkan pemahaman sejenis yang mulai bangkit kembali pada sekitar dasawarsa 1830-an. Salah satu tokoh di Amerika yang menganut paham pra-milenialisme ini adalah William Miller. Dengan adanya pertikaian dan kekuatiran di sepanjang dasawarsa 1830-an, maka lahirlah gerakan-gerakan baru, terutama dari gereja-gereja Protestan. Salah satu diantaranya adalah gerakan atau aliran Adventis.
Awal Sejarahnya
Sejarah aliran ini akan ditelusuri dengan memusatkan perhatian kepada beberapa tokoh utamanya.
William Miller
William Miller (1782-1849) lahir di Pittsfield, Massachusetts, segera setelah perang kemerdekaan, di mana ayahnya menjadi kapten. Sebagai yang tertua di antara 16 bersaudara, ia dibesarkan di lingkungan yang saat religius di Low Hampton, di timur laut negara bagian New York. Pada masa mudanya ia memuaskan kehausannya akan pengetahuan dengan belajar sendiri. Ternyata ia berbakat besar dan lumayan cerdas, sehingga berhasil membaca banyak buku (termasuk Akitab dan matematika) dan mengembangkan metode belajarnya sendiri.
Sesudah menikah, ia menetap beberapa tahun di Poultney, Vermont, dan di sini ia sempat bekerja sebagai pembantu sherif. Melalui pergaulannya dengan sejumlah warga masyarakat setempat yang menganut deisme, Miller meninggalkan keyakinan agamanya dan menjadi seorang deis. Pada perang antara AS dan Inggris (1812-1814) ia menjadi tentara hingga pangkat kapten. Pada saat itu ia menjadi kecewa akan deisme yang dianutnya, karena lewat pengalaman berperang itu ia semakin menyadari kodrat manusia sebagai pedosa. Namun di sisi lain, berkat kemenangan pasukan AS atas pasukan Inggris yang jumlahnya jauh lebih besar, Miller merasa yakin bahwa Allah mengawal pasukan AS sama seperti Ia menjagai pasukan Israel ketika hendak merebut tanah Kanaan. Setelah meninggalkan dinas ketentaraan dan menjadi petani, ia menyediakan lebih banyak waktu untuk menggumuli sejumlah pertanyaan eksistensial mengenai kesulitan dan penderitaan manusia. Sambil menggumuli makna kehidupan lebih mendalam, ia mengikuti secara teratur kegiatan salah satu jemaat Gereja Baptis, kendati belum menjadi anggota.
Pada tahun 1816, ketika membacakan khotbah berdasarkan Yesaya 53 (Hamba Allah yang menderita) di tengah jemaat itu, Miller mengalami pertobatan, lalu sepenuhnya menjadi anggota. Berkat tantangan dari teman-temannya penganut deisme, ia mulai menekankan Alkitab secara intensif, dengan maksud agar ia dapat membenarkan dan menguatkan keputusannya menerima iman kristiani. Berdasarkan penelitian selama 2 tahun, ia berkesimpulan bahwa menurut Alkitab Advent Kedua itu bersifat pra-milenial, bukan post-milenial. Itu akan berlangsung pada masa kehidupan ini, sehingga perlu bertobat sebelum Yesus datang kembali dalam waktu dekat.
Penelitiannya atas Alkitab dan jerih payahnya menafsirkan angka-angka di dalamnya (terutama Daniel 8:14 dan 9:24) yang sedikit banyak cocok dengan ciri rasional dan minat matematis masyarakat pada masa itu, membawanya pada kesimpulan bahwa Kristus akan datang kembali pada tahun 1843 atau selambat-lambatnya 1844. Pada tahun 1818, Miller sudah yakin akan kebenarannya ‘penemuan’nya itu, namun ia masih menguji-cobanya selama 5 tahun. Dan pada tahun 1823, ia benar-benar mantap dengan kebenaran perhitungannya tersebut, lalu ia mulai menyampaikan dengan hati-hati kepada sejumlah kerabat dan keluarganya. Tetapi pada saat itu tidak ada pendeta yang tertarik, hingga akhirnya ia bertekad untuk mengumumkannya sendiri secara terbuka, tetapi kemudian mengurungkannya karena merasa tak layak.
Namun pada Sabtu pagi di tahun 1831, Miller meraa adanya suara desakan dalam batinnya supaya ia memberitakan kepada apa yang sudah ditemukannya itu. Tak lama kemudia ia mendapat undangan dari sekelompok Gereja Baptis untuk mengemukakan nubuatannya pada kitab Daniel itu. Dan hingga tahun 1844 ia diundang kemana-mana untuk berkhotbah tentang Advent Kedua itu. Hal ini membuat ia tidak sampai ditahbiskan menjadi pendeta. Sementara itu ia juga rajin mempublikasikan rangkaian khotbah dan ceramahnya melalui majalah maupun buku. Para pengikut Miller, yang disebut kaum Millerit, datang dari berbagai jenis gereja, jadi bersifat inter-konfesional; namun yang terbanyak adalah dari kalangan Metodis, diantaranya juga para pendeta.
Pada mulanya Miller sudah ragu dalam menentukan tanggal yang tepat dari Advent Kedua itu. Tetapi setelah tahun 1843 berlalu tanpa peristiwa yang berarti, maka pada tanggal 4 Februari 1844 Miller menulis artikel pada majalah Signs of Times (Tanda-tanda Zaman) bahwa itu akan berlangung antara tanggal 21 Maret 1843 dan 21 Maret 1844. Waktu yang tersisa tinggal 2 bulan lagi sehingga para pengikutnya heboh meninggalkan pekerjaannya, menjual harta benda atau membagikan kepada orang miskin dan menungguh di kemah-kemah dengan hati yang berdebar. Namun 21 Maret tiba dan berlalu tidak terjadi apa-apa. Banyak yang kecewa dan mengundurkan diri. Para penentang Miller pun mulai gencar melontarkan cemooh dan kutukan. Miller sendiri kecewa dan terpukul. Ia mengaku bersalah, namun ia masih tetap bersikukuh bahwa hari Tuhan sudah sangat dekat, bahkan di ambang pintu.
Sementara itu pengikut Miller mencoba mengutak-atik Alkitab untuk mendapatkan petunjuk baru. Lalu salah seorang dari mereka, Samuel S. Snow, berdasarkan Habakuk 2:3 dan Imamat 25:9 berkata bahwa mestinya ada ‘perlambatan waktu’ selama tujuh bulan sebelum bumi ini disucikan. Pada pertemuan mereka bulan Agutus 1844, diumumkanlah tanggal baru: 22 Oktober 1844. Semula Miller enggan namun ia ‘menyerah’ dan ikut mewartakannya. Para pengikutnya yang masih setia kembali buru-buru melakukan persiapan seperti sebelumnya. Bahkan ada yang sampai menyiapkan ‘jubah kenaikan [ke sorga]’, yang dicela Miller sebagai ‘keliru dan memalukan’. Dan pada 22 Oktober itu ribuan orang berkumpul di Rochester, New York sambil memandang ke langit menanti kedatangan Kristus. Namun tetap juga tidak terjadi apa-apa, membuat banyak orang merasa binggung, terpukul dan terhina. Miller kembali mengaku bahwa pengharapan kaum Adventis akan kedatangan Kristus itu terbukti premature. Tanggal 22 Oktober itu jadinya disebut hari ‘Kekecewaan Agung’.
Hiram Edson
Setelah kekecewaan yang dialami kaum Adventis oleh karena nubuatan Miller, membuat pengikutnya meninggalkan persekutuan mereka dan kembali ke gerja masing-masing hingga sempat ada kevakuman. Dan ternyata tidak semua dari mereka yang meninggalkan keyakinan akan Advent Kedua itu. Salah seorang pemimpin yang tampil mengatasi kevakuman itu sekaligus memberikan penjelasan baru adalah Hiram Edson (1806-1882). Dengan mengacu pada Wahyu 11:19 ia berkesimpulan bahwa pada tanggal 22 Oktober 1844 itu Kristus memang sudah mulai bertindak. Tetapi bukan kembali turun ke dunia, melainkan untuk memasuki pertama kalinya ruangan kedua dari Bait Suci Allah di sorga. Namun tidak pasti berapa lama.
Dalam ajaran Gereja Advent Hari Ketujuh yang disusun kemudian, pada hari itu Kristus memulai ‘penghakiman penyelidikan’. Sang Juruselamat mulai menetapkan siapa yang layak menghampiri hadirat Allah, dan Ia akan melangsungkan pelayanan ini sampai tiba waktunya ia daang kembali secara pribadi ke bumi. Jadi di satu pihak kaum Adventis mengakui bahwa perhitungan Miller banyak yang tepat, tetapi ia keliru menafsirkan ‘Bait Suci Allah’ itu sebagai bumi ini, sehingga keliru juga menafsirkan tanggal yang tepat dari Advent Kedua.
Dan yang menjadi persolan sekarang: siapakah yang layak diselidiki dan dipertimbangkan Kristus untuk beroleh keselamatan dan memasuki kota sorgawi. Ada pendapat yang mengatakan hanya merekalah yang sebelum 22 Oktober 1844 sudah percaya akan kesegeraan kedatangan Kristus itu. Pendapat ini disebut ‘gagasan pintu tertutup’. Tetapi sejak 1852, Ellen G. White- berdasarkan penglihatan yang ia peroleh- menyatakan bahwa pintu masih terbuka bagi mereka yang percaya setelah itu, karena ternyata masih ada banyak orang yang menerima pandangan kaum Adventis tentang Advent Kedua serta merindukan keselamatan. Pembatalan ‘gagasan pintu tertutup’ itu kira-kira bersamaan dengan penghentian upaya untuk menghitung-hitung tanggal Advent Kedua Kristus di dunia ini.
Joseph Bates
Sementara penafsiran Hiram Edson ata ‘pembersihan Bait Suci Allah’ menjadi semakin popular, tumbuh pula satu kelompok dan keyakinan baru lagi, The Sabbatarian Adventis, yang terutama dipelopori oleh seorang mantan nakhoda, Joseph Bates (1792-1872) dari New Bedford, Massachusetts. Sependapat dengan Edson, ia menekankan bahwa hari perhentian dan peribadahan adalah hari Sabbat (Sabtu) sesuai dengan titah keempat dalam Dasa Titah. Bersamaan dengan itu ditekankannya pula pentingnya menjaga kesucian hidup lewat penerapan berbagai larangan dan pantangan: bersumpah, mencuci pada hari Sabat, merokok atau bersugi, minum alcohol, the dan kopi, dan juga makan daging dari binatang haram yang menurut PL termasuk najis (babi, udang, kepiting dan sebagainya); apalagi yang mengandung darah. Kelak pemahaman ini juga ditampung dalam ajaran dan praktik Gereja Advent Hari Ketujuh, dengan memperkuat alasannya: umat Kristiani harus menjaga kesucian tubuhnya sebagai Bait Allah atau Bait Roh Kudus.
Konfrensi Kaum ‘Adventis Moderat’
Miller dan kawan-kawan masih optimis akan masa depan penganut harapan Advent Kedua itu, memprakarsai konfrensi untuk menyatukan pendapat. Konfrensi itu jadi berlangsung tanggal 29 April 1845, namun hanya dihadiri sebagaian kaum Adventis, yang mengaku sebagai kaum Adventis Moderat. Yang dianggap ekstrem antara lain kelompok Edson, Bates, dan Ellen G. White, tidak diundang. Jadi konfrensi ini mengarah pada pembentukan sekte baru yang sebenarnya tidak dimaksudkan oleh Miller pada mulanya. Konfrensi ini sempat memperlihatkan 4 perkembangan penting: (1) kaum Advent moderat disatukan dan diperkuat; (2) kelompok yang dinilai ekstrem diimbau untuk meinggalkan pendapat-pendapat dan praktik-praktik mereka, dan kembali pada Adventisme yang asli; (3) kaum Adventis moderat mengarah pada kecenderungan elitis, sebab pendukungannya pada umumnya adalah orang-orang berpendidikan; (4) pemisahan di kalangan kaum Adventis jadinya dipertegas.
Ternyata mereka yang menamakan diri kaum ‘Adventis moderat’, tidak bisa bertahan lama; segera mereka terpecah-pecah dan tidk lama kemudian hilang satu persatu atau kembali ke gereja semula, dimana sebagaian masih tetap memelihara kepercayaan akan Advent Kedua itu. Sedangkan kelompok-kelompok yang dinilai ekstrem tadi malah lambat laun bersatu, dan ajaran-ajaran mereka digabung menjadi dasar bagi Gereja Adventis Hari Ketujuh.
Ellen Gould Harmon White
Tokoh yang kemudian dipandang paling besar dalam aliran Adventis adalah Nyonya Ellen Gould Harmon White (1827-1915). Ellen lahir di daerah pertanian dekat kota Gorham, Maine, namun dibesarkan di Portland. Orang tua Ellen adalah warga gereja Metodis, namun ia sendiri tidak bergabung dengan gereja itu sampai ia mendengar Miller berkhotbah di Portland dan menerima pandangannya tentang Advent Kedua. Pada waktu itu ia pun mengaku bertobat. Ketika ia dibaptis tanggal 26 Juni 1842, ia minta agar baptisan itu dilayankan dengan cara diselamkan. Ternyata jemaat Metodis itu memenuhi permintaannya dan sejak saat itu ia menjadi anggota penuh gereja itu. Tetapi ia cuma beberapa bulan menjadi warga Metodis. Ketika Miller kembali berkhotbah di kota itu, Ellen bserta orang tuanya dan sanak saudara mereka menyatakan diri menganut sepenuhnya ajaran dan ramalan Miller, yang membuat mereka dikeluarkan dari gereja Metodis setempat.
Menjelang 22 Oktober 1844, Ellen dengan sungguh-sungguh menyambut kembali kedatangan Kristus. Selama beberapa minggu ia berdoa dengan tekun dan menguji pikiran dan perasaannya secara mendalam. Ketika hari yang dinantikan itu berlalu dengan tanpa mujizat kedatangan Kristus, Ellen sangat terpukul dan kecewa. Namun ia tetap yakin bahwa tanda-tanda zaman telah mengisyaratkan bahwa ‘akhir segala sesuatu telah sangat dekat”, sehingga ia tetap bersikukuh melanjutkan persiapannya menyongsong hari kedatangan Kristus. Pada Desember 1844 Ellen bersekutu dalam doa dengan 4 wanita lainnya. Pada saat berdoa ia mengaku menerima penglihatan yang pertama. Ia berkata bahwa kuasa Allah berkuasa atas dirinya. Tak lama setelah penglihatan pertama itu Ellen mengaku menerima sejumlah penglihatan lain. Demikian pada tahun-tahun selanjutnya ia menyatakan diri sebagai alat di tangan Allah, menyingkapkan terang dan pengetahuan bagi manusia. Dan dalam kenyataannya, setiap penetapan ajaran gerakan atau gerekan Adventis harus lebih dahulu didahului dan disahkan oleh penglihatan yang diterima Ellen.
Ellen mengadakan perjalanan serangkaian perjalanan membawa ‘terang dan damai Kristus’ kepada orang lain. Dalam perjalanannya itu ia bertemu dengan James White (1821-1881), seorang pengkhotbah Adventis, lalu menikah pada 30 Agustus 1846 dan selanjutnya bersama-sama mewartakan ajaran yang khas itu kepada umat manusia. Mereka juga bekerja sama dengan Joseph Bates karena mereka juga yakin akan pandangan Bates tentang Sabat dan penyucian. Ellen mengaku bahwa sebelumnya ia telah menerima penglihatan yang membenarkan bahwa hari Sabat adalah hari Sabtu. Kerjasama mereka memperkuat gerakan Adventis Sabat. Tak lama kemudian Ellen berkenalan dengan pandangan Hiram Edson tentang apa yang terjadi tanggal 22 Oktober 1844 itu. Dan ia juga mengaku lagi mendapat penglihatan kenabian, Ellen membenarkan pandangan Edson itu. Di pihak lain, Edson, Bates dan lainnya menyimpulkan bahwa Ellen G. White memiliki karunia nubuatan, bagaikan para nabi PL. Demikian berbagai unsure semapalan dari gerakan Millerit yang sempat berjalan sendiri-sendiri, terutama yang dinilai ekstrem, bergabung dengan cukup cepat dan mulus sehingga gerakan ini mencapai kemajuan besar.
Perkembangan dan Perluasan Gereja Adventis
Gerakan Adventis ini semula terwujud dalam persekutuan yang informal, dan namanya pun belum ada yang pasti. Namun sejak 1855 mereka sudah menetapkan sementara kantor pusat mereka di Battle Creek, Michigan dan Ellen semakin memegang kepemimpinan termasuk dalam perumusan ajaran. Hampir setiap aspek kepercayaan dan aktivitas persekutuan ini didorong dan diilhami oleh penglihatan ataupun fatwa Ellen. Pada tanggal 1 Oktober 1860 nama Seventh-Day Adventist diresmikan dan pada tahun 1863 hingga kini, kantor pusatnya berlokasi di Takoma park, Washington DC.
Sistem Organisasi Serta Pembinaan Pelayan dan Warga
Pemerintahan atau kepengurusan gereja Adventis mengenal sistem perwakilan. Masing-masing jemaat mengurus dirinya sendiri melalui para pejabatnya, yang mencakupi rohaniwan dan warga gereja. Para pelayan local: penatua, diakon/es dan pemimpin lainnya dipilih oleh jemaat. Pejabat-pejabat di wilayah geografis tertentu dipilih sebagai perwakilan di konfrensi dan badan perwakilan ini mempunyai tanggung jawab mengurusi gereja dan karya penginjilan di wilayahnya. Sedangkan pekerjaan yang mencakup wilayah yang lebih luas ditangan oleh badan yang lebih tinggi berskala nasional, yaitu sidang raya yang berlangsung sekali empat tahun, dimana dipilih Pengurus Am Uni. Pengurus Am Uni ini kemudian mengutus wakil-wakilnya ke sidang yang lebih tinggi, yaitu sidang divisi pada tingkat regional atau benua dan General Conference di Washington, yang merupakan badan tertinggi gereja ini.
Setiap unit pelayanan, kecuali di jemaat local, memilih pejabat penuh waktu untuk berbagai tugas gerejawi. Para pendetanya adalah tamatan seminari atau college Adventis dan ditahbiskan setelah 2 tahun atau lebih masa persiapan dan kemudian berwenang melayankan Baptisan, Perjamuan Kudus dan pemberkatan nikah.
Beberapa Pokok Ajarannya
Di bawah pengaruh dan kepemimpinan Ny. Ellen G. White pada tahun 1872, gereja ini untuk pertama kalinya merumuskan Statement of Faith (Pernyataan Iman), terdiri dari 25 pasal. Pada tahun 1932 dokumen ini diperbaharui sekaligus dipadatkan menjadi 22 pasal. Pada tahun 1980 diperbaharui lagi sekaligus ditambah menjadi 27 pasal, dan masing-masing sarat dengan acuan nas Alkitab. Pernyataan iman versi 1980, yang penulis anggap paing mencerminkan cirri khas ajaran gereja ini.
Adventis di Mata Gereja-gereja Lain dan Kontroversi di Dalamnya
Gereja Adventis sudah menjalin hubungan akrab dengan gereja lainnya, baik dengan gereja-gereja Protestan dari kalangan Ekumenikal maupun Evangelikal. Namun masih cukup banyak yang melihat gereja ini sebagai salah satu sekte yang ajarannya, diukur dengan Alkitab dan ortodoksi reformatories, mengandung banyak penyimpangan, tanpa menyangkali banyaknya hal yang baik dan terpuji yang telah dikerjakan gereja ini.
Antony A. Hoekema diacu Gruss sebagai salah seorang peneliti yang pada akhirnya berkesimpulan bahwa gereja ini lebih tepat lagi dikatakan sebagai cult ketimbang sebagai gereja, dengan alasan: “Gereja ini telah menambahkan kepada ajaran alkitabiah sejumlah ajaran yang tidak alkitabiah”.
Sejak 1950-an ada tren baru dalam gereja ini, yang pada akhirnya menimbulkan kontroversi. Sebagian dari antara pemimpin dan teolognya berupaya melakukan pembaruan dan koreksi ajaran, dengan mengikuti garis teologi Injili ataupun teologi modern, yakni menggunakan pendekatan ilmiah dalam studi Alkitab mapun dogma. Salah satu contoh yang mencerminkan trend baru dan kontroversi itu ialah terbitnya buku Seventh-Day Adventists Answer Questions on Doctrine (QOD). Buku ini ditulis oleh sekelompok ‘Adventis Injili’. Yang menjadi soal adalah cara menafsirkan dan menjelaskan setiap pokok, yang rupanya sudah meninggalkan ‘pakem-pakem’ yang baku. Di mata kalangan ‘Adventis tradisional’ buku ini telah menjual murah Adventisme, bahkan telah merampok Adventisme dari kekhususannya, atau sekurang-kurangnya tidak mencerminkan keyakina dan identitas Adventis Hari Ketujuh dengan cukup akurat. Sedangkan di mata pengamat tertentu di luar SDA, buku QOD ini telah membawa gereja itu pada krisis, terutama pada tahun 1980-an. Namun disisi lain para pengamat semakin disadarkan bahwa Adventis Hari Ketujuh bukanlah gereja atau aliran yang monolitik.
Di antara gereja-gereja atau aliran-aliran yang ada di lingkungan Kristen Protestan, gereja dan aliran Advent ini termasuk yang paling luas penyebarannya. Di seluruh dunia tersebar kira-kira di 200 negara. Di Indonesia ia sudah hadir sejak 1900 melalui kehadiran Ralph Waldo Munson di Padang sejak 1 Januari 1900. Oleh karena pekerjaannya kurang berhasil di Padang, ia pindah ke Medan didampingi dengan misionaris lain dari Australia dan kemudian ke Jawa, untuk selanjutnya kembali ke Amerika. Kemudian sejumlah misionaris lainnya menyusul datang dari Australia, Belanda dan Amerika. Sejak 1920-an sudah semakin banyak tenaga pribumi yang menyebarluaskan gereja ini. Kini Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK); terjemahan dari Seventh-Day Adventis (SDA), merupakan gereja terbesar dalam rumpun Adventis sedunia.
Dewasa ini kita terkesan oleh kehadiran gereja ini di negeri kita melalui berbagai kegiatan mereka yang menonjol, antara lain peribadahan pada hari Sabtu (Sabat; hari ketujuh) yang berbeda dengan gereja-gereja lain pada umumnya. Lalu publikasi bermacam-ragam buku dan majalah, termasuk di bidang kesehatan yang disebar dari rumah ke rumah. Publikasi ini ditunjang oleh lembaga penerbit dan percetakan Indonesia Publishing House di Bandung. Kemudian lembaga pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi (a.l. Universitas Advent di Bandung dan Universitas Klabat di Minahasa, yang menyatu dengan seminarinya) dan sejumlah kursus-kursus. Tidak ketinggalan Rumah Sakit di Bandung dan juga kuartet SUARA NUBUATAN yang dapat dinikmati sekitar sekali sebulan melalui Mimbar Agama Kristen di TVRI.
Gereja atau aliran Advent ini lahir di AS. Sebagai organisasi gereja, SDA secara resmi terbentuk tahun 1863. Tetapi akar dan asal mulanya sudah terlihat sejak awal abad ke-19 melalui sejumlah gerakan dan paham yang berkaitan dengan milenium (kerajaan 1000 tahun), eskatologi, parousia (kedatangan Yesus kedua kali) dan apokaliptik (mengenai penglihatan khusus yang bersifat supra-alamiah), yang bermuara pada sejumlah tokoh perintis gereja ini, antara lain William Miller, Hiram Edson, Joseph Bates dan yang terpenting Ny. Ellen Gould Harmon-White.
Latar Belakang dan Konteks Kemunculannya
Memasuki abad ke-19, kekristenan Amerika terutama bercorak Protestan. Tetapi pada abad ke-18 sudah mengalai Kebangunan Besar gelombang pertama dengan tokoh-tokohnya, antara lain George Whitefield dan Jonathan Edwards. Berarti dampak kebangunan rohani itu sudah terjelma dalam bentuk persekutuan-persekutuan yang independent dan tidak formal. Kenyataan ini berkaitan erat dengan pengesahan Konstitusi (Undang-undang Dasar) AS tahun 1789, di mana antara lain dinyatakan bahwa gereja terpisah dari negara dan negara tidak berwenang mencampuri urusan negara, baik dalam soal pembentukan wadahnya maupun menyangkut kebebasannya. Sejak saat itu terdapat kemajemukan dan kebebaan beragama, di mana semakin nyata akibat pengaruh rasionalisme dan deisme dari Eropa.
Abad ke-19 juga merupakan masa ekspansi geografis dari bangsa Amerika yang baru terbentuk itu, bersamaan dengan ekspansi gereja-gereja mereka. Hingga akhirnya bangsa ini menguasai seluruh [bagian] benua dari pantai Atlantik hingga Pasifik. Dalam hal ini mereka berhasil dan keberhasilan ini melahirkan optimisme besar, yang biasanya diberi cap keagamaan.. Mereka memahami diri sebagai ‘ bangsa pilihan Allah’ atau ‘Israel baru,’ dan memandang benua Amerika sebagai ‘tanah perjanjian’ ataupun ‘Yerusalem Baru’. Kebangkitan semangat nasionalisme ini dimateraikan dengan semboyan-semboyan religius. Harapan milenaris yang dibawa dari Eropa oleh sebagian sudah dianggap terwujud. Kerajaan 1000 tahun (kadang disebut Kerajaan Allah) sudah berlangsung di Amerika dan Yesus datang kedua kalinya pada akhir masa 1000 tahun itu. Ini disebut post-milenialisme (sering dikhotbahkan para tokoh Kebangunan Besar abad ke-18, terutama J. Edward).
Optimisme dan rasa kejayaan sebagai bangsa yang bergabung dengan wawasan post-milenialisme ini didukung pula oleh beberapa paham serta kekuatan teologis dan filosofis lainnya. Universalisme dan individualisme (unitarianisme) yang juga berkembang pada masa itu mendukung kultur demokrasi yang sedang tumbuh dan memberi tekanan kuat pada kemuliaan dan nilai tinggi manusia. Ini diperkuat oleh Arminianisme yang dianut oleh gereja Metodis yang sedang tumbuh pesat pada saat itu, yang menandaskan bahwa kasih dan pengampunan Allah berlaku bagi semua orang berdosa. Karena rencana keselamatan yang dari Allah itu mencakup semua orang, maka mestinya setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk memperolehnya dan perolehan keselamatan itu lebih banyak bergantung pada prakarsa manusia ketimbang prakarsa dan kedaulatan Allah. Dalam arti lain, watak antroposentris (manusia sebagai pusat kenyataan dan pemrakarsa keselamatan dirinya maupun penguasa alam semesta) menjadi sangat menonjol. Orang Kristen cenderung untuk lebih banyak bergiat atau mengerjakan sesuatu dan kurang waktu maupun minat untuk berefleksi (berpikir, merenung, dan mengungkapkan hasilnya). Semangat nasionalisme baru, kesadaran akan milenium yang sudah berlangsung, semangat aktivisme yang didasarkan pada penekanan yang kuat atas prakarsa manusia, serta realisasi Allah dan pengampunan Allah bagi semua orang, menghasilkan dampak yang jelas bagi gereja. Kalau masyarakat Amerika mau dimenangkan bagi kekristenan, maka gereja harus menyusun program penginjilan yang tangguh. Maka dibentuklah berbagai lembaga penginjilan dalam negeri dengan 3 sasaran. Dan lebih lanjut mulai dibentuk pula lembaga penginjilan ke luar negeri, sebab bangsa Amerika sebagai ‘bangsa pilihan Allah’ terpanggil membawa terang dan keselamatan kepada bangsa lain. Salah satunya adalah ABCFM, dibentuk 1810, yang sempat mengutus beberapa misionarisnya ke Indonesia (antara lain Samuel Munson dan Henry Lyman yang dibunuh orang batak di Lobu Pining, Tarutung, Sumut). Bagi gereja-gereja, sama seperti bagi bangsa dan negara AS pada umumya, dasawarsa terakhir abad ke-18 hingga akhir sekitar 1830 merupakan ‘masa perasaan enak’ (era of good-feeling). Berdasarkan berbagai wawasan dan iklim kehidupan yang digambarkan di atas, gereja bahu-membahu bersama sebagaian besar bangsa itu mengerjakan dan menghasilkan berbagai kebajikan: mendirikan sekolah sekaligus membangun sistem pendidikan, termasuk bagi penderita berbagai jenis cacat, mendukung berbagai macam gerakan kemanusiaan (termasuk gerakan anti perbudakan), membentuk Lmebaga Alkitab Amerika, Persekutuan Sekolah Minggu Amerika dan sebagainya. Dengan itu tak heran bila pada masa ini tumbuh juga sejumlah gerakan dan persekutuan utopian, yang mengabdikan diri pada cita-cita menegakkan suatu tata-tertib kehidupan ideal yang berpedoman pada ajaran agama. Hampir semua gerakan seperti ini menganut pemahaman atas Alkitaab secara harafiah dan sangat menekankan kesalehan.
Pada dasawarsa 1830-an ‘masa perasaan enak’ berangsur-angsur berganti dengan ‘masa pertikaian’ (era of controvery), yang merupakan ancaman bagi pandangan post-milenialisme yang sedang popular maupun sukses dari gerakan kebajikan. Masa pertikaian itu mula-mula ditandai oleh ‘seksionalisme’: jati diri republik yang belum lama terbentuk itu mulai dipersoalkan di antara sejumlah negara bagian yang ingin punya hak dan kedaulatan sendiri. Penanda kedua adalah mendinginnya impian tentang milenium yang gemilang akibat depresi ekonomi dan keuangan pada tahun 1837, yang sangat memerosotkan berbagai karya kebajikan. Lebih lanjut, semangat kebangunan rohani (revivalisme) , yang mulai pada abad ke-18 dan terus berlanjut hingga awal abad ke-19, telah meningkatkan individualime pada bangsa itu. Sebab berdasarkan pemahaman yang ditanam revivalisme ini, banyak bergantung kepada keputusan pribadi dari setiap individu. Karena ikap nonkonformis dianggap wajar, bahkan terpuji. Ini menciptakan iklim yang cocok bagi lahirnya gagasan-gagasan dan gerakan-gerakan yang ekstrem dan perfeksionistis, bahkan anti-nomian (menolak adanya hukum) di dalam dan di sekitar gereja dan wadah-wadah keagamaan. Banyak dari antara gerakan revival yang bercorak ekstrem itu yang sangat getol menyatakan bahwa karya dan tindakan mereka langsung di bawah tuntunan Roh Kudus dan milenium belum-namun segera- datang. Keadaan ini membuat masyarakat dan gereja mengalami banyak pertikaian, bahkan perpecahan. Di kawasan-kawasan yang diduduki gerakan-gerekan seperti ini- umumnya daerah pinggiran dan pedalaman dari kawasan timur laut AS- di sinilah lahir gerakan dan aliran Adventisme, Mormonisme dan Spiritualisme.
Pada awal abad ke-19 di kalangan kaum ‘Injili’ (yakni yang bersemangat kebangunan rohani) terdapat penekanan yang kuat atas penelaah bagian-bagian Alkitab yang berbicara mengenai Advent Kedua (=parousia), yakni kedatangan Yesus kedua kali, dan eskaton (akhir zaman). Banyak dari antara mereka ambil bagian dalam penelaah ini menjadi yakin bahwa kedatangan kembali Kristus dan Hati Penghakiman akan segera tiba dan milenium pun akan mulai. Dengan demikian paham pramilenialisme bangkit kembali sebagai tanda penolakan terhadap post-milenialisme. Perhatian kepada hal-hal ini bermula di Eropa, berkat rangsangan revolusi Perancis, lalu menular ke Amerika, menguatkan pemahaman sejenis yang mulai bangkit kembali pada sekitar dasawarsa 1830-an. Salah satu tokoh di Amerika yang menganut paham pra-milenialisme ini adalah William Miller. Dengan adanya pertikaian dan kekuatiran di sepanjang dasawarsa 1830-an, maka lahirlah gerakan-gerakan baru, terutama dari gereja-gereja Protestan. Salah satu diantaranya adalah gerakan atau aliran Adventis.
Awal Sejarahnya
Sejarah aliran ini akan ditelusuri dengan memusatkan perhatian kepada beberapa tokoh utamanya.
William Miller
William Miller (1782-1849) lahir di Pittsfield, Massachusetts, segera setelah perang kemerdekaan, di mana ayahnya menjadi kapten. Sebagai yang tertua di antara 16 bersaudara, ia dibesarkan di lingkungan yang saat religius di Low Hampton, di timur laut negara bagian New York. Pada masa mudanya ia memuaskan kehausannya akan pengetahuan dengan belajar sendiri. Ternyata ia berbakat besar dan lumayan cerdas, sehingga berhasil membaca banyak buku (termasuk Akitab dan matematika) dan mengembangkan metode belajarnya sendiri.
Sesudah menikah, ia menetap beberapa tahun di Poultney, Vermont, dan di sini ia sempat bekerja sebagai pembantu sherif. Melalui pergaulannya dengan sejumlah warga masyarakat setempat yang menganut deisme, Miller meninggalkan keyakinan agamanya dan menjadi seorang deis. Pada perang antara AS dan Inggris (1812-1814) ia menjadi tentara hingga pangkat kapten. Pada saat itu ia menjadi kecewa akan deisme yang dianutnya, karena lewat pengalaman berperang itu ia semakin menyadari kodrat manusia sebagai pedosa. Namun di sisi lain, berkat kemenangan pasukan AS atas pasukan Inggris yang jumlahnya jauh lebih besar, Miller merasa yakin bahwa Allah mengawal pasukan AS sama seperti Ia menjagai pasukan Israel ketika hendak merebut tanah Kanaan. Setelah meninggalkan dinas ketentaraan dan menjadi petani, ia menyediakan lebih banyak waktu untuk menggumuli sejumlah pertanyaan eksistensial mengenai kesulitan dan penderitaan manusia. Sambil menggumuli makna kehidupan lebih mendalam, ia mengikuti secara teratur kegiatan salah satu jemaat Gereja Baptis, kendati belum menjadi anggota.
Pada tahun 1816, ketika membacakan khotbah berdasarkan Yesaya 53 (Hamba Allah yang menderita) di tengah jemaat itu, Miller mengalami pertobatan, lalu sepenuhnya menjadi anggota. Berkat tantangan dari teman-temannya penganut deisme, ia mulai menekankan Alkitab secara intensif, dengan maksud agar ia dapat membenarkan dan menguatkan keputusannya menerima iman kristiani. Berdasarkan penelitian selama 2 tahun, ia berkesimpulan bahwa menurut Alkitab Advent Kedua itu bersifat pra-milenial, bukan post-milenial. Itu akan berlangsung pada masa kehidupan ini, sehingga perlu bertobat sebelum Yesus datang kembali dalam waktu dekat.
Penelitiannya atas Alkitab dan jerih payahnya menafsirkan angka-angka di dalamnya (terutama Daniel 8:14 dan 9:24) yang sedikit banyak cocok dengan ciri rasional dan minat matematis masyarakat pada masa itu, membawanya pada kesimpulan bahwa Kristus akan datang kembali pada tahun 1843 atau selambat-lambatnya 1844. Pada tahun 1818, Miller sudah yakin akan kebenarannya ‘penemuan’nya itu, namun ia masih menguji-cobanya selama 5 tahun. Dan pada tahun 1823, ia benar-benar mantap dengan kebenaran perhitungannya tersebut, lalu ia mulai menyampaikan dengan hati-hati kepada sejumlah kerabat dan keluarganya. Tetapi pada saat itu tidak ada pendeta yang tertarik, hingga akhirnya ia bertekad untuk mengumumkannya sendiri secara terbuka, tetapi kemudian mengurungkannya karena merasa tak layak.
Namun pada Sabtu pagi di tahun 1831, Miller meraa adanya suara desakan dalam batinnya supaya ia memberitakan kepada apa yang sudah ditemukannya itu. Tak lama kemudia ia mendapat undangan dari sekelompok Gereja Baptis untuk mengemukakan nubuatannya pada kitab Daniel itu. Dan hingga tahun 1844 ia diundang kemana-mana untuk berkhotbah tentang Advent Kedua itu. Hal ini membuat ia tidak sampai ditahbiskan menjadi pendeta. Sementara itu ia juga rajin mempublikasikan rangkaian khotbah dan ceramahnya melalui majalah maupun buku. Para pengikut Miller, yang disebut kaum Millerit, datang dari berbagai jenis gereja, jadi bersifat inter-konfesional; namun yang terbanyak adalah dari kalangan Metodis, diantaranya juga para pendeta.
Pada mulanya Miller sudah ragu dalam menentukan tanggal yang tepat dari Advent Kedua itu. Tetapi setelah tahun 1843 berlalu tanpa peristiwa yang berarti, maka pada tanggal 4 Februari 1844 Miller menulis artikel pada majalah Signs of Times (Tanda-tanda Zaman) bahwa itu akan berlangung antara tanggal 21 Maret 1843 dan 21 Maret 1844. Waktu yang tersisa tinggal 2 bulan lagi sehingga para pengikutnya heboh meninggalkan pekerjaannya, menjual harta benda atau membagikan kepada orang miskin dan menungguh di kemah-kemah dengan hati yang berdebar. Namun 21 Maret tiba dan berlalu tidak terjadi apa-apa. Banyak yang kecewa dan mengundurkan diri. Para penentang Miller pun mulai gencar melontarkan cemooh dan kutukan. Miller sendiri kecewa dan terpukul. Ia mengaku bersalah, namun ia masih tetap bersikukuh bahwa hari Tuhan sudah sangat dekat, bahkan di ambang pintu.
Sementara itu pengikut Miller mencoba mengutak-atik Alkitab untuk mendapatkan petunjuk baru. Lalu salah seorang dari mereka, Samuel S. Snow, berdasarkan Habakuk 2:3 dan Imamat 25:9 berkata bahwa mestinya ada ‘perlambatan waktu’ selama tujuh bulan sebelum bumi ini disucikan. Pada pertemuan mereka bulan Agutus 1844, diumumkanlah tanggal baru: 22 Oktober 1844. Semula Miller enggan namun ia ‘menyerah’ dan ikut mewartakannya. Para pengikutnya yang masih setia kembali buru-buru melakukan persiapan seperti sebelumnya. Bahkan ada yang sampai menyiapkan ‘jubah kenaikan [ke sorga]’, yang dicela Miller sebagai ‘keliru dan memalukan’. Dan pada 22 Oktober itu ribuan orang berkumpul di Rochester, New York sambil memandang ke langit menanti kedatangan Kristus. Namun tetap juga tidak terjadi apa-apa, membuat banyak orang merasa binggung, terpukul dan terhina. Miller kembali mengaku bahwa pengharapan kaum Adventis akan kedatangan Kristus itu terbukti premature. Tanggal 22 Oktober itu jadinya disebut hari ‘Kekecewaan Agung’.
Hiram Edson
Setelah kekecewaan yang dialami kaum Adventis oleh karena nubuatan Miller, membuat pengikutnya meninggalkan persekutuan mereka dan kembali ke gerja masing-masing hingga sempat ada kevakuman. Dan ternyata tidak semua dari mereka yang meninggalkan keyakinan akan Advent Kedua itu. Salah seorang pemimpin yang tampil mengatasi kevakuman itu sekaligus memberikan penjelasan baru adalah Hiram Edson (1806-1882). Dengan mengacu pada Wahyu 11:19 ia berkesimpulan bahwa pada tanggal 22 Oktober 1844 itu Kristus memang sudah mulai bertindak. Tetapi bukan kembali turun ke dunia, melainkan untuk memasuki pertama kalinya ruangan kedua dari Bait Suci Allah di sorga. Namun tidak pasti berapa lama.
Dalam ajaran Gereja Advent Hari Ketujuh yang disusun kemudian, pada hari itu Kristus memulai ‘penghakiman penyelidikan’. Sang Juruselamat mulai menetapkan siapa yang layak menghampiri hadirat Allah, dan Ia akan melangsungkan pelayanan ini sampai tiba waktunya ia daang kembali secara pribadi ke bumi. Jadi di satu pihak kaum Adventis mengakui bahwa perhitungan Miller banyak yang tepat, tetapi ia keliru menafsirkan ‘Bait Suci Allah’ itu sebagai bumi ini, sehingga keliru juga menafsirkan tanggal yang tepat dari Advent Kedua.
Dan yang menjadi persolan sekarang: siapakah yang layak diselidiki dan dipertimbangkan Kristus untuk beroleh keselamatan dan memasuki kota sorgawi. Ada pendapat yang mengatakan hanya merekalah yang sebelum 22 Oktober 1844 sudah percaya akan kesegeraan kedatangan Kristus itu. Pendapat ini disebut ‘gagasan pintu tertutup’. Tetapi sejak 1852, Ellen G. White- berdasarkan penglihatan yang ia peroleh- menyatakan bahwa pintu masih terbuka bagi mereka yang percaya setelah itu, karena ternyata masih ada banyak orang yang menerima pandangan kaum Adventis tentang Advent Kedua serta merindukan keselamatan. Pembatalan ‘gagasan pintu tertutup’ itu kira-kira bersamaan dengan penghentian upaya untuk menghitung-hitung tanggal Advent Kedua Kristus di dunia ini.
Joseph Bates
Sementara penafsiran Hiram Edson ata ‘pembersihan Bait Suci Allah’ menjadi semakin popular, tumbuh pula satu kelompok dan keyakinan baru lagi, The Sabbatarian Adventis, yang terutama dipelopori oleh seorang mantan nakhoda, Joseph Bates (1792-1872) dari New Bedford, Massachusetts. Sependapat dengan Edson, ia menekankan bahwa hari perhentian dan peribadahan adalah hari Sabbat (Sabtu) sesuai dengan titah keempat dalam Dasa Titah. Bersamaan dengan itu ditekankannya pula pentingnya menjaga kesucian hidup lewat penerapan berbagai larangan dan pantangan: bersumpah, mencuci pada hari Sabat, merokok atau bersugi, minum alcohol, the dan kopi, dan juga makan daging dari binatang haram yang menurut PL termasuk najis (babi, udang, kepiting dan sebagainya); apalagi yang mengandung darah. Kelak pemahaman ini juga ditampung dalam ajaran dan praktik Gereja Advent Hari Ketujuh, dengan memperkuat alasannya: umat Kristiani harus menjaga kesucian tubuhnya sebagai Bait Allah atau Bait Roh Kudus.
Konfrensi Kaum ‘Adventis Moderat’
Miller dan kawan-kawan masih optimis akan masa depan penganut harapan Advent Kedua itu, memprakarsai konfrensi untuk menyatukan pendapat. Konfrensi itu jadi berlangsung tanggal 29 April 1845, namun hanya dihadiri sebagaian kaum Adventis, yang mengaku sebagai kaum Adventis Moderat. Yang dianggap ekstrem antara lain kelompok Edson, Bates, dan Ellen G. White, tidak diundang. Jadi konfrensi ini mengarah pada pembentukan sekte baru yang sebenarnya tidak dimaksudkan oleh Miller pada mulanya. Konfrensi ini sempat memperlihatkan 4 perkembangan penting: (1) kaum Advent moderat disatukan dan diperkuat; (2) kelompok yang dinilai ekstrem diimbau untuk meinggalkan pendapat-pendapat dan praktik-praktik mereka, dan kembali pada Adventisme yang asli; (3) kaum Adventis moderat mengarah pada kecenderungan elitis, sebab pendukungannya pada umumnya adalah orang-orang berpendidikan; (4) pemisahan di kalangan kaum Adventis jadinya dipertegas.
Ternyata mereka yang menamakan diri kaum ‘Adventis moderat’, tidak bisa bertahan lama; segera mereka terpecah-pecah dan tidk lama kemudian hilang satu persatu atau kembali ke gereja semula, dimana sebagaian masih tetap memelihara kepercayaan akan Advent Kedua itu. Sedangkan kelompok-kelompok yang dinilai ekstrem tadi malah lambat laun bersatu, dan ajaran-ajaran mereka digabung menjadi dasar bagi Gereja Adventis Hari Ketujuh.
Ellen Gould Harmon White
Tokoh yang kemudian dipandang paling besar dalam aliran Adventis adalah Nyonya Ellen Gould Harmon White (1827-1915). Ellen lahir di daerah pertanian dekat kota Gorham, Maine, namun dibesarkan di Portland. Orang tua Ellen adalah warga gereja Metodis, namun ia sendiri tidak bergabung dengan gereja itu sampai ia mendengar Miller berkhotbah di Portland dan menerima pandangannya tentang Advent Kedua. Pada waktu itu ia pun mengaku bertobat. Ketika ia dibaptis tanggal 26 Juni 1842, ia minta agar baptisan itu dilayankan dengan cara diselamkan. Ternyata jemaat Metodis itu memenuhi permintaannya dan sejak saat itu ia menjadi anggota penuh gereja itu. Tetapi ia cuma beberapa bulan menjadi warga Metodis. Ketika Miller kembali berkhotbah di kota itu, Ellen bserta orang tuanya dan sanak saudara mereka menyatakan diri menganut sepenuhnya ajaran dan ramalan Miller, yang membuat mereka dikeluarkan dari gereja Metodis setempat.
Menjelang 22 Oktober 1844, Ellen dengan sungguh-sungguh menyambut kembali kedatangan Kristus. Selama beberapa minggu ia berdoa dengan tekun dan menguji pikiran dan perasaannya secara mendalam. Ketika hari yang dinantikan itu berlalu dengan tanpa mujizat kedatangan Kristus, Ellen sangat terpukul dan kecewa. Namun ia tetap yakin bahwa tanda-tanda zaman telah mengisyaratkan bahwa ‘akhir segala sesuatu telah sangat dekat”, sehingga ia tetap bersikukuh melanjutkan persiapannya menyongsong hari kedatangan Kristus. Pada Desember 1844 Ellen bersekutu dalam doa dengan 4 wanita lainnya. Pada saat berdoa ia mengaku menerima penglihatan yang pertama. Ia berkata bahwa kuasa Allah berkuasa atas dirinya. Tak lama setelah penglihatan pertama itu Ellen mengaku menerima sejumlah penglihatan lain. Demikian pada tahun-tahun selanjutnya ia menyatakan diri sebagai alat di tangan Allah, menyingkapkan terang dan pengetahuan bagi manusia. Dan dalam kenyataannya, setiap penetapan ajaran gerakan atau gerekan Adventis harus lebih dahulu didahului dan disahkan oleh penglihatan yang diterima Ellen.
Ellen mengadakan perjalanan serangkaian perjalanan membawa ‘terang dan damai Kristus’ kepada orang lain. Dalam perjalanannya itu ia bertemu dengan James White (1821-1881), seorang pengkhotbah Adventis, lalu menikah pada 30 Agustus 1846 dan selanjutnya bersama-sama mewartakan ajaran yang khas itu kepada umat manusia. Mereka juga bekerja sama dengan Joseph Bates karena mereka juga yakin akan pandangan Bates tentang Sabat dan penyucian. Ellen mengaku bahwa sebelumnya ia telah menerima penglihatan yang membenarkan bahwa hari Sabat adalah hari Sabtu. Kerjasama mereka memperkuat gerakan Adventis Sabat. Tak lama kemudian Ellen berkenalan dengan pandangan Hiram Edson tentang apa yang terjadi tanggal 22 Oktober 1844 itu. Dan ia juga mengaku lagi mendapat penglihatan kenabian, Ellen membenarkan pandangan Edson itu. Di pihak lain, Edson, Bates dan lainnya menyimpulkan bahwa Ellen G. White memiliki karunia nubuatan, bagaikan para nabi PL. Demikian berbagai unsure semapalan dari gerakan Millerit yang sempat berjalan sendiri-sendiri, terutama yang dinilai ekstrem, bergabung dengan cukup cepat dan mulus sehingga gerakan ini mencapai kemajuan besar.
Perkembangan dan Perluasan Gereja Adventis
Gerakan Adventis ini semula terwujud dalam persekutuan yang informal, dan namanya pun belum ada yang pasti. Namun sejak 1855 mereka sudah menetapkan sementara kantor pusat mereka di Battle Creek, Michigan dan Ellen semakin memegang kepemimpinan termasuk dalam perumusan ajaran. Hampir setiap aspek kepercayaan dan aktivitas persekutuan ini didorong dan diilhami oleh penglihatan ataupun fatwa Ellen. Pada tanggal 1 Oktober 1860 nama Seventh-Day Adventist diresmikan dan pada tahun 1863 hingga kini, kantor pusatnya berlokasi di Takoma park, Washington DC.
Sistem Organisasi Serta Pembinaan Pelayan dan Warga
Pemerintahan atau kepengurusan gereja Adventis mengenal sistem perwakilan. Masing-masing jemaat mengurus dirinya sendiri melalui para pejabatnya, yang mencakupi rohaniwan dan warga gereja. Para pelayan local: penatua, diakon/es dan pemimpin lainnya dipilih oleh jemaat. Pejabat-pejabat di wilayah geografis tertentu dipilih sebagai perwakilan di konfrensi dan badan perwakilan ini mempunyai tanggung jawab mengurusi gereja dan karya penginjilan di wilayahnya. Sedangkan pekerjaan yang mencakup wilayah yang lebih luas ditangan oleh badan yang lebih tinggi berskala nasional, yaitu sidang raya yang berlangsung sekali empat tahun, dimana dipilih Pengurus Am Uni. Pengurus Am Uni ini kemudian mengutus wakil-wakilnya ke sidang yang lebih tinggi, yaitu sidang divisi pada tingkat regional atau benua dan General Conference di Washington, yang merupakan badan tertinggi gereja ini.
Setiap unit pelayanan, kecuali di jemaat local, memilih pejabat penuh waktu untuk berbagai tugas gerejawi. Para pendetanya adalah tamatan seminari atau college Adventis dan ditahbiskan setelah 2 tahun atau lebih masa persiapan dan kemudian berwenang melayankan Baptisan, Perjamuan Kudus dan pemberkatan nikah.
Beberapa Pokok Ajarannya
Di bawah pengaruh dan kepemimpinan Ny. Ellen G. White pada tahun 1872, gereja ini untuk pertama kalinya merumuskan Statement of Faith (Pernyataan Iman), terdiri dari 25 pasal. Pada tahun 1932 dokumen ini diperbaharui sekaligus dipadatkan menjadi 22 pasal. Pada tahun 1980 diperbaharui lagi sekaligus ditambah menjadi 27 pasal, dan masing-masing sarat dengan acuan nas Alkitab. Pernyataan iman versi 1980, yang penulis anggap paing mencerminkan cirri khas ajaran gereja ini.
Adventis di Mata Gereja-gereja Lain dan Kontroversi di Dalamnya
Gereja Adventis sudah menjalin hubungan akrab dengan gereja lainnya, baik dengan gereja-gereja Protestan dari kalangan Ekumenikal maupun Evangelikal. Namun masih cukup banyak yang melihat gereja ini sebagai salah satu sekte yang ajarannya, diukur dengan Alkitab dan ortodoksi reformatories, mengandung banyak penyimpangan, tanpa menyangkali banyaknya hal yang baik dan terpuji yang telah dikerjakan gereja ini.
Antony A. Hoekema diacu Gruss sebagai salah seorang peneliti yang pada akhirnya berkesimpulan bahwa gereja ini lebih tepat lagi dikatakan sebagai cult ketimbang sebagai gereja, dengan alasan: “Gereja ini telah menambahkan kepada ajaran alkitabiah sejumlah ajaran yang tidak alkitabiah”.
Sejak 1950-an ada tren baru dalam gereja ini, yang pada akhirnya menimbulkan kontroversi. Sebagian dari antara pemimpin dan teolognya berupaya melakukan pembaruan dan koreksi ajaran, dengan mengikuti garis teologi Injili ataupun teologi modern, yakni menggunakan pendekatan ilmiah dalam studi Alkitab mapun dogma. Salah satu contoh yang mencerminkan trend baru dan kontroversi itu ialah terbitnya buku Seventh-Day Adventists Answer Questions on Doctrine (QOD). Buku ini ditulis oleh sekelompok ‘Adventis Injili’. Yang menjadi soal adalah cara menafsirkan dan menjelaskan setiap pokok, yang rupanya sudah meninggalkan ‘pakem-pakem’ yang baku. Di mata kalangan ‘Adventis tradisional’ buku ini telah menjual murah Adventisme, bahkan telah merampok Adventisme dari kekhususannya, atau sekurang-kurangnya tidak mencerminkan keyakina dan identitas Adventis Hari Ketujuh dengan cukup akurat. Sedangkan di mata pengamat tertentu di luar SDA, buku QOD ini telah membawa gereja itu pada krisis, terutama pada tahun 1980-an. Namun disisi lain para pengamat semakin disadarkan bahwa Adventis Hari Ketujuh bukanlah gereja atau aliran yang monolitik.
RINGKASAN ALIRAN LUTHERAN
GEREJA LUTHERAN
Aliran ataupun gereja-gereja Lutheran mengambil namanya dari tokoh Reformasi, yaitu Martin Luther. Aliran ini berpedoman pada ajaran Luther. Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran ataupun denominasi Lutheran merupakan yang tertua dan memiliki jumlah anggota gereja penganutnya yang terbanyak, yang tersebar di Eropa, Amerika, Afrika, Asia dan Australia. Sekitar 90 persen dari gereja-gereja yang mengaku masuk aliran Lutheran, yaitu 105 organisasi gereja bergabung dalam The Lutheran World Federation (LWF; berdiri tahun 1947).
Di Indonesia sekurang-kurangnya ada 8 organisasi gereja yang termasuk aliran Lutheran serta menjadi anggota LWF, yaitu HKBP, GKPS, GPKB, GKPI, HKI, GKLI, GKPA dan GKPM; semuanya (kecuali GPKB) berkantor sinode (pusat) di Sumatera Utara dan sekitarnya. Kedelapan gereja ini merupakan hasil pekerjaan Rheinische Mission-gesell-schaft (RMG; lembaga pekabarab Injil dari Rheinland, Jerman) yang berasal dari lingkungan gereja yang menganut aliran Uniert (campuran Lutheran dan Calvinis) yang bekerja sejak 1861. Di lain pihak pengaruh ajaran Lutheran dan aliran Lutheran tidak hanya terasa di lingkungan gereja-gereja di atas, tetapi juga hampir semua gereja yang termasuk mazhab Protestan. Hal itu wajar, mengingat Martin Luther adalah tokoh pertama Reformasi gereja abad ke-16.
Latar belakang dan Sejarahnya
Berbicara tentang aliran Lutheran, dengan sendirinya harus berbicara tentang Martin Luther dan keadaan gereja di Eropa pada umumnya dan di Jerman pada khususnya di sekitar awal abad ke-16. Selain itu juga, kita akan melihat beberapa pokok pandangan dan ajarannya, termasuk perkembangan dan pergeseran dari Luther ke Lutheranisme.
Latar belakang
Reformasi yang dicanangkan Luther tidak terlepas dari perkembangan situasi kerohanian atau kegerejaan, sosial politik, kebudayaan dan perekonomian di Eropapada masa itu. Di bidang kerohanian atau kegerejaan, sudah sejak abad ke-5 uskup Roma (Paus) semakin memperlihatkan dan mengklaim supremasi atau keunggulan atas seluruh gerejanya di Eropa. Supremasi ini tidak hanya berlaku di gereja tetapi juga atas Negara atau pemerintah. Klaim supremasi ini kemudian disusul dengan penetapan berbagai ajaran gereja (Katolik Roma) yang tidak hanya bersumber dari Alkitab, melainkan juga dari tradisi. Di dalamnya antara lain dinyatakan bahwa Paus-lah yang memiliki dan menentukan keselamatan manusia, dan dalam memperoleh keselamatan itu manusia harus ikut berperan dalam bentuk beramal atau berbuat baik; jadi tidak hanya cukup mengandalkan iman dan kasih karunia Allah. Sehubungan dengan ini, kalau seseorang mau selamat melintasi purgatorium (api penyucian) menuju ke kehidupan kekal, ia harus berbuat banyak hal yang baik bagi gereja dan harus membeli surat penghapusan siksa dari pejabat gereja sesuai dengan timbangan dosanya. Padahal banyak pejabat gereja yang memperlihatkan perilaku yang jauh dari kesucian dan kesalehan ataupun dari ketergantungan penuh pada rahmat Allah, hidup dalam gemilangan kemewahan dan berbuat amoral.
Pelayanan, pembinaan dan penggembalaan kepada umat sangat diabaikan, karena manusia secara otomatis sudah dianggap menjadi anggota gereja sejak kelahirannya. Keadaan ini meresahkan banyak orang, termasuk sejumlah rohaniawan yang masih berusaha memelihara ketertiban hidup dan kemurnian ajaran gereja dan semakin kuat pula niat untuk membarui dan memurnikan kehidupan dan ajaran gereja. Luther bukanlah orang pertama yang mencanangkan reformasi gereja di Eropa. Sebelumnya sudah ada John Wycliffe (Inggris) dan Johannes Hus (Cheko). Namun reformasi yang mereka canangkan belum mampu untuk membuat suatu perubahan, karena pada masa itu gereja masih sangat kuat dan gagasan pembaruan yang mereka canangkan tidak cukup mendasar dan radikal untuk membongkar sistem dan sendi-sendi utama ajaran dan organisasi GKR. Tetapi pada masa Luther, keadaan sudah sangat matang sehingga Luther bisa berperan sebagai penarik picu alat peledak yang membongkar sistem yang sebelumnya sudah sangat mapan namun juga meresahkan dan mulai keropos.
Di bidang sosial politik terjadi beberapa perkembangan, di antaranya cita-cita persatuan semua orang Kristen di bawah pimpinan Paus sudah pudar, timbulnya semangat emansipasi politik hampir di seluruh Eropa, setiap raja ingin mengatur urusan wilayah kekuasaannya masing-masing dan tidak lagi mengakui klaim supremasi gereja atau Paus atas negara. Raja-raja wilayah ini sangat banyak berperanmendukung dan memajukan gerakan Reformasi yang dicanangkan Luther dan kawan-kawan. Selain itu juga, di kalangan bangsa Jerman bangkit semangat nasionalisme yang menekankan kesetaraan dengan bangsa-bangsa lain dan karena itu tidak lagi mau tunduk di bawah kekuasaan yang berasal dari negara atau bangsa lain, dalam hal ini Paus yang di Roma.
Di bidang kebudayaan sejak abad ke-15 timbul Renaisans, yaitu semangat untuk kembali ke masa lalu dengan menggali sumber-sumber dan kejayaan masa lalu dan sekaligus mengembangkannya dalam bentuk-bentuk baru. Maka bangkitlah semangat untuk menggali sumber-sumber asli dari zaman kejayaan Yunani-Romawi. Semangat ini menghinggapi Luther, sehingga ia bekerja keras mendalami Alkitab bahasa asli Ibrani dan Yunani. Banyak pula di antara pendukung Renaisans yang berupaya menggabungkan filsafat Yunani dengan iman kristiani. Upaya ini melahirkan paham Humanisme dan salah satu tokohnya yang terkenal yaitu Desiderius Eramus, seorang Belanda. Renaisans ini juga mendorong bangkitnya semangat mengembangkan ilmu dan teknologi modern. Salah satu hasilnya adalah penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Dan penemuan ini berjasa mendukung penggandaan dan penyebaran tulisan-tulisan para reformator, terutama Luther.
Di bidang ekonomi Eropa Barat mengalami perkembangan pesat. Sejak akhir abad ke-15bangkit kelas pedagang dan pengusaha di bidang perdagangan dan industri yang menjadi cikal bakal kapitalisme. Hal ini menggeser dominasi feodalisme yang berlangsung berabad-abad, dimana gereja juga terlibat. Feodalisme semakin dipandang tidak cocok dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat sehingga menimbulkan kritik yang nantinya melahirkan sikap kritis terhadap keadaan di masyarakat. Karena gereja di dalamnya berperan sebagai sokoguru sistem feodalisme, maka gereja juga menjadi sasaran sikap kritis tersebut.
Selayang-pandang Riwayat Hidup dan Awal Pergumulan Luther
Martinus Luther (1483-1546) lahir di Eisleben 10 November 1483 di lingkungan keluarga yang setia kepada GKR. Sesuai dengan ajaran gereja, ia dididik sangat takut kepada Tuhan, sebab ia hanya diajar untuk memandangNya sebagai Hakim yng keras dan pemurka. Pada usia 21 tahun, ia berhenti dari kuliahnya setelah ia menjalaninya selama empat di Universitas Erfurt dalam bidang hukum. Hal ini atas dasar ayahnya yang mengingininya untuk menjadi biarawan di biara Santo Augustin. Melihat keseriusannya, pimpinan biara menugaskannya belajar teologi dan dua tahun kemudian (1507), ia ditahbiskan menjadi imam. Pada tahun 1510 ia diutus ordonya menghadap Paus di Roma. Ia mendapat gelar doktor di bidang studi Kitab Suci dan diangkat menjadi guru besar di Universitas Wittenberg (1512). Jabatan inilah yang ia sandang sampai akhir hidupnya. Tugas utamanya adalh menafsir Alkitab dan untuk itu ia harus memeriks naskah asli. Setelah dikucilkan dari GKR, pengalaman ini mendorongnya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman dengan maksud supaya sebanyak mungkin orang dapat membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri. Pada saat itu mustahil bagi warga gereja untuk membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri, karena menggunakan bahasa Latin (vulgata) dan hanya boleh dibaca oleh kaum klerus atau rohaniawan.
Sementara mendalami Kitab Suci, ada 1 perkara yang intens digumuli Luther, yaitu tentang keselamatan: bagaimanakah caranya agar bisa mendapatkan rahmat Allah supaya memperoleh keselamatan? Dan pada tahun 1514, ia menemukan jalan keluar dari kegelisahannya itu melalui pemahaman bru atas kesaksian Paulus dalam Roma 1:16-17. Lewat pengalaman dan pemahaman baru itu Luther lebih lanjut menghayati hubungan antara Allah dan manusia secara baru. Hal ini tersebar dan sekaligus menjadi titik tolak pusat gerakan Reformasi.
Permulaan Reformasi Luther
Penyebab mendasar timbulnya Reformasi adalah perbedaan antara ajaran atau teologia dan praktek gereja (GKR) dengan ajaran Alkitab. Tetapi peristiwa pemicu Reformasi itu adalah penjualan surat penghapusan siksa (aflat) di Jerman oleh Johann Tetzel. Menentang propaganda Tetzel, Luther menyusun 95 dalil yang ditulis dalam bahasa Latin, lalu ia tempelkan di pintu gerbang di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517 (tanggal ini diperingati gereja-gereja Protestan sebagai hari Reformasi). Dalil-dalil ini merupakan ungkapan dan pengalaman Luther sendiri, jadi tidak bersifat teoritis. Membaca dalil-dalil itu, segera banyak orang tertarik lalu menggandakannya dan menyebarluaskannya. Dalil ini kemudian diterjemahkan para mahasiswa ke dalam bahasa Jerman. GKR menjadi gusar dan penjualan aflat merosot tajam. Di hadapan Paus Leo X merka mendakwa Luther sebagai penyesat. Lalu Paus menuntut agar ajarannya dicabut dan untuk kasus ini, ia bisa mendapatkan hukuma mati. Tetapi elektor (raja wilayah) Saaksen, Friedrich, melindungi Luther dengan tidak menahannya atau menyerahkannya kepada Paus atau hakim-hakim di Roma. Pada tahun 1520 keluarlah bulla (surat resmi) paus, berisi peringatan terakhir agar Luther bertobat. Luther menolak bulla itu dan membalasnya dengan tulisan, “Melawan Bulla yang Terkutuk dari Antikristus,” sambil membakar bulla itu. Sesudah itu keluarlah bulla baru berisi kutuk atas dirinya dan ajaran Luther di cap sebagai ajaran sesat.
Sejak 1519 itu ia menjadi semakin insaf bahwa Paus pun bisa keliru dan konsili-konsili gereja bisa sesat. Kian hari pandangan ini menapat dukungan besar, salah satunya adalah Philip Melanchton, seorang humasis Kristen dan guru besar di Wittenberg. Pokok-pokok ajaran Reformasi Luther disusun Melanchton secara sistematis dalam tulisannya, “Pokok-pokok Teologi” yang menjadi buku dogmatik Protestan yang pertama. Ia juga membantu Luther menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Sambil menerjemahkan Alkitab mereka semakin menyadari dan menekankan kewibawaan Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran gereja yang benar (Sola Scriptura).
Prinsip Reformasi Luther dan Melanchton adalah: apa yang berlawanan dengan Alkitab harus dihapuskan. Tetapi yang tidak bertentangan dengan Alkitab tidak perlu diubah (ini biasa disebut adiafora). Yang menjadi sasaran utama reformasi atau pembaharuan yang dicanangkan Luther adalah pembaharuan gereja. Luther melihat bahwa GKR pada masa itu sudah jauh melenceng dari Alkitab. Misalnya, Alkitab bukanlah satu-satunya ajaran gereja yang memuat penyataan (wahyu) dari Allah. Jadi pembaharuan di bidang lain: praktek pelayanan setiap hari, organisasi dan jabatan, dan hal sekunder lainnya.
Lanjutan Reformasi Luther dan Munculnya
Gereja-gereja Lutheran
Reformasi yang dicanangkan Luther tidak hanya melahirkan gerakan yang menjadikan Luther sebagai pemimpinnya dan berpedoman pada ajarannya, melainkan juga merangsang munculnya berbagai aliran dan gerakan radikal dan revolusioner yang juga menamakan diri gerakan Reformasi, tetapi pandangan dan prakteknya jauh menyimpang dari Luther. Yang pertama adalah gerakan pemberontakan petani yang dipimpin oleh Thomas Munzer (1491- 1525). Semula ia pengikut setia Luther, tetapi sejak 1521, ia menyalahgunakan ajaran Luther tentang Kebebasan Seorang Kristen untuk berkorban melawan para penguasa politik. Munzer memberi tafsiran yang materialistis atas kemiskinan atau orang-orang miskin pada Matius 5:3. Menurut dia maksud nats ini adalah orang miskin dan melarat dalam hal harta benda dan hanya orang seperti itulah menerima Roh, yakni Terang batiniah dari Allah dan merekalah disebut orang berbahagia. Sementara orang kaya, justru kaya, adalah orang-orang fasik. Karena itu, kata Munzer, orang-orang miskin dan saleh itu hendaklah orang-orang kaya yang durhaka, lalu mendirikan Kerajaan Allah di bumi. Pada tahun 1524-1525 meletuslah pemberontakan petani di Jerman dan Munzer membenarkan serta ikut memimpin pemberontakan itu, sementara Luther menolaknya dengan keras.
Yang kedua adalah gerakan atau kaum Anabaptis. Gerakan ini bermula dari Swiss, kemudian ke Jerman dan Negara lain di sekitarnya. Semula mereka mengikuti tokoh Reformasi Swiss, Ulrich Zwingli, namun dalam wktu singkat mereka memisahkan diri dari gereja dan upaya Reformasi yang dipimpinnya. Sama dengan gerakan pemberontakan petani, cita-cita gerakan ini adalah menciptakan persekutuan orang-orang suci dan mendirikan Kerajaan Kristus di bumi. Namun untuk mewujudkannya, mereka lama-kelamaan menjadi gerakan pemberontakan dan menghalalkan kekerasan. Tetapi sejak 1532, Luther mendengar tindakan revolusioner dari gerakan ini, ia menulis surat terbuka kepada dan tentang mereka, yang ia sebut “orang-orang munafik dan pendeta-pendeta gelap”. Ia mengencam gerakan ini, baik karena pemahaman mereka tentang baptisan yang ia nilai keliru maupun tindakan kekerasan yang merea lakukan, yang puncaknya pada peristiwa pembantaian di kota Munzer (1535). Dan Luther mendukung tindakan pemerintah setempat dalam membasmi gerakan radikal ini.
Di tengah kesibukannya membasmi gerakan radikal ini dan mengkonsolidasikan gerakan reformasi yang dipimpinnya, pada usia 41 tahun (1525), Luther menikah dengan Katharina von Bora. Kemudian secara bertahap dirumuskanlah dokumen yang menjadi kesepakatan bersama antara pengikut Luther dan kemudian menjadi pegangan bagi gereja-gereja Lutheran. Yang pertama adalah Konfesi Augsburg 1530. Dokumen ini disusun oleh para teolog pengikut Luther, terutama Philip Melanchton, berdasarkan permintaan yang ditandatangani oleh sejumlah raja wilayah dan dewan kota yang mendukung reformasi Luther dan selanjutnya diserahkan dan dibacakan di hadapan Kaisar Karel V (25 Juni 1530). Dokumen itu denga tegas mengemukakan posisi dan keyakinan Luther dan para pengikutnya yang membedakan mereka dari GKR dan kelak dipandang sebagai magna charta Lutheran dan menjadi dokumen terpokok yang dipedomani gereja Lutheran. Dokumen ini langsung diserang oleh pihak GKR dan kaisar menyatakan penolakannya dan memerintah supaya dokumen itu dimusnahkan. Melanchton sendiri menjawab serangan pihak GKR, menyusun dokumn baru: Apologi Konfesi Augsburg (1531). Pada tahun 1538, Luther atas permintaan pangeran Johann Friedrich dari Saksen dan rekan-rekannya yang terhimpun dalam Liga Smalkaden, menyusun pasal-pasal Smalkaden. Setelah konsili Trente (1545-1563) yang menyatakn kutukan atas GKR atas Reformasi beserta semua tokoh dan penganutnya, para pengikut Luther banyak mengalami penindasan dan memasuki masa-masa gelap, apalagi karena Luther sudah meninggal pada 18 Februari 1546. Kemudian tecapailah kesepakatan yang dituangkan di dalam dokumen Formula Konkord (Rumusan Kesepakatan) tahun 1577. Pasal-pasal Smalkaden dan Formula Konkord kemudian dihimpun bersama Katekismus Kecil dan Katekismus Besar dari Martin Luther di dalam Kitab Konkord. Kitab ini diterbitkan tanggal 25 Juni 1580, yang menjadi patokan bagi gereja Lutheran yang sejak akhir abas ke-16 semakin menjelma menjadi gereja yang mapan.
Pietisme di dalam Gereja Lutheran
Beberapa dasawarsa gereja Lutheran (terutama di Jerman) telah menjadi gereja yang mapan, dimana ajarannya telah terumus dengan lengkap, organisasinya sudah mantap, dengan dukunagn penuh dari negara. Pendek kata, dari sifat (cita-citanya) sebagai persekutuan yang penuh kehangatan dan sukacita sebagai umat yang ditebus Kristus semata-mata karena kasih karunia, gereja Lutheran telah melembaga, lengkap dengan sistem ajaran dan organisasinya. Para pendeta semacam klerus GKR abad pertengahan menjadi penguasa gereja dengan rumusan-rumusan dogmatik-intelektual dan birokrasi organisasi. Gereja Lutheran, bersama dengan gereja Reformed di Belanda, semakin kehilangan dinamika dan élan vitalnya. Keadaan ini meresahkan warga gereja yang ingin menikmati suasana persekutuan dan ingin menikmati pengalaman rohani berhubungan langsung dengan Allah. Keresahan ini muncul sejak akhir abad ke-16 tetapi semakin kuat pada akhir abad ke-17, antara lain dengan terbitnya tulisan Ph. J. Spener, “Pia Desideria” (Hasrat Kesalehan). Dengan perkembangan ini sekaligus melihat adanya beberapa tipe semangat dan gerakan Pietisme, mulai dari yang tetap bertahan sebagai anggota gereja yang setia, yang cukup berbobot akademis-intelektual, sampai pada yang ekstrem (memisahkan diri dari gereja dan kehidupan sehari-hari) dan cenderung menjadi persekutuan mistik. Pietismebukanlah suatu sistem ajaran atau embaga keagamaan yang baku. Ia lebih semacam semangat hidup atau gaya religiositas yang saleh. Semangat Pietisme ini nanti bergabung dengan semangat Revival (Kebangunan Rohani) dari Inggris.
Gereja yang Mengaku
Sejak awalnya gereja Lutheran sudah menampilkan diri sebagai ‘gereja yang mengaku yaitu dengan tegas menyatakan pengakuan imannya. 95 dalil yang disusun oleh Luther sudah berisi sejumlah pernyataan yang mengandung pengakuan iman. Sebagaian mengikuti pola pengakuan iman yang sudah lazim dikenal gereja, yaitu Pengakuan Iman Rasuli, Nicea-Constantinopel dan Athanasianum. Konfesi Augsburg menjadi titik tolak lahirnya tradisi “gereja yang mengaku” yang mencerminkan upaya mereka untuk memperlihatkan ciri konfesional yang khas, yang membedakan mereka dengan gereja-gereja Protestan lainnya.
Pokok-pokok Ajarannya
Pusat Ajaran Lutheran
Firman dan Sakramen adalah kata-kata kunci dalam gereja-gereja Lutheran dan merupkan pusat ajaran Luther. Firman semata-mata mengacu kepada Alkitab sebagaimana dinyatakan lewat semboyan sola scriptura. Sakramen mengacu kepada penghargaan tinggi atas kedua sakramen, yaitu: Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Bagi Luther, sakramen adalah Firman yang kelihatan atau diperagakan. Keyakinan Luther bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasar kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide) diungkapkan jelas dalam penggandaan gereja-gereja Lutheran atas Alkitab dan dalam cara mereka merayakan Perjamuan Kudus. Di dalam memberikan pelayanan Firman dan pelayanan Perjamuan Kudus, selalu ditekankan pengakuan dosa dan pengampunan yang disediakan Allah lewat pengorbanan Kristus.
Sakramen (khusus Perjamuan Kudus)
Berdasarkan penelitiannya atas Alkitab Luther menemukan bahwa hanya ada dua sakramen yang alkitabiah. Berdasarkan ini, kaum Lutheran menolak lima lainnya yang diakui di GKR (peneguhan/konfirmasi, pengakuan dosa, penahbisan iman, pengurapan/ peminyakan terutama pada orang sakit atau yang menjelang ajalnya, dan perkawinan).
Ajaran Lutheran tentang Perjamuan Kudus disebut konsubstansi, artinya kedua unsur perjamuan, yaitu roti dan anggur, mencakup dua hakikat sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur dan hakikat rohani sebagai tubuh dan darah Kristus, yang diterima peserta perjamuan secara nyata.
Ini bergeser arti dari ajaran GKR: transsubstansiasi. Bagi Luther pemahaman GKR itu bersifat magis dan tidak realistis, sebab tidak lagi mengakui bahwa roti dan anggur itu tetap berada sebagai roti dan anggur.
Jabatan dan Tata Gereja
Ketika Luther berbicara tentang jabatan, ia segera mengaitkan dengan pusat atau inti amanat Alkitab dan dengan hakikat gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman, yang telah diselamatkan Kristus dan yang hidup di sekitar Firman dan Sakramen. Setiap jabatan ditetapkan oleh Allah sebagai pelaksanaan fungsi pelayanan Firman dan Sakramen. Menurut Luther jabatan imam telah digenapi sekaligus diakhiri oleh Tuhan Yesus Kristus, Imam Besar Agung. Berdasarkan imamat dan pengorbanan Yesus, semua orang percaya adalah imam. Inilah yang disebut Luther bersama para reformator lainnya: Imamat Am Semua Orang Percaya.
Sesuai dengan inti ajaran Luther bahwa Firan dan Sakramen harus merupakan pusat kehidupan gereja atau umat kristiani, maka jabatan terpenting dan memerlukan tahbisan khusus adalah jabatan pemberita Firman dan pelayan Sakramen, dalam hal ini pendeta (pastor, gembala; poimen) yang dipandang sama jabatannya dengan uskup dalam GKR.
Bersama dengan para penatua (presbuteroi); pendeta juga melaksanakan tugas pengajaran dan penggembalaan. Sementara itu jabatan-jabatan lainnya, seperti guru (pengajar), diaken, pemimpin nyanyian dan sebagainya, tidaklah dianggap sebagai jabatan gerejawi yang permanent dan mutlak ada. Yang terpenting bagi Luther adalah jabatan-jabatan gereja itu tidak bertentangan dengan inti amanat Alkitab atau Injil, yaitu bahwa setiap jabatan ditetapkan sebagai fungsi pelayanan di tengah persekutuan umat tebusan Kristus. Di pihak lain gereja Lutheran memiliki kelemahan, yakni: gereja-gereja Lutheran tidak cukup kuat menolak campur tangan kekuatan pemerintah setempat dalam menentukan struktur pemerintahan/organisasi gereja, maupun mencegah peniruan terhadap struktur organisasi dan birokrasi sekuler bersama dengan jalan pemikiran yang melandasinya.
Tata Ibadah
Suasana dan liturgi dalam ibadah di gereja-gereja Lutheran tidak jauh berbeda dari GKR, karena Luther mengikuti pola dasar ibadah GKR. Bagi Luther[an] yang terpenting dalam ibadah adalah bagaimana agar jemaat mengalami dengan nyata tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus, dan itu bisa dialami bila kepada mereka Firman diberitakan dengan murni dan dalam bahasa yang dapat dimengerti jemaat, dan sakramen dilayankan dengan benar. Dalam setiap ibdah Minggu harus ada pemberitaan Firman yang murni (semata-mata dari Alkitab). Sementara Perjamuan Kudus tidak mesti diselenggarakan pada setiap ibadah Minggu. Di dalam tata ibadah yang dipergunakan Luther dan pengikutnya, nyanyian dan musik mendapat tempat penting. Tata ibadah di lingkungan Lutheran ini, dituangkan dalam buku tata ibdah yang disebut Agenda. Namun yang menarik dalam tata ibadah Lutheran yang asli adalah di dalamnya tidak ada pembacaan Hukum Tuhan (dasa titah ataupun nas-nas lain yang menggantikannya).
Aliran ataupun gereja-gereja Lutheran mengambil namanya dari tokoh Reformasi, yaitu Martin Luther. Aliran ini berpedoman pada ajaran Luther. Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran ataupun denominasi Lutheran merupakan yang tertua dan memiliki jumlah anggota gereja penganutnya yang terbanyak, yang tersebar di Eropa, Amerika, Afrika, Asia dan Australia. Sekitar 90 persen dari gereja-gereja yang mengaku masuk aliran Lutheran, yaitu 105 organisasi gereja bergabung dalam The Lutheran World Federation (LWF; berdiri tahun 1947).
Di Indonesia sekurang-kurangnya ada 8 organisasi gereja yang termasuk aliran Lutheran serta menjadi anggota LWF, yaitu HKBP, GKPS, GPKB, GKPI, HKI, GKLI, GKPA dan GKPM; semuanya (kecuali GPKB) berkantor sinode (pusat) di Sumatera Utara dan sekitarnya. Kedelapan gereja ini merupakan hasil pekerjaan Rheinische Mission-gesell-schaft (RMG; lembaga pekabarab Injil dari Rheinland, Jerman) yang berasal dari lingkungan gereja yang menganut aliran Uniert (campuran Lutheran dan Calvinis) yang bekerja sejak 1861. Di lain pihak pengaruh ajaran Lutheran dan aliran Lutheran tidak hanya terasa di lingkungan gereja-gereja di atas, tetapi juga hampir semua gereja yang termasuk mazhab Protestan. Hal itu wajar, mengingat Martin Luther adalah tokoh pertama Reformasi gereja abad ke-16.
Latar belakang dan Sejarahnya
Berbicara tentang aliran Lutheran, dengan sendirinya harus berbicara tentang Martin Luther dan keadaan gereja di Eropa pada umumnya dan di Jerman pada khususnya di sekitar awal abad ke-16. Selain itu juga, kita akan melihat beberapa pokok pandangan dan ajarannya, termasuk perkembangan dan pergeseran dari Luther ke Lutheranisme.
Latar belakang
Reformasi yang dicanangkan Luther tidak terlepas dari perkembangan situasi kerohanian atau kegerejaan, sosial politik, kebudayaan dan perekonomian di Eropapada masa itu. Di bidang kerohanian atau kegerejaan, sudah sejak abad ke-5 uskup Roma (Paus) semakin memperlihatkan dan mengklaim supremasi atau keunggulan atas seluruh gerejanya di Eropa. Supremasi ini tidak hanya berlaku di gereja tetapi juga atas Negara atau pemerintah. Klaim supremasi ini kemudian disusul dengan penetapan berbagai ajaran gereja (Katolik Roma) yang tidak hanya bersumber dari Alkitab, melainkan juga dari tradisi. Di dalamnya antara lain dinyatakan bahwa Paus-lah yang memiliki dan menentukan keselamatan manusia, dan dalam memperoleh keselamatan itu manusia harus ikut berperan dalam bentuk beramal atau berbuat baik; jadi tidak hanya cukup mengandalkan iman dan kasih karunia Allah. Sehubungan dengan ini, kalau seseorang mau selamat melintasi purgatorium (api penyucian) menuju ke kehidupan kekal, ia harus berbuat banyak hal yang baik bagi gereja dan harus membeli surat penghapusan siksa dari pejabat gereja sesuai dengan timbangan dosanya. Padahal banyak pejabat gereja yang memperlihatkan perilaku yang jauh dari kesucian dan kesalehan ataupun dari ketergantungan penuh pada rahmat Allah, hidup dalam gemilangan kemewahan dan berbuat amoral.
Pelayanan, pembinaan dan penggembalaan kepada umat sangat diabaikan, karena manusia secara otomatis sudah dianggap menjadi anggota gereja sejak kelahirannya. Keadaan ini meresahkan banyak orang, termasuk sejumlah rohaniawan yang masih berusaha memelihara ketertiban hidup dan kemurnian ajaran gereja dan semakin kuat pula niat untuk membarui dan memurnikan kehidupan dan ajaran gereja. Luther bukanlah orang pertama yang mencanangkan reformasi gereja di Eropa. Sebelumnya sudah ada John Wycliffe (Inggris) dan Johannes Hus (Cheko). Namun reformasi yang mereka canangkan belum mampu untuk membuat suatu perubahan, karena pada masa itu gereja masih sangat kuat dan gagasan pembaruan yang mereka canangkan tidak cukup mendasar dan radikal untuk membongkar sistem dan sendi-sendi utama ajaran dan organisasi GKR. Tetapi pada masa Luther, keadaan sudah sangat matang sehingga Luther bisa berperan sebagai penarik picu alat peledak yang membongkar sistem yang sebelumnya sudah sangat mapan namun juga meresahkan dan mulai keropos.
Di bidang sosial politik terjadi beberapa perkembangan, di antaranya cita-cita persatuan semua orang Kristen di bawah pimpinan Paus sudah pudar, timbulnya semangat emansipasi politik hampir di seluruh Eropa, setiap raja ingin mengatur urusan wilayah kekuasaannya masing-masing dan tidak lagi mengakui klaim supremasi gereja atau Paus atas negara. Raja-raja wilayah ini sangat banyak berperanmendukung dan memajukan gerakan Reformasi yang dicanangkan Luther dan kawan-kawan. Selain itu juga, di kalangan bangsa Jerman bangkit semangat nasionalisme yang menekankan kesetaraan dengan bangsa-bangsa lain dan karena itu tidak lagi mau tunduk di bawah kekuasaan yang berasal dari negara atau bangsa lain, dalam hal ini Paus yang di Roma.
Di bidang kebudayaan sejak abad ke-15 timbul Renaisans, yaitu semangat untuk kembali ke masa lalu dengan menggali sumber-sumber dan kejayaan masa lalu dan sekaligus mengembangkannya dalam bentuk-bentuk baru. Maka bangkitlah semangat untuk menggali sumber-sumber asli dari zaman kejayaan Yunani-Romawi. Semangat ini menghinggapi Luther, sehingga ia bekerja keras mendalami Alkitab bahasa asli Ibrani dan Yunani. Banyak pula di antara pendukung Renaisans yang berupaya menggabungkan filsafat Yunani dengan iman kristiani. Upaya ini melahirkan paham Humanisme dan salah satu tokohnya yang terkenal yaitu Desiderius Eramus, seorang Belanda. Renaisans ini juga mendorong bangkitnya semangat mengembangkan ilmu dan teknologi modern. Salah satu hasilnya adalah penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Dan penemuan ini berjasa mendukung penggandaan dan penyebaran tulisan-tulisan para reformator, terutama Luther.
Di bidang ekonomi Eropa Barat mengalami perkembangan pesat. Sejak akhir abad ke-15bangkit kelas pedagang dan pengusaha di bidang perdagangan dan industri yang menjadi cikal bakal kapitalisme. Hal ini menggeser dominasi feodalisme yang berlangsung berabad-abad, dimana gereja juga terlibat. Feodalisme semakin dipandang tidak cocok dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat sehingga menimbulkan kritik yang nantinya melahirkan sikap kritis terhadap keadaan di masyarakat. Karena gereja di dalamnya berperan sebagai sokoguru sistem feodalisme, maka gereja juga menjadi sasaran sikap kritis tersebut.
Selayang-pandang Riwayat Hidup dan Awal Pergumulan Luther
Martinus Luther (1483-1546) lahir di Eisleben 10 November 1483 di lingkungan keluarga yang setia kepada GKR. Sesuai dengan ajaran gereja, ia dididik sangat takut kepada Tuhan, sebab ia hanya diajar untuk memandangNya sebagai Hakim yng keras dan pemurka. Pada usia 21 tahun, ia berhenti dari kuliahnya setelah ia menjalaninya selama empat di Universitas Erfurt dalam bidang hukum. Hal ini atas dasar ayahnya yang mengingininya untuk menjadi biarawan di biara Santo Augustin. Melihat keseriusannya, pimpinan biara menugaskannya belajar teologi dan dua tahun kemudian (1507), ia ditahbiskan menjadi imam. Pada tahun 1510 ia diutus ordonya menghadap Paus di Roma. Ia mendapat gelar doktor di bidang studi Kitab Suci dan diangkat menjadi guru besar di Universitas Wittenberg (1512). Jabatan inilah yang ia sandang sampai akhir hidupnya. Tugas utamanya adalh menafsir Alkitab dan untuk itu ia harus memeriks naskah asli. Setelah dikucilkan dari GKR, pengalaman ini mendorongnya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman dengan maksud supaya sebanyak mungkin orang dapat membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri. Pada saat itu mustahil bagi warga gereja untuk membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri, karena menggunakan bahasa Latin (vulgata) dan hanya boleh dibaca oleh kaum klerus atau rohaniawan.
Sementara mendalami Kitab Suci, ada 1 perkara yang intens digumuli Luther, yaitu tentang keselamatan: bagaimanakah caranya agar bisa mendapatkan rahmat Allah supaya memperoleh keselamatan? Dan pada tahun 1514, ia menemukan jalan keluar dari kegelisahannya itu melalui pemahaman bru atas kesaksian Paulus dalam Roma 1:16-17. Lewat pengalaman dan pemahaman baru itu Luther lebih lanjut menghayati hubungan antara Allah dan manusia secara baru. Hal ini tersebar dan sekaligus menjadi titik tolak pusat gerakan Reformasi.
Permulaan Reformasi Luther
Penyebab mendasar timbulnya Reformasi adalah perbedaan antara ajaran atau teologia dan praktek gereja (GKR) dengan ajaran Alkitab. Tetapi peristiwa pemicu Reformasi itu adalah penjualan surat penghapusan siksa (aflat) di Jerman oleh Johann Tetzel. Menentang propaganda Tetzel, Luther menyusun 95 dalil yang ditulis dalam bahasa Latin, lalu ia tempelkan di pintu gerbang di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517 (tanggal ini diperingati gereja-gereja Protestan sebagai hari Reformasi). Dalil-dalil ini merupakan ungkapan dan pengalaman Luther sendiri, jadi tidak bersifat teoritis. Membaca dalil-dalil itu, segera banyak orang tertarik lalu menggandakannya dan menyebarluaskannya. Dalil ini kemudian diterjemahkan para mahasiswa ke dalam bahasa Jerman. GKR menjadi gusar dan penjualan aflat merosot tajam. Di hadapan Paus Leo X merka mendakwa Luther sebagai penyesat. Lalu Paus menuntut agar ajarannya dicabut dan untuk kasus ini, ia bisa mendapatkan hukuma mati. Tetapi elektor (raja wilayah) Saaksen, Friedrich, melindungi Luther dengan tidak menahannya atau menyerahkannya kepada Paus atau hakim-hakim di Roma. Pada tahun 1520 keluarlah bulla (surat resmi) paus, berisi peringatan terakhir agar Luther bertobat. Luther menolak bulla itu dan membalasnya dengan tulisan, “Melawan Bulla yang Terkutuk dari Antikristus,” sambil membakar bulla itu. Sesudah itu keluarlah bulla baru berisi kutuk atas dirinya dan ajaran Luther di cap sebagai ajaran sesat.
Sejak 1519 itu ia menjadi semakin insaf bahwa Paus pun bisa keliru dan konsili-konsili gereja bisa sesat. Kian hari pandangan ini menapat dukungan besar, salah satunya adalah Philip Melanchton, seorang humasis Kristen dan guru besar di Wittenberg. Pokok-pokok ajaran Reformasi Luther disusun Melanchton secara sistematis dalam tulisannya, “Pokok-pokok Teologi” yang menjadi buku dogmatik Protestan yang pertama. Ia juga membantu Luther menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Sambil menerjemahkan Alkitab mereka semakin menyadari dan menekankan kewibawaan Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran gereja yang benar (Sola Scriptura).
Prinsip Reformasi Luther dan Melanchton adalah: apa yang berlawanan dengan Alkitab harus dihapuskan. Tetapi yang tidak bertentangan dengan Alkitab tidak perlu diubah (ini biasa disebut adiafora). Yang menjadi sasaran utama reformasi atau pembaharuan yang dicanangkan Luther adalah pembaharuan gereja. Luther melihat bahwa GKR pada masa itu sudah jauh melenceng dari Alkitab. Misalnya, Alkitab bukanlah satu-satunya ajaran gereja yang memuat penyataan (wahyu) dari Allah. Jadi pembaharuan di bidang lain: praktek pelayanan setiap hari, organisasi dan jabatan, dan hal sekunder lainnya.
Lanjutan Reformasi Luther dan Munculnya
Gereja-gereja Lutheran
Reformasi yang dicanangkan Luther tidak hanya melahirkan gerakan yang menjadikan Luther sebagai pemimpinnya dan berpedoman pada ajarannya, melainkan juga merangsang munculnya berbagai aliran dan gerakan radikal dan revolusioner yang juga menamakan diri gerakan Reformasi, tetapi pandangan dan prakteknya jauh menyimpang dari Luther. Yang pertama adalah gerakan pemberontakan petani yang dipimpin oleh Thomas Munzer (1491- 1525). Semula ia pengikut setia Luther, tetapi sejak 1521, ia menyalahgunakan ajaran Luther tentang Kebebasan Seorang Kristen untuk berkorban melawan para penguasa politik. Munzer memberi tafsiran yang materialistis atas kemiskinan atau orang-orang miskin pada Matius 5:3. Menurut dia maksud nats ini adalah orang miskin dan melarat dalam hal harta benda dan hanya orang seperti itulah menerima Roh, yakni Terang batiniah dari Allah dan merekalah disebut orang berbahagia. Sementara orang kaya, justru kaya, adalah orang-orang fasik. Karena itu, kata Munzer, orang-orang miskin dan saleh itu hendaklah orang-orang kaya yang durhaka, lalu mendirikan Kerajaan Allah di bumi. Pada tahun 1524-1525 meletuslah pemberontakan petani di Jerman dan Munzer membenarkan serta ikut memimpin pemberontakan itu, sementara Luther menolaknya dengan keras.
Yang kedua adalah gerakan atau kaum Anabaptis. Gerakan ini bermula dari Swiss, kemudian ke Jerman dan Negara lain di sekitarnya. Semula mereka mengikuti tokoh Reformasi Swiss, Ulrich Zwingli, namun dalam wktu singkat mereka memisahkan diri dari gereja dan upaya Reformasi yang dipimpinnya. Sama dengan gerakan pemberontakan petani, cita-cita gerakan ini adalah menciptakan persekutuan orang-orang suci dan mendirikan Kerajaan Kristus di bumi. Namun untuk mewujudkannya, mereka lama-kelamaan menjadi gerakan pemberontakan dan menghalalkan kekerasan. Tetapi sejak 1532, Luther mendengar tindakan revolusioner dari gerakan ini, ia menulis surat terbuka kepada dan tentang mereka, yang ia sebut “orang-orang munafik dan pendeta-pendeta gelap”. Ia mengencam gerakan ini, baik karena pemahaman mereka tentang baptisan yang ia nilai keliru maupun tindakan kekerasan yang merea lakukan, yang puncaknya pada peristiwa pembantaian di kota Munzer (1535). Dan Luther mendukung tindakan pemerintah setempat dalam membasmi gerakan radikal ini.
Di tengah kesibukannya membasmi gerakan radikal ini dan mengkonsolidasikan gerakan reformasi yang dipimpinnya, pada usia 41 tahun (1525), Luther menikah dengan Katharina von Bora. Kemudian secara bertahap dirumuskanlah dokumen yang menjadi kesepakatan bersama antara pengikut Luther dan kemudian menjadi pegangan bagi gereja-gereja Lutheran. Yang pertama adalah Konfesi Augsburg 1530. Dokumen ini disusun oleh para teolog pengikut Luther, terutama Philip Melanchton, berdasarkan permintaan yang ditandatangani oleh sejumlah raja wilayah dan dewan kota yang mendukung reformasi Luther dan selanjutnya diserahkan dan dibacakan di hadapan Kaisar Karel V (25 Juni 1530). Dokumen itu denga tegas mengemukakan posisi dan keyakinan Luther dan para pengikutnya yang membedakan mereka dari GKR dan kelak dipandang sebagai magna charta Lutheran dan menjadi dokumen terpokok yang dipedomani gereja Lutheran. Dokumen ini langsung diserang oleh pihak GKR dan kaisar menyatakan penolakannya dan memerintah supaya dokumen itu dimusnahkan. Melanchton sendiri menjawab serangan pihak GKR, menyusun dokumn baru: Apologi Konfesi Augsburg (1531). Pada tahun 1538, Luther atas permintaan pangeran Johann Friedrich dari Saksen dan rekan-rekannya yang terhimpun dalam Liga Smalkaden, menyusun pasal-pasal Smalkaden. Setelah konsili Trente (1545-1563) yang menyatakn kutukan atas GKR atas Reformasi beserta semua tokoh dan penganutnya, para pengikut Luther banyak mengalami penindasan dan memasuki masa-masa gelap, apalagi karena Luther sudah meninggal pada 18 Februari 1546. Kemudian tecapailah kesepakatan yang dituangkan di dalam dokumen Formula Konkord (Rumusan Kesepakatan) tahun 1577. Pasal-pasal Smalkaden dan Formula Konkord kemudian dihimpun bersama Katekismus Kecil dan Katekismus Besar dari Martin Luther di dalam Kitab Konkord. Kitab ini diterbitkan tanggal 25 Juni 1580, yang menjadi patokan bagi gereja Lutheran yang sejak akhir abas ke-16 semakin menjelma menjadi gereja yang mapan.
Pietisme di dalam Gereja Lutheran
Beberapa dasawarsa gereja Lutheran (terutama di Jerman) telah menjadi gereja yang mapan, dimana ajarannya telah terumus dengan lengkap, organisasinya sudah mantap, dengan dukunagn penuh dari negara. Pendek kata, dari sifat (cita-citanya) sebagai persekutuan yang penuh kehangatan dan sukacita sebagai umat yang ditebus Kristus semata-mata karena kasih karunia, gereja Lutheran telah melembaga, lengkap dengan sistem ajaran dan organisasinya. Para pendeta semacam klerus GKR abad pertengahan menjadi penguasa gereja dengan rumusan-rumusan dogmatik-intelektual dan birokrasi organisasi. Gereja Lutheran, bersama dengan gereja Reformed di Belanda, semakin kehilangan dinamika dan élan vitalnya. Keadaan ini meresahkan warga gereja yang ingin menikmati suasana persekutuan dan ingin menikmati pengalaman rohani berhubungan langsung dengan Allah. Keresahan ini muncul sejak akhir abad ke-16 tetapi semakin kuat pada akhir abad ke-17, antara lain dengan terbitnya tulisan Ph. J. Spener, “Pia Desideria” (Hasrat Kesalehan). Dengan perkembangan ini sekaligus melihat adanya beberapa tipe semangat dan gerakan Pietisme, mulai dari yang tetap bertahan sebagai anggota gereja yang setia, yang cukup berbobot akademis-intelektual, sampai pada yang ekstrem (memisahkan diri dari gereja dan kehidupan sehari-hari) dan cenderung menjadi persekutuan mistik. Pietismebukanlah suatu sistem ajaran atau embaga keagamaan yang baku. Ia lebih semacam semangat hidup atau gaya religiositas yang saleh. Semangat Pietisme ini nanti bergabung dengan semangat Revival (Kebangunan Rohani) dari Inggris.
Gereja yang Mengaku
Sejak awalnya gereja Lutheran sudah menampilkan diri sebagai ‘gereja yang mengaku yaitu dengan tegas menyatakan pengakuan imannya. 95 dalil yang disusun oleh Luther sudah berisi sejumlah pernyataan yang mengandung pengakuan iman. Sebagaian mengikuti pola pengakuan iman yang sudah lazim dikenal gereja, yaitu Pengakuan Iman Rasuli, Nicea-Constantinopel dan Athanasianum. Konfesi Augsburg menjadi titik tolak lahirnya tradisi “gereja yang mengaku” yang mencerminkan upaya mereka untuk memperlihatkan ciri konfesional yang khas, yang membedakan mereka dengan gereja-gereja Protestan lainnya.
Pokok-pokok Ajarannya
Pusat Ajaran Lutheran
Firman dan Sakramen adalah kata-kata kunci dalam gereja-gereja Lutheran dan merupkan pusat ajaran Luther. Firman semata-mata mengacu kepada Alkitab sebagaimana dinyatakan lewat semboyan sola scriptura. Sakramen mengacu kepada penghargaan tinggi atas kedua sakramen, yaitu: Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Bagi Luther, sakramen adalah Firman yang kelihatan atau diperagakan. Keyakinan Luther bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasar kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide) diungkapkan jelas dalam penggandaan gereja-gereja Lutheran atas Alkitab dan dalam cara mereka merayakan Perjamuan Kudus. Di dalam memberikan pelayanan Firman dan pelayanan Perjamuan Kudus, selalu ditekankan pengakuan dosa dan pengampunan yang disediakan Allah lewat pengorbanan Kristus.
Sakramen (khusus Perjamuan Kudus)
Berdasarkan penelitiannya atas Alkitab Luther menemukan bahwa hanya ada dua sakramen yang alkitabiah. Berdasarkan ini, kaum Lutheran menolak lima lainnya yang diakui di GKR (peneguhan/konfirmasi, pengakuan dosa, penahbisan iman, pengurapan/ peminyakan terutama pada orang sakit atau yang menjelang ajalnya, dan perkawinan).
Ajaran Lutheran tentang Perjamuan Kudus disebut konsubstansi, artinya kedua unsur perjamuan, yaitu roti dan anggur, mencakup dua hakikat sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur dan hakikat rohani sebagai tubuh dan darah Kristus, yang diterima peserta perjamuan secara nyata.
Ini bergeser arti dari ajaran GKR: transsubstansiasi. Bagi Luther pemahaman GKR itu bersifat magis dan tidak realistis, sebab tidak lagi mengakui bahwa roti dan anggur itu tetap berada sebagai roti dan anggur.
Jabatan dan Tata Gereja
Ketika Luther berbicara tentang jabatan, ia segera mengaitkan dengan pusat atau inti amanat Alkitab dan dengan hakikat gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman, yang telah diselamatkan Kristus dan yang hidup di sekitar Firman dan Sakramen. Setiap jabatan ditetapkan oleh Allah sebagai pelaksanaan fungsi pelayanan Firman dan Sakramen. Menurut Luther jabatan imam telah digenapi sekaligus diakhiri oleh Tuhan Yesus Kristus, Imam Besar Agung. Berdasarkan imamat dan pengorbanan Yesus, semua orang percaya adalah imam. Inilah yang disebut Luther bersama para reformator lainnya: Imamat Am Semua Orang Percaya.
Sesuai dengan inti ajaran Luther bahwa Firan dan Sakramen harus merupakan pusat kehidupan gereja atau umat kristiani, maka jabatan terpenting dan memerlukan tahbisan khusus adalah jabatan pemberita Firman dan pelayan Sakramen, dalam hal ini pendeta (pastor, gembala; poimen) yang dipandang sama jabatannya dengan uskup dalam GKR.
Bersama dengan para penatua (presbuteroi); pendeta juga melaksanakan tugas pengajaran dan penggembalaan. Sementara itu jabatan-jabatan lainnya, seperti guru (pengajar), diaken, pemimpin nyanyian dan sebagainya, tidaklah dianggap sebagai jabatan gerejawi yang permanent dan mutlak ada. Yang terpenting bagi Luther adalah jabatan-jabatan gereja itu tidak bertentangan dengan inti amanat Alkitab atau Injil, yaitu bahwa setiap jabatan ditetapkan sebagai fungsi pelayanan di tengah persekutuan umat tebusan Kristus. Di pihak lain gereja Lutheran memiliki kelemahan, yakni: gereja-gereja Lutheran tidak cukup kuat menolak campur tangan kekuatan pemerintah setempat dalam menentukan struktur pemerintahan/organisasi gereja, maupun mencegah peniruan terhadap struktur organisasi dan birokrasi sekuler bersama dengan jalan pemikiran yang melandasinya.
Tata Ibadah
Suasana dan liturgi dalam ibadah di gereja-gereja Lutheran tidak jauh berbeda dari GKR, karena Luther mengikuti pola dasar ibadah GKR. Bagi Luther[an] yang terpenting dalam ibadah adalah bagaimana agar jemaat mengalami dengan nyata tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus, dan itu bisa dialami bila kepada mereka Firman diberitakan dengan murni dan dalam bahasa yang dapat dimengerti jemaat, dan sakramen dilayankan dengan benar. Dalam setiap ibdah Minggu harus ada pemberitaan Firman yang murni (semata-mata dari Alkitab). Sementara Perjamuan Kudus tidak mesti diselenggarakan pada setiap ibadah Minggu. Di dalam tata ibadah yang dipergunakan Luther dan pengikutnya, nyanyian dan musik mendapat tempat penting. Tata ibadah di lingkungan Lutheran ini, dituangkan dalam buku tata ibdah yang disebut Agenda. Namun yang menarik dalam tata ibadah Lutheran yang asli adalah di dalamnya tidak ada pembacaan Hukum Tuhan (dasa titah ataupun nas-nas lain yang menggantikannya).
RINGKASAN ALIRAN CALVINIS
RINGKASAN ALIRAN CALVINIS
Aliran atau denominasi Calvinis (lebih sering disebut Reformed atau presbyterian) hampir sama tuanya dengan Lutheran. Jumlah anggota gereja penganutnya merupakan yang kedua terbesar setelah Lutheran., tersebar di lima benua. Sebagian besar daripadanya, yaitu 173 organisasi gerja hingga tahun 1990, bergabung di dalam World Alliance of Reformed Churches (WARC). Sejak 1970, gereja-gereja Kongregasional juga bergabung di dalamnya, yaitu sejak WARC bergabung dengan International Congregtional Council (ICC).
Di Indonesia tidak ada gereja yang memakai nama Calvin[is], namun di antara 72 gereja anggota PGI(sampai 1994) yang lazim dimasukkan ke dalam kategori ‘arus utama’ sekurang-kurangnya separuhnya mengaku sebagai Gereja beraliran Calvinis. Contohnya: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI (Jabar, Jateng, Jatim, yang sejak Agustus 1994 menyatakan bersatu), GKP, GKJ, GKJW GKPB, GKS, GMIST, Gereja Toraja, GKSS, Gepsultra, GMIH dan GKE. Bahkan gereja-gereja yang beraliran Injili banyak yang mengaku Calvinis, misalnya GRII (Gereja Reformed Injili Indinesia) dan GPII (Gereja Presbyterian Injili Indonesia). Ada 26 organisasi gereja di Indonesia- semuanya anggota PGI- menjadi anggota WARC. Gereja-gereja Calvinis memakai istilah Reformed pada nama persekutuannya (WARC: World Alliance of Reformed Churches). Sedangkan istilah Presbyterian dan Congregational, di samping punya makna histories tertentu, lebih mengacu pada sistem organisasi dan pemerintahan gereja yang diberlakukan di lingkungan gereja-gereja Calvinis, di mana peranan dan kekuasaan para presbyter (penatua; tua-tua, yang dipilih dari antara warga jemaat) ataupun congregatio (warga jemaat) sangat besar.
Latar Belakang dan Sejarahnya
Latar Belakang dan Riwayat Hidup Calvin
Berbicara mengenai Calvinisme atau aliran Calvinis, dengan sendirinya berbicara tentang Johannes Calvin (Jean Cauvin), 1509-1564. Tokoh Reformasi yang lahir di Noyon, Perancis Utara, 10 Juli 1509. Semula ia direncanakan keluarganya menjadi imam [GKR]. Tetapi waktu ia mempersiapkan diri di Paris untuk studi teologi, ayahnya berselisih paham dengan keuskupan Noyon, sehingga rencana itu dibatalkan. Lalu ia belajar ilmu hukum di Orleans 1528-1529 dan di Bourges 1529-1531. Latar belakangnya sebagai sarjana hukum ini cukup berperan memberi warna yang kuat dalam pemikiran-pemikiran dan karya-karya Calvin, baik dalam hal penyusunan tata gereja maupun perumusan wawasan teologis (pengetahuan teologinya dipupuk lewat upaya belajar sendiri ditambah dengan belajar bahasa dan kesusasteraan Ibrani, Yunani dan Latin secara formal).
Ketika ia mempelajari bahasa dan kesusasteraan itu, ia sekaligus mempelajari dan menyerap Humanisme Kristen, dengan tokohnya antara lain Eramus. Para Humanis Kristen di Perancis itu juga bersentuhan dan berkenalan dengan semangat ‘Injili’ dan Reformasi yang dicanangkan Luther, sementara pemerintah setempat masih merupakan pendukung GKR. Karena itu, pemerintah mencurigai Calvin sebagai pendukung Reformasi, terutama setelah khotbahnya di Paris 1533, yang sangat tajam mengecam ajaran dan praktek GKR dan ia terpaksa melarikan diri dari Paris pada tahun 1533.
Setelah Calvin memutuskan untuk mengikuti gerakan Reformasi, ia lebih banyak bekerja di Basel dan Jenewa, Swiss. Dan gerakan Reformasi lebih mendapat tempat di sana. Di Basel ia menulis mahakaryanya, Religionis Christianae Institutio; Pengajaran Agama Kristen. Versi pertama buku ini selesai ditulis tahun 1535 dan diterbitkan tahun 1536. Buku ini berisi uraian tentang pokok-pokok iman Kristen, yang sekaligus mencerminkan kekhasan teologi Calvin, yang menjadi buku pegangan pengajaran di lingkungan-lingkungan gereja Calvin, khususnya untuk pengajaran katekisasi (Katekismus Heidelberg, yang disusun oleh dua orang pengikut Calvin dari Jerman- Zacharias Ursinus dan Caspar Olevianus). Calvin memulai karyanya sebagai Reformator di Basel, namun di Jenewa ia lebih banyak berkarya. Ketika Calvin mulai menetap di Jenewa (1535), kota itu baru saja membebaskan diri dari pemerintahan uskup GKR. Kota itu diperintah oleh Dewan Kota dan dengan mereka yang duduk di lembaga inilah Calvin bekerjasama untuk memberlakukan asas-asas Reformasi dalam kehidupan gereja dan masyarakat. Disiplin yang ketat ditegakkan di kota ini. Disiplin yang ketat ini membuat jemaat dan Dewan Kota Jenewa memecat ‘Farel dan Calvin’ (1538) karena tidak tahan mengikuti peraturan bergereja yang disusun Calvin. Hal ini membuat Calvin sementara bermukim dan melayani di Strasburg, kendati tiga tahun kemudian ia dipanggil kembali. Di sana Calvin bekerjasama dengan Martin Bucer, Reformator setempat. Ia belajar banyak tentang tata ibadah dan organisasi gereja, yang kelak dituangkannya dalam berbagai tulisan dan menjadi pedoman-pedoman bagi gereja Calvinis. Dan di kota itu juga ia menikah (1540) dengan Idelette de Bure.
Tahun 1541 Calvin kembali ke Jenewa atas permintaan Dewan Kota setempat, dalam rangka mengatasi upaya seorang kardinal untuk menggiring warga kota itu kembali ke GKR. Calvin segera menyusun tata gereja yang baru, yang diberi nama Ordonnances Ecclesiastiques (Peraturan-peraturan Gerejawi), yang sekaligus merupakan penerapan dari dasar-dasar teoritis yang sudah dirumuskan dalam Institutio.
Pengaruh Calvin tidak hanya terasa di Jenewa, tetapi juga ke seluruh Swiss. Ia bersama para pendukung Reformasi lainnya berupaya menyatukan pendapat umat Protestan di negeri ini mengenai beberapa hal, antara lain mengenai Perjamuan Kudus. Tetapi upaya ini memperkuat perbedaan antara mereka dengan pengikut Luther hingga tak terdamaikan. Pertikaian ini baru diakhiri pada tahun 1957, ketika para teolog kedua belah pihak menghasilkan kesepakatan bersama dengan nama dalil-dalil Arnoldshain.
Calvin semakin terkemuka di dunia Reformasi Internasional dan ia menjalin hubungan dengan para tokoh Reformasi dari berbagai negeri dan berhasil menanamkan pengaruh Calvinismenya. Setelah sepeninggalannya Calvin, banyak berdatangan calon pendeta Prostestan dari negeri-negeri tersebut untuk dididik di sebuah Akademi di Jenewa, yang diprakarsai Calvin dan dipimpin oleh Theodorus Beza.
Calvin meninggal pada 27 Mei 1564. Ia mewariskan suatu wawasan teologi yang khas dan tersaji di dalam Institutio. Di banding Luther, perjalanan hidup dan pergumulan batin Calvin tidak sedramatis Luther, dan kedua tokoh ini memiliki temperamen yang berbeda. Dalam hal yang paling mendasar bagi reformai gereja, diantara keduanya lebih banyak persamaan. Hingga banyak para ahli yang berpendapat bahwa Calvin ‘duduk di bahu’ Luther, yang mengembangkan lebih rinci dan mendalam gagasan-gagasan pokok yang sudah dicanangkan Luther. Calvin menjadikan reformasi yang dicanangkan Luther lebih konkret dan lebih jelas wujudnya dalam kehidupan bergereja. Calvin mengatakan bahwa ia- meskipun tak pernah bertemu muka langsung dengan Luther- sangat menghormati pendahulunya itu. Para pengikut Calvin yang kelak menjadi gereja-gereja Calvinis (Reformed) menyusun sejumlah Pengakuan Iman , antara lain: Konfesi Helvetik (Swiss) I (1536) dan II (1566), Pengakuan Iman Belanda (Confessio Belgica, 1561), Kanon Synode Dordrecht (1619) dan Pengakuan Iman Westminster (1647).
Perluasan Gereja-gereja Calvinis
Jemaat-jemaat Protestan pengikut Calvin pertama terbentuk di Swiss dan Perancis. Pada tahun 1559 telah berlangsung sidang sinode pertama Gereja Reformed Perancis yang benar-benar bercorak Calvinis (mereka dikenal dengan nama Kaum Hugenot). Pada tahun-tahun berikutnya mereka mengalami hambatan dari pihak pemerintahan yang Katolik. Puncaknya terjadi pada suatu peristiwa yang dikenal dengan nama malam pesta St. Bartolomeus (23-24 Agustus 1572), di mana sekitar 30.000 orang Protestan terbunuh.
Setelah Edik Nantes yang diterbitkan Raja Henry IV tahun 1598 sempat ada masa toleransi, tetapi tak begitu lama, terutama sejak Raja Louis XIV membatalkan edik itu(1685), kembali lagi terjadi penghambatan sampai diterbitkannya Konstitusi 1795 (sebagai produk Revolusi Perancis 1789) yang menjamin kebebasan beragama.
Perkembangan yang pesat justru terjadi di Belanda. Jemaat-jemaat Protestan Calvinis terbentuk segera setelah Calvin membentuk jemaat di Jenewa. Selanjutnya menyusullah perang agama yang mengakibatkan terbaginya negeri itu menjadi dua (Belanda yang Reformed dan Belgia yang Roma Katolik). Pemisahan ini dituntaskan tahun 1579 oleh Pangeran Willem van Oranje- Nassau yang Calvinis. Tetapi di Belanda juga terjadi pertikaian besar di lingkungan Calvinisme, yang mengakibatkan munculnya kelompok yang dianggap sesat, lalu dikucilkan/memisahkan diri, yaitu pengikut Jacobus Arminius, yang kemudian dikenal dengan nama kaum Arminian.
Di daratan Eropa, selain di Swiss, Perncis dan Belanda, jemaat-jemaat Calvinis (Reformed) juga hadir di Jerman, Italia, Cekoslowakia dan Hongaria. Khusus di Jerman, Calvin menjalin persahabatan dengan Philip Melanchton, lalu Calvinisme masuk ke sana melalui korban pengungsi- korban penghambatan oleh GKR- dari Perancis dan Belanda.
Pusat aliran Reformed di Inggris Raya(antara lain England dan Irlandia) adalah Skotland. Yang pertama mengembangkannya di sana adalah Jhon Knox, pengikut setia Calvin. Di Negara England, pemikiran Reformed-Presbyterian diberi nama Puritanisme. Nama ini muncul hasil dari penyatuan pikiran yang berbeda di kalangan Reformed di sekitar pokok “pemurnian lebih lanjut dari gereja”, yaitu langkah lanjut dari Reformasi, sebagaimana dicetuskan oleh Ratu Elisabeth I tatkala ia menawarkan gagasan via media (jalan tengah) pada 1558, untuk meredakan pertikaian keagamaan. Di lingkungan kaum Puritan sendiri ada dua kelompok besar: kaum Independen dan Presbyterian. Kebanyakan kaum Puritan berpikiran Reformed, tetapi di luar itu meeka bervariasi.
Periode 1558-1649 di Inggris merupakan masa pergumulan, penghambatan perang dan pasang surut toleransi di antara tokoh pelbagai gereja di England. Pada tahun 1649 Oliver Cromwell, seorang Puritan, berani memberontak terhadap kerajaan dan mendirikan Persemakmuran Puritan. Kendati Cromwell berhasil di kalangan Independen, namun kalangan Presbyterian dominant di dalam parlemen, sehingga ketika pemerintahan Cromwell di mulai, Presbyterianisme menjadi gereja atau aliran dominan di England. Tetapi ketika Puritanisme mengambil ahli posisi sebagai gereja negara, kedua fraksi di dalamnya (Independen dan Presbyterian), tidak merasa perlu lagi mempertahankan kesatuan mereka dalam menghadapi Episkopalianisme, lalu pertikaian di antara keduanya semakin tajam. Kaum Kongregasionalis, suatu kelompok di dalam fraksi independent, mulai melancarkan tekanan agar gereja negara yang baru itu didasarkan pada sistim kongregasinal ketimbang presbyterian. Kaum Kongregasional juga ingin tetap dekat dengan Gereja Anglican, dalam arti lain kaum Kongregasional ingin mengkhotbahkan ajaran Gereja Anglican, tetapi di pihak lain ingin memilih pendeta mereka sendiri, memiliki harta benda sendiri dan tidak mau tunduk di bawah kuasa uskup-uskup Gereja Anglican. Kaum Kongregasional ditentang oleh kelompok lain di kalangan Independen, yaitu Separatis. Yang terakhir ini melepaskan diri dari ikatan episkopal mana pun.
Pada tahun 1660 Presbyterianisme kehilangan posisinya sebagai gereja negara, karena kekuasaan kerajaan England dipulihkan (ini disebut Restorasi) dan gereja Anglican kembali menjdi gereja negara. Akhirnya Presbyterianisme menjadi sebuah kelompok kecil di antara sejumlah kelompok kecil lainnya. Jadi Restorasi berarti berakhirnya kekuasaan Presbyterian. Tetapi teologi Reformed tetap dominant di lingkungan Protestan England, termasuk di kalangan Presbyterian, Kongregasional dan Separatis.
Sebanarnya sebelum beberapa tahun Cromwell mengambil-alih kekuasaan, Parlemen England telah meritis jalan bagi pemberlakuan Presbyterianisme dengan menyingkirkan sistim keuskupan pada tahun 1642-43. Parlemen juga mengundang Sidang Raya para rohaniwan di Westminster untuk menata-ulang lagi Gereja Anglican. Sidang Raya ini yang berlangsung secara terputus-putus selama tiga tahun, menghasilkan tiga karya terpenting dalam sejarah aliran Reformed (di samping Institutio dan merupakan penjabaran karya utama Calvin ini), yaitu Katekismus Besar dan Kecil, Pengakuan Iman Westminster dan Tuntunan Ibadah Umum.
Beberapa Pokok Ajaran dan Prakteknya
Inti dan Titik-tolak Teologi Calvinis
Teologi Calvin dibentuk oleh keyakinannya akan kedaulatan Allah dalam perkara penciptaan dan keselamatan, dan kemuliaan Allah sebagai tujuan dari karyaNya maupun dari hidup dan tugas manusia. Pokok-pokok besar lainnya dalam teologi Calvin, misalnya predestinasi atau penebusan yang terbatas, dibangun di atas keyakinan akan kedaulatan dan kemuliaan Allah ini. Sebab itu, teologi Calvin disebut sebagai Teologi Kedaulatan dan Kemuliaan Allah.
Calvin sangat menekankan otoritas Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran Gereja yang benar (sola scriptura) dan ia menolak pemahaman dan penghargaan Gereja Katolik Roma atas tradisi sebagai sumber keyakinan dan ajaran yang setara dengan Alkitab. Berbicara tentang Kemuliaan Allah (Gloria Dei), Calvin menegaskan bahwa Allah menciptakan dunia dan manusia demi untuk kemuliaanNya. Apapun yang dilakukan manusia hendaknya bertujuan untuk kemuliaan Allah.
Calvin menekankan konsep pengudusan, manusia yang telah diamouni dan dibenarkan karena iman harus berusaha sedapat mungkin menjaga dan mengupayakan kekudusan hidupnya, meskipun kekudusan itu tak pernah sempurna dan tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan. Dengan kata lain pengudusan (sanctificatio) adalah buah dari pembenaran (justificatio).
Calvin sangat menekankan keyakinan bahwa keselamatan diperoleh hanya karena kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide). Ia menentang ajaran Gereja Katolik Roma yang menyatakan bahwa keselamatan merupakan hasil kerjasama antara kasih karunia Allah dan perbuatan baik manusia. Calvin kemudian mengembangkan pemahaman dan ajaran tentang keselamatan yang dikenal sebagai ajaran predestinasi, kendati pokok ini sebenarnya tidak menduduki tempat yang sentral dalam teologi Calvinis.
Secara sederhana, predestinasi berarti bahwa jumlah dan jatidiri dari ‘orang-orang terpilih’, yakni mereka yang diselamatkan, sudah ditetapkan oleh Allah yang berdaulat itu sebelum dunia diciptakan. Calvin sendiri mendefenisikannya sebagai “ keputusan Allah yang kekal, yang dengannya Ia menetapkan untuk diri-Nya sendiri, apa yang menurut kehendak-Nya akan terjadi atas setiap orang” (Institutio, III, xxi, 5).
Hakikat Gereja
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan berkat kasih karunia Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang kesemuanya disambut dan diterima manusia melalui iman. Gereja merupakan tempat yang dapat ditemukan di mana saja, asalkan di sana firman atau Injil yang murni diberitakan dan sakramen yang murni dilayankan(yakni Baptisan dan Perjamuan Kudus, yang merupakan firman dalam wujud tanda).
Menurut Calvin Gereja mempunyai peranan kunci dalam hubungan antara manusia dengan Allah sebagai sarana atau saluran pemberitaan firman dan pelayanan sakramen. Gereja harus memiliki seperangkat pejabat yang ditunjuk untuk memberitakan firman dan membina orang percaya. Pelayanan firman dan sakramen merupakan pusat kehidupan Gereja.
Tata Gereja dan Jabatan
Calvin menetapkan bahwa di dalam Gereja ada empat jabatan, yaitu gembala atau pendeta (pastor), pengajar (doctor), penatua (presbyter), dan syamas atau diaken (diacon). Tugas pendeta adalah memberitakan firman dan melayankan sakramen, dan bersama dengan penatua mengawasi kehidupan jemaat, dan kalau perlu menegur warga gereja yang menyimpang dari ajaran dan peraturan gereja. Jabatan pengajar mencakup semua fungsionaris gereja yang terlibat dalam tugas pengajaran yang berhubungan dengan iman Kristen, mulai dari guru agama Kristen di sekolah, guru katekisasi, sampai dengan dosen-dosen teologi. Para penatua, pada masa itu di Jenewa adalah orang-orang yang ditunjuk pemerintah kota untuk-bersama pendeta- mengawasi kehidupan gereja. Para diaken atau syamas bertugas untuk mengurusi orang-orang sakit, miskin, berkemalangan, dan lainnya. Sebab itu mereka mengumpulkan dan mengatur perbendaharaan jemaat untuk disalurkan pada jemaat yang membutuhkan.
Hampir seluruh gereja beraliran Calvinis di Indonesia bahkan di dunia saat ini menganut sistem pemerintahan prebiterial-sinodal. Sistem ini menganut jalan tengah atau kombinasi antara sentralistis dan pola otonomi jemaat. Ada perkara- perkara yang harus dipercayakan pada badan atau instansi di atas(atau di luar) jemaat, tetapi cukup besar wewenang dan kebebasan jemaat untuk mengatur dirinya sendiri. Tata gereja ini disebut presbiterial sinodal sebab semua keputusan jemaat diambil pada tingkat presbiterium(majelis jemaat), sedangkan perkara-perkara yang menyangkut seluruh kepentingan seluruh gereja diputuskan pada tingkat sinode, yang dalam hal ini diikuti oleh wakil presbiterium dari setiap jemaat.
Disiplin(Siasat) Gereja
Jemaat Calvin(is) yang pertama, yakni jemaat Jenewa yang langsung dipimpin oleh John Calvin sangat ketat dalam melaksanakan disiplin gereja, yakni penegakan ketertiban dan pengawasan ajaran maupun perilaku, namun pada masa kini, gereja-gereja beraliran Calvinis seringkali sangat longgar dalam masalah penegakan disiplin gereja.
Menurut Calvin tujuan utama disiplin gereja adalah mempertahankan kesucian gereka sebagai persekutuan yang merayakan Perjamuan Kudus, supaya nama Allah tetap dimuliakan dan tidak dicemarkan. Disiplin juga berguna untuk menjaga agar orang-orang baik di dalam gereja tidak tercemar kejahatan karena pergaulan dengan orang jahat, dan orang-orang jahat menjadi bertobat dari kejahatannya.
Penegakan disiplin gereja dilaksanakan majelis jemaat sebagai satu kesatuan dan bukan pada satu orang saja. Calvin menetapkan tiga kategori hukuman gereja, pertama teguran oleh majelis jemaat, kedua larangan mengikuti Perjamuan Kudus, ketiga pengucilan dari jemaat, yang dilakukan atau diumumkan pada kebaktian umum kepada seluruh jemaat.
Ibadah dan Tata Ibadah
Bagi Calvin, ibadah dan tata ibadah berkaitan erat, bahan merupakan satu kesatuan, sebab gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah atau dengan kata lain apa yang diyakini gereja terungkap secara nyata di dalam ibadahnya. Ibadah dalam gereja-gereja Calvinis-maupun Lutheran- berpusat pada pemberitaan Firman atau khotbah dan perayaan Perjamuan Kudus.
Mengenai Khotbah, menurut Calvin idealnya khotbah merupakan kombinasi dari uraian isi Alkitab dan penjelasan pokok-pokok pemahaman iman atau ajaran gereja tentang kebenaran yang dianut gereja. Mengenai Nyanyian, selama berabad-abad nyanyian gereja hanya terbatas pada Mazmur, karena menurut Calvin, Mazmur merupakan nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah, sebab terdapat dalam Alkitab dan dengan demikian merupakan ciptaan Roh Kudus. Sekarang ini sudah banyak digubah lagu-lagu rohani yang dipergunakan dalam ibadah gereja-gereja beraliran Calvinis.
Mengenai Baptisan, yang dilayankan dalam ibadah jemaat oleh pejabat yang diberi wewenang oleh gereja. Calvin membela dan memberlakukan baptisan anak atau bayi. Sebab, baptisan merupakan tanda pengampunan dan hidup baru. Baptisan juga menandakan bahwa kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan kita juga telah menjadi satu dengan Dia. Baptisan sekaligus menjadi tanda bahwa kita telah masuk ke dalam persekutuan gereja. Baptisan bukanlah syarat memperoleh keselamatan, namun meterai yang menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Pengampunan tersebut telah dikaruniakan Allah sebelum kita dilahirkan, sehingga tidak ditentukan oleh Baptisan.
Mengenai Perjamuan Kudus, Calvin meyakini dan mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda yang ditetapkan Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti dan anggur itu orang-orang beriman dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Perjamuan Kudus menurut Calvin lebih dari sekedar mengingat akan kematian Tuhan Yesus, namun Perjamuan Kudus menambahkan sesuatu kepada iman orang percaya dan kepada apa yang disampaikan dalam pemberitaan Firman. Ketika Perjamuan Kudus dilayankan, tubuh Kristus tetap berada di Sorga tetapi Roh-Nya memenuhi roti dan anggur sehingga para peserta Perjamuan Kudus yang beriman menerima Kristus secara rohani.
Gereja dan Dunia serta Hubungan Gereja dengan Negara
Calvin menghendaki ada garis pemisahan yang tegas antara gereja dengan Negara. Meskipun sumber kekuasaannya sama, yaitu dari Tuhan Allah, namun Allah merupakan penguasa tertinggi baik dalam kehidupan negara maupun gereja. Selanjutnya Tuhan Allah memberikan ‘pedang jasmani’ kepada Negara atau pemerintah sipil sedangkan pedang yang satu lagi, ‘pedang rohani’ diberikan kepada gereja. Negara harus membantu gereja untuk memberlakukan kedaulatan Allah dan ketertiban di dalam kehidupan manusia, tetapi negara tidak boleh mencampuri urusan gereja, termasuk dalam hal organisasi, peribadahan, upacara-upacara dan penetapan pejabat gerejawi.
Ini bisa berarti bahwa gereja memiliki lebih banyak wewenang dibandingkan dengan negara karena gereja bisa berbicara dalam segala bidang kehidupan, termasuk politik dan pemerintahan, sementara sebaliknya negara tidak boleh berbicara dalam urusan keagamaan. Namun, dalam kenyataannya, gereja-gereja Calvinis lebih sering diatur negara, ketimbang sebaliknya.
Aliran atau denominasi Calvinis (lebih sering disebut Reformed atau presbyterian) hampir sama tuanya dengan Lutheran. Jumlah anggota gereja penganutnya merupakan yang kedua terbesar setelah Lutheran., tersebar di lima benua. Sebagian besar daripadanya, yaitu 173 organisasi gerja hingga tahun 1990, bergabung di dalam World Alliance of Reformed Churches (WARC). Sejak 1970, gereja-gereja Kongregasional juga bergabung di dalamnya, yaitu sejak WARC bergabung dengan International Congregtional Council (ICC).
Di Indonesia tidak ada gereja yang memakai nama Calvin[is], namun di antara 72 gereja anggota PGI(sampai 1994) yang lazim dimasukkan ke dalam kategori ‘arus utama’ sekurang-kurangnya separuhnya mengaku sebagai Gereja beraliran Calvinis. Contohnya: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI (Jabar, Jateng, Jatim, yang sejak Agustus 1994 menyatakan bersatu), GKP, GKJ, GKJW GKPB, GKS, GMIST, Gereja Toraja, GKSS, Gepsultra, GMIH dan GKE. Bahkan gereja-gereja yang beraliran Injili banyak yang mengaku Calvinis, misalnya GRII (Gereja Reformed Injili Indinesia) dan GPII (Gereja Presbyterian Injili Indonesia). Ada 26 organisasi gereja di Indonesia- semuanya anggota PGI- menjadi anggota WARC. Gereja-gereja Calvinis memakai istilah Reformed pada nama persekutuannya (WARC: World Alliance of Reformed Churches). Sedangkan istilah Presbyterian dan Congregational, di samping punya makna histories tertentu, lebih mengacu pada sistem organisasi dan pemerintahan gereja yang diberlakukan di lingkungan gereja-gereja Calvinis, di mana peranan dan kekuasaan para presbyter (penatua; tua-tua, yang dipilih dari antara warga jemaat) ataupun congregatio (warga jemaat) sangat besar.
Latar Belakang dan Sejarahnya
Latar Belakang dan Riwayat Hidup Calvin
Berbicara mengenai Calvinisme atau aliran Calvinis, dengan sendirinya berbicara tentang Johannes Calvin (Jean Cauvin), 1509-1564. Tokoh Reformasi yang lahir di Noyon, Perancis Utara, 10 Juli 1509. Semula ia direncanakan keluarganya menjadi imam [GKR]. Tetapi waktu ia mempersiapkan diri di Paris untuk studi teologi, ayahnya berselisih paham dengan keuskupan Noyon, sehingga rencana itu dibatalkan. Lalu ia belajar ilmu hukum di Orleans 1528-1529 dan di Bourges 1529-1531. Latar belakangnya sebagai sarjana hukum ini cukup berperan memberi warna yang kuat dalam pemikiran-pemikiran dan karya-karya Calvin, baik dalam hal penyusunan tata gereja maupun perumusan wawasan teologis (pengetahuan teologinya dipupuk lewat upaya belajar sendiri ditambah dengan belajar bahasa dan kesusasteraan Ibrani, Yunani dan Latin secara formal).
Ketika ia mempelajari bahasa dan kesusasteraan itu, ia sekaligus mempelajari dan menyerap Humanisme Kristen, dengan tokohnya antara lain Eramus. Para Humanis Kristen di Perancis itu juga bersentuhan dan berkenalan dengan semangat ‘Injili’ dan Reformasi yang dicanangkan Luther, sementara pemerintah setempat masih merupakan pendukung GKR. Karena itu, pemerintah mencurigai Calvin sebagai pendukung Reformasi, terutama setelah khotbahnya di Paris 1533, yang sangat tajam mengecam ajaran dan praktek GKR dan ia terpaksa melarikan diri dari Paris pada tahun 1533.
Setelah Calvin memutuskan untuk mengikuti gerakan Reformasi, ia lebih banyak bekerja di Basel dan Jenewa, Swiss. Dan gerakan Reformasi lebih mendapat tempat di sana. Di Basel ia menulis mahakaryanya, Religionis Christianae Institutio; Pengajaran Agama Kristen. Versi pertama buku ini selesai ditulis tahun 1535 dan diterbitkan tahun 1536. Buku ini berisi uraian tentang pokok-pokok iman Kristen, yang sekaligus mencerminkan kekhasan teologi Calvin, yang menjadi buku pegangan pengajaran di lingkungan-lingkungan gereja Calvin, khususnya untuk pengajaran katekisasi (Katekismus Heidelberg, yang disusun oleh dua orang pengikut Calvin dari Jerman- Zacharias Ursinus dan Caspar Olevianus). Calvin memulai karyanya sebagai Reformator di Basel, namun di Jenewa ia lebih banyak berkarya. Ketika Calvin mulai menetap di Jenewa (1535), kota itu baru saja membebaskan diri dari pemerintahan uskup GKR. Kota itu diperintah oleh Dewan Kota dan dengan mereka yang duduk di lembaga inilah Calvin bekerjasama untuk memberlakukan asas-asas Reformasi dalam kehidupan gereja dan masyarakat. Disiplin yang ketat ditegakkan di kota ini. Disiplin yang ketat ini membuat jemaat dan Dewan Kota Jenewa memecat ‘Farel dan Calvin’ (1538) karena tidak tahan mengikuti peraturan bergereja yang disusun Calvin. Hal ini membuat Calvin sementara bermukim dan melayani di Strasburg, kendati tiga tahun kemudian ia dipanggil kembali. Di sana Calvin bekerjasama dengan Martin Bucer, Reformator setempat. Ia belajar banyak tentang tata ibadah dan organisasi gereja, yang kelak dituangkannya dalam berbagai tulisan dan menjadi pedoman-pedoman bagi gereja Calvinis. Dan di kota itu juga ia menikah (1540) dengan Idelette de Bure.
Tahun 1541 Calvin kembali ke Jenewa atas permintaan Dewan Kota setempat, dalam rangka mengatasi upaya seorang kardinal untuk menggiring warga kota itu kembali ke GKR. Calvin segera menyusun tata gereja yang baru, yang diberi nama Ordonnances Ecclesiastiques (Peraturan-peraturan Gerejawi), yang sekaligus merupakan penerapan dari dasar-dasar teoritis yang sudah dirumuskan dalam Institutio.
Pengaruh Calvin tidak hanya terasa di Jenewa, tetapi juga ke seluruh Swiss. Ia bersama para pendukung Reformasi lainnya berupaya menyatukan pendapat umat Protestan di negeri ini mengenai beberapa hal, antara lain mengenai Perjamuan Kudus. Tetapi upaya ini memperkuat perbedaan antara mereka dengan pengikut Luther hingga tak terdamaikan. Pertikaian ini baru diakhiri pada tahun 1957, ketika para teolog kedua belah pihak menghasilkan kesepakatan bersama dengan nama dalil-dalil Arnoldshain.
Calvin semakin terkemuka di dunia Reformasi Internasional dan ia menjalin hubungan dengan para tokoh Reformasi dari berbagai negeri dan berhasil menanamkan pengaruh Calvinismenya. Setelah sepeninggalannya Calvin, banyak berdatangan calon pendeta Prostestan dari negeri-negeri tersebut untuk dididik di sebuah Akademi di Jenewa, yang diprakarsai Calvin dan dipimpin oleh Theodorus Beza.
Calvin meninggal pada 27 Mei 1564. Ia mewariskan suatu wawasan teologi yang khas dan tersaji di dalam Institutio. Di banding Luther, perjalanan hidup dan pergumulan batin Calvin tidak sedramatis Luther, dan kedua tokoh ini memiliki temperamen yang berbeda. Dalam hal yang paling mendasar bagi reformai gereja, diantara keduanya lebih banyak persamaan. Hingga banyak para ahli yang berpendapat bahwa Calvin ‘duduk di bahu’ Luther, yang mengembangkan lebih rinci dan mendalam gagasan-gagasan pokok yang sudah dicanangkan Luther. Calvin menjadikan reformasi yang dicanangkan Luther lebih konkret dan lebih jelas wujudnya dalam kehidupan bergereja. Calvin mengatakan bahwa ia- meskipun tak pernah bertemu muka langsung dengan Luther- sangat menghormati pendahulunya itu. Para pengikut Calvin yang kelak menjadi gereja-gereja Calvinis (Reformed) menyusun sejumlah Pengakuan Iman , antara lain: Konfesi Helvetik (Swiss) I (1536) dan II (1566), Pengakuan Iman Belanda (Confessio Belgica, 1561), Kanon Synode Dordrecht (1619) dan Pengakuan Iman Westminster (1647).
Perluasan Gereja-gereja Calvinis
Jemaat-jemaat Protestan pengikut Calvin pertama terbentuk di Swiss dan Perancis. Pada tahun 1559 telah berlangsung sidang sinode pertama Gereja Reformed Perancis yang benar-benar bercorak Calvinis (mereka dikenal dengan nama Kaum Hugenot). Pada tahun-tahun berikutnya mereka mengalami hambatan dari pihak pemerintahan yang Katolik. Puncaknya terjadi pada suatu peristiwa yang dikenal dengan nama malam pesta St. Bartolomeus (23-24 Agustus 1572), di mana sekitar 30.000 orang Protestan terbunuh.
Setelah Edik Nantes yang diterbitkan Raja Henry IV tahun 1598 sempat ada masa toleransi, tetapi tak begitu lama, terutama sejak Raja Louis XIV membatalkan edik itu(1685), kembali lagi terjadi penghambatan sampai diterbitkannya Konstitusi 1795 (sebagai produk Revolusi Perancis 1789) yang menjamin kebebasan beragama.
Perkembangan yang pesat justru terjadi di Belanda. Jemaat-jemaat Protestan Calvinis terbentuk segera setelah Calvin membentuk jemaat di Jenewa. Selanjutnya menyusullah perang agama yang mengakibatkan terbaginya negeri itu menjadi dua (Belanda yang Reformed dan Belgia yang Roma Katolik). Pemisahan ini dituntaskan tahun 1579 oleh Pangeran Willem van Oranje- Nassau yang Calvinis. Tetapi di Belanda juga terjadi pertikaian besar di lingkungan Calvinisme, yang mengakibatkan munculnya kelompok yang dianggap sesat, lalu dikucilkan/memisahkan diri, yaitu pengikut Jacobus Arminius, yang kemudian dikenal dengan nama kaum Arminian.
Di daratan Eropa, selain di Swiss, Perncis dan Belanda, jemaat-jemaat Calvinis (Reformed) juga hadir di Jerman, Italia, Cekoslowakia dan Hongaria. Khusus di Jerman, Calvin menjalin persahabatan dengan Philip Melanchton, lalu Calvinisme masuk ke sana melalui korban pengungsi- korban penghambatan oleh GKR- dari Perancis dan Belanda.
Pusat aliran Reformed di Inggris Raya(antara lain England dan Irlandia) adalah Skotland. Yang pertama mengembangkannya di sana adalah Jhon Knox, pengikut setia Calvin. Di Negara England, pemikiran Reformed-Presbyterian diberi nama Puritanisme. Nama ini muncul hasil dari penyatuan pikiran yang berbeda di kalangan Reformed di sekitar pokok “pemurnian lebih lanjut dari gereja”, yaitu langkah lanjut dari Reformasi, sebagaimana dicetuskan oleh Ratu Elisabeth I tatkala ia menawarkan gagasan via media (jalan tengah) pada 1558, untuk meredakan pertikaian keagamaan. Di lingkungan kaum Puritan sendiri ada dua kelompok besar: kaum Independen dan Presbyterian. Kebanyakan kaum Puritan berpikiran Reformed, tetapi di luar itu meeka bervariasi.
Periode 1558-1649 di Inggris merupakan masa pergumulan, penghambatan perang dan pasang surut toleransi di antara tokoh pelbagai gereja di England. Pada tahun 1649 Oliver Cromwell, seorang Puritan, berani memberontak terhadap kerajaan dan mendirikan Persemakmuran Puritan. Kendati Cromwell berhasil di kalangan Independen, namun kalangan Presbyterian dominant di dalam parlemen, sehingga ketika pemerintahan Cromwell di mulai, Presbyterianisme menjadi gereja atau aliran dominan di England. Tetapi ketika Puritanisme mengambil ahli posisi sebagai gereja negara, kedua fraksi di dalamnya (Independen dan Presbyterian), tidak merasa perlu lagi mempertahankan kesatuan mereka dalam menghadapi Episkopalianisme, lalu pertikaian di antara keduanya semakin tajam. Kaum Kongregasionalis, suatu kelompok di dalam fraksi independent, mulai melancarkan tekanan agar gereja negara yang baru itu didasarkan pada sistim kongregasinal ketimbang presbyterian. Kaum Kongregasional juga ingin tetap dekat dengan Gereja Anglican, dalam arti lain kaum Kongregasional ingin mengkhotbahkan ajaran Gereja Anglican, tetapi di pihak lain ingin memilih pendeta mereka sendiri, memiliki harta benda sendiri dan tidak mau tunduk di bawah kuasa uskup-uskup Gereja Anglican. Kaum Kongregasional ditentang oleh kelompok lain di kalangan Independen, yaitu Separatis. Yang terakhir ini melepaskan diri dari ikatan episkopal mana pun.
Pada tahun 1660 Presbyterianisme kehilangan posisinya sebagai gereja negara, karena kekuasaan kerajaan England dipulihkan (ini disebut Restorasi) dan gereja Anglican kembali menjdi gereja negara. Akhirnya Presbyterianisme menjadi sebuah kelompok kecil di antara sejumlah kelompok kecil lainnya. Jadi Restorasi berarti berakhirnya kekuasaan Presbyterian. Tetapi teologi Reformed tetap dominant di lingkungan Protestan England, termasuk di kalangan Presbyterian, Kongregasional dan Separatis.
Sebanarnya sebelum beberapa tahun Cromwell mengambil-alih kekuasaan, Parlemen England telah meritis jalan bagi pemberlakuan Presbyterianisme dengan menyingkirkan sistim keuskupan pada tahun 1642-43. Parlemen juga mengundang Sidang Raya para rohaniwan di Westminster untuk menata-ulang lagi Gereja Anglican. Sidang Raya ini yang berlangsung secara terputus-putus selama tiga tahun, menghasilkan tiga karya terpenting dalam sejarah aliran Reformed (di samping Institutio dan merupakan penjabaran karya utama Calvin ini), yaitu Katekismus Besar dan Kecil, Pengakuan Iman Westminster dan Tuntunan Ibadah Umum.
Beberapa Pokok Ajaran dan Prakteknya
Inti dan Titik-tolak Teologi Calvinis
Teologi Calvin dibentuk oleh keyakinannya akan kedaulatan Allah dalam perkara penciptaan dan keselamatan, dan kemuliaan Allah sebagai tujuan dari karyaNya maupun dari hidup dan tugas manusia. Pokok-pokok besar lainnya dalam teologi Calvin, misalnya predestinasi atau penebusan yang terbatas, dibangun di atas keyakinan akan kedaulatan dan kemuliaan Allah ini. Sebab itu, teologi Calvin disebut sebagai Teologi Kedaulatan dan Kemuliaan Allah.
Calvin sangat menekankan otoritas Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran Gereja yang benar (sola scriptura) dan ia menolak pemahaman dan penghargaan Gereja Katolik Roma atas tradisi sebagai sumber keyakinan dan ajaran yang setara dengan Alkitab. Berbicara tentang Kemuliaan Allah (Gloria Dei), Calvin menegaskan bahwa Allah menciptakan dunia dan manusia demi untuk kemuliaanNya. Apapun yang dilakukan manusia hendaknya bertujuan untuk kemuliaan Allah.
Calvin menekankan konsep pengudusan, manusia yang telah diamouni dan dibenarkan karena iman harus berusaha sedapat mungkin menjaga dan mengupayakan kekudusan hidupnya, meskipun kekudusan itu tak pernah sempurna dan tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan. Dengan kata lain pengudusan (sanctificatio) adalah buah dari pembenaran (justificatio).
Calvin sangat menekankan keyakinan bahwa keselamatan diperoleh hanya karena kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide). Ia menentang ajaran Gereja Katolik Roma yang menyatakan bahwa keselamatan merupakan hasil kerjasama antara kasih karunia Allah dan perbuatan baik manusia. Calvin kemudian mengembangkan pemahaman dan ajaran tentang keselamatan yang dikenal sebagai ajaran predestinasi, kendati pokok ini sebenarnya tidak menduduki tempat yang sentral dalam teologi Calvinis.
Secara sederhana, predestinasi berarti bahwa jumlah dan jatidiri dari ‘orang-orang terpilih’, yakni mereka yang diselamatkan, sudah ditetapkan oleh Allah yang berdaulat itu sebelum dunia diciptakan. Calvin sendiri mendefenisikannya sebagai “ keputusan Allah yang kekal, yang dengannya Ia menetapkan untuk diri-Nya sendiri, apa yang menurut kehendak-Nya akan terjadi atas setiap orang” (Institutio, III, xxi, 5).
Hakikat Gereja
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan berkat kasih karunia Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang kesemuanya disambut dan diterima manusia melalui iman. Gereja merupakan tempat yang dapat ditemukan di mana saja, asalkan di sana firman atau Injil yang murni diberitakan dan sakramen yang murni dilayankan(yakni Baptisan dan Perjamuan Kudus, yang merupakan firman dalam wujud tanda).
Menurut Calvin Gereja mempunyai peranan kunci dalam hubungan antara manusia dengan Allah sebagai sarana atau saluran pemberitaan firman dan pelayanan sakramen. Gereja harus memiliki seperangkat pejabat yang ditunjuk untuk memberitakan firman dan membina orang percaya. Pelayanan firman dan sakramen merupakan pusat kehidupan Gereja.
Tata Gereja dan Jabatan
Calvin menetapkan bahwa di dalam Gereja ada empat jabatan, yaitu gembala atau pendeta (pastor), pengajar (doctor), penatua (presbyter), dan syamas atau diaken (diacon). Tugas pendeta adalah memberitakan firman dan melayankan sakramen, dan bersama dengan penatua mengawasi kehidupan jemaat, dan kalau perlu menegur warga gereja yang menyimpang dari ajaran dan peraturan gereja. Jabatan pengajar mencakup semua fungsionaris gereja yang terlibat dalam tugas pengajaran yang berhubungan dengan iman Kristen, mulai dari guru agama Kristen di sekolah, guru katekisasi, sampai dengan dosen-dosen teologi. Para penatua, pada masa itu di Jenewa adalah orang-orang yang ditunjuk pemerintah kota untuk-bersama pendeta- mengawasi kehidupan gereja. Para diaken atau syamas bertugas untuk mengurusi orang-orang sakit, miskin, berkemalangan, dan lainnya. Sebab itu mereka mengumpulkan dan mengatur perbendaharaan jemaat untuk disalurkan pada jemaat yang membutuhkan.
Hampir seluruh gereja beraliran Calvinis di Indonesia bahkan di dunia saat ini menganut sistem pemerintahan prebiterial-sinodal. Sistem ini menganut jalan tengah atau kombinasi antara sentralistis dan pola otonomi jemaat. Ada perkara- perkara yang harus dipercayakan pada badan atau instansi di atas(atau di luar) jemaat, tetapi cukup besar wewenang dan kebebasan jemaat untuk mengatur dirinya sendiri. Tata gereja ini disebut presbiterial sinodal sebab semua keputusan jemaat diambil pada tingkat presbiterium(majelis jemaat), sedangkan perkara-perkara yang menyangkut seluruh kepentingan seluruh gereja diputuskan pada tingkat sinode, yang dalam hal ini diikuti oleh wakil presbiterium dari setiap jemaat.
Disiplin(Siasat) Gereja
Jemaat Calvin(is) yang pertama, yakni jemaat Jenewa yang langsung dipimpin oleh John Calvin sangat ketat dalam melaksanakan disiplin gereja, yakni penegakan ketertiban dan pengawasan ajaran maupun perilaku, namun pada masa kini, gereja-gereja beraliran Calvinis seringkali sangat longgar dalam masalah penegakan disiplin gereja.
Menurut Calvin tujuan utama disiplin gereja adalah mempertahankan kesucian gereka sebagai persekutuan yang merayakan Perjamuan Kudus, supaya nama Allah tetap dimuliakan dan tidak dicemarkan. Disiplin juga berguna untuk menjaga agar orang-orang baik di dalam gereja tidak tercemar kejahatan karena pergaulan dengan orang jahat, dan orang-orang jahat menjadi bertobat dari kejahatannya.
Penegakan disiplin gereja dilaksanakan majelis jemaat sebagai satu kesatuan dan bukan pada satu orang saja. Calvin menetapkan tiga kategori hukuman gereja, pertama teguran oleh majelis jemaat, kedua larangan mengikuti Perjamuan Kudus, ketiga pengucilan dari jemaat, yang dilakukan atau diumumkan pada kebaktian umum kepada seluruh jemaat.
Ibadah dan Tata Ibadah
Bagi Calvin, ibadah dan tata ibadah berkaitan erat, bahan merupakan satu kesatuan, sebab gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah atau dengan kata lain apa yang diyakini gereja terungkap secara nyata di dalam ibadahnya. Ibadah dalam gereja-gereja Calvinis-maupun Lutheran- berpusat pada pemberitaan Firman atau khotbah dan perayaan Perjamuan Kudus.
Mengenai Khotbah, menurut Calvin idealnya khotbah merupakan kombinasi dari uraian isi Alkitab dan penjelasan pokok-pokok pemahaman iman atau ajaran gereja tentang kebenaran yang dianut gereja. Mengenai Nyanyian, selama berabad-abad nyanyian gereja hanya terbatas pada Mazmur, karena menurut Calvin, Mazmur merupakan nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah, sebab terdapat dalam Alkitab dan dengan demikian merupakan ciptaan Roh Kudus. Sekarang ini sudah banyak digubah lagu-lagu rohani yang dipergunakan dalam ibadah gereja-gereja beraliran Calvinis.
Mengenai Baptisan, yang dilayankan dalam ibadah jemaat oleh pejabat yang diberi wewenang oleh gereja. Calvin membela dan memberlakukan baptisan anak atau bayi. Sebab, baptisan merupakan tanda pengampunan dan hidup baru. Baptisan juga menandakan bahwa kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan kita juga telah menjadi satu dengan Dia. Baptisan sekaligus menjadi tanda bahwa kita telah masuk ke dalam persekutuan gereja. Baptisan bukanlah syarat memperoleh keselamatan, namun meterai yang menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus. Pengampunan tersebut telah dikaruniakan Allah sebelum kita dilahirkan, sehingga tidak ditentukan oleh Baptisan.
Mengenai Perjamuan Kudus, Calvin meyakini dan mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda yang ditetapkan Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti dan anggur itu orang-orang beriman dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Perjamuan Kudus menurut Calvin lebih dari sekedar mengingat akan kematian Tuhan Yesus, namun Perjamuan Kudus menambahkan sesuatu kepada iman orang percaya dan kepada apa yang disampaikan dalam pemberitaan Firman. Ketika Perjamuan Kudus dilayankan, tubuh Kristus tetap berada di Sorga tetapi Roh-Nya memenuhi roti dan anggur sehingga para peserta Perjamuan Kudus yang beriman menerima Kristus secara rohani.
Gereja dan Dunia serta Hubungan Gereja dengan Negara
Calvin menghendaki ada garis pemisahan yang tegas antara gereja dengan Negara. Meskipun sumber kekuasaannya sama, yaitu dari Tuhan Allah, namun Allah merupakan penguasa tertinggi baik dalam kehidupan negara maupun gereja. Selanjutnya Tuhan Allah memberikan ‘pedang jasmani’ kepada Negara atau pemerintah sipil sedangkan pedang yang satu lagi, ‘pedang rohani’ diberikan kepada gereja. Negara harus membantu gereja untuk memberlakukan kedaulatan Allah dan ketertiban di dalam kehidupan manusia, tetapi negara tidak boleh mencampuri urusan gereja, termasuk dalam hal organisasi, peribadahan, upacara-upacara dan penetapan pejabat gerejawi.
Ini bisa berarti bahwa gereja memiliki lebih banyak wewenang dibandingkan dengan negara karena gereja bisa berbicara dalam segala bidang kehidupan, termasuk politik dan pemerintahan, sementara sebaliknya negara tidak boleh berbicara dalam urusan keagamaan. Namun, dalam kenyataannya, gereja-gereja Calvinis lebih sering diatur negara, ketimbang sebaliknya.
Langganan:
Postingan (Atom)