KETAKSALAHAN ALKITAB
Pandangan Para Kritikus
Sejak gereja mula-mula hingga masa reformasi pada umumnya tidak ada tokoh yang mempersoalkan ketaksalahan Alkitab. Namun pada permulaan abad ke 17, Francis Bacon seorang penganut induktivisme mengkritik Alkitab dengan menyangkal ketaksalahan Alkitab dalam perkara sejarah dan ilmu pengetahuan. Dengan cepat kritik terhadap Alkitab tumbuh subur dengan tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes dengan materialismenya, Benedict Spinoza dengan rasionalismenya, David Hume dengan empirisme skeptik, Immanuel Kant dengan agnostisismenya, dan Soren Kierkegaard dengan eksistensialismenya. Penyangkalan terhadap ketaksalahan Alkitab diperkuat dengan adanya metode kritik historis, neo ortodoks, Schleiermacher dengan teologia liberalnya dan perkembangan teologia kontemporer lainnya.
Kritikus modern semacam James Barr mengatakan bahwa: “seluruh Alkitab merupakan firman manusia, sehingga dipengaruhi oleh ketegangan-ketegangan, kelemahan-kelemahan, dan kesalahan-kesalahan yang selalu melekat pada hasil karya manusia…Alkitab tidak lebih tinggi dibandingkan buku-buku lain…”(Alkitab di dunia modern.BPK GM.1997), bahkan teolog lokal, Ioanes Rakhmat dengan konsisten menganggap ‘sesat’ para panganut aliran Injili, karena menolak adanya kesalahan dalam Alkitab. Lantas bagaimana jawaban kita atas berbagai kritik tersebut? Ada baiknya saya cuplik pernyataan Prof. Dr. Eta Linneman, seorang mantan teolog historis kritis dari Jerman (Teologi Kontemporer. PPII.2006): “saya menjadi murid Bultman tapi bukan murid Tuhan Yesus…kepercayaan saya sendiri hampir hilang. Bahkan lama kelamaan ilmu teologi(historis kritis) ini membawa saya pada jalan yang sesat…). Apa gunanya kita memiliki intelektualitas yang mengagumkan namun menolak sang pemberi kecerdasan, sang Maha Cerdas?
Pengakuan Ketaksalahan
Persekutuan Antar Sekolah Teologia Injili Indonesia(PASTI) mendefinisikan ketaksalahan Alkitab sebagai berikut: Kami percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya Firman yang diilhamkan Allah di bawah penguasaan dan pimpinan Roh Kudus tanpa salah dalam segala penyataan dan merupakan otoritas tertinggi dalam iman, tingkah laku dan sejarah. The International Conference on Biblical Inerrancy dalam The Chicago statement 1978 menyatakan: Holy Scripture, being god’s own word, written by men prepared and superintendent by His Spirit, is of infallible divine authority in all matters upon which it touches: it is to be believed, as God instruction, in all that it requires; embraced, as God’s pledge, in all that is promises. Demikian beberapa pengakuan umat Kristen yang masih memegang kepercayaan akan ketaksalahan Alkitab sebagai Firman Allah.
Ketidaksesuaian Bukan Kesalahan
Kita mengakui bahwa ada beberapa bagian dari Alkitab yang memberikan penjelasan berbeda mengenai tema dan topik yang sama. Apakah ini bukti Alkitab mengandung kesalahan? Inilah yang disebut ketidaksesuaian. Kesukaran semacam ini bukan tanpa jalan keluar, ada pendekatan-pendekatan yang disarankan dalam memecahkannya. Lagipula ketidaksesuaian seperti ini merupakan bukti beragamnya cara yang dipakai Allah dalam menyatakan diri dan kehendak-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya melalui Alkitab.
Silsilah Yesus merupakan salah satu pokok yang dipersoalkan, sebab kesaksian Matius 1:6-16 berbeda dengan kesaksian Lukas 3:23-31. Matius 1:15-16 menyebutkan Yusuf sebagai ayah non biologis dari Yesus adalah anak Yakub, tetapi Lukas 3:23 menyebut Yusuf sebagai anak Eli. Keduanya kelihatannya saling bertentangan.
Pemecahan yang disarankan adalah, bahwa Matius menggunakan silsilah Yusuf, sedangkan Lukas menggunakan silsilah Maria, dan keduanya tidak saling bertentangan melainkan saling melengkapi, karena kita memiliki silsilah dari Tuhan Yesus secara lengkap. Ini membuktikan bahwa Yesus secara menyeluruh adalah keturunan Daud. Dari ayah non biologisnya Yusuf, Tuhan Yesus memiliki hak waris kerajaan secara hukum, dan dari Maria ia adalah keturunan Daud, Raja Israel. Karenanya Tuhan Yesus secara sah memiliki hak atas takhta Daud.
Menurut para evolusionis air bah yang terjadi pada zaman Nuh adalah mitos, bukan peristiwa sejarah. Apabila adapun, maka air bah itu hanya terjadi secara lokal, dimana Nuh berada. Ilmu pengetahuan modern membalikkan hal itu, sebab ditemukannya timbunan fosil-fosil pada setiap daratan membuktikan adanya malapetaka secara universal. Jutaaan kerangka mammoth di daerah beriklim dingin, melalui ilmu kedokteran dibuktikan bahwa semuanya mati karena genangan air yang amat luas. Adanya pasir laut, fosil-fosil kerang, ikan, dan binatang laut di pegunungan Papua bagian tengah menunjukkan adanya air bah yang menutupi gunung tersebut pada masa lampau. Bukti-bukti pengetahuan ini menegaskan kesahihan Alkitab dalam segala pernyataannya.
Bukti Ketaksalahan dari Alkitab sendiri
Bagian ini membahas bagaimana pengajaran dari Alkitab sendiri, sebagai puncak dari pembahasan tentang ketaksalahan Alkitab. Alkitab tidak secara langsung menggunakan istilah ketaksalahan, istilah yang dipakai dan relevan dengan ketaksalahan adalah penyataan(revelation), pengilhaman(inspiration), penerangan(illumination) dan beberapa sebutan mengenai Alkitab itu sendiri.
Pengajaran mengenai ketaksalahan Alkitab dimulai oleh Tuhan Yesus dengan pernyataannya dalam Matius 5:17-18 :”Janganlah kamu menyangka Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (lihat juga Markus 12:36) Melalui pernyataan ini jelaslah bahwa Tuhan Yesus sendiri mengakui kewibawaan dan ketaksalahan Alkitab(dalam konteks ini PL). Paulus meneruskan ajaran Yesus dalam nasehatnya kepada Timotius, bahwa Alkitab adalah diilhamkan Allah yang berguna mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran(2 Tim. 3:14-16).
Ketaksalahan Alkitab dibuktikan dengan peranan Roh Kudus dalam penulisan Alkitab. Semua kitab dalam Alkitab menyandarkan asal mulanya pada Roh Kudus(Mat. 22:43-44; Kis. 28:25; Ibr. 3:7). Penulis-penulisnya yang selalu dinaungi Roh Kudus(2 Ptr. 1:21). Dan pengakuan bahwa pesan Alkitab sesuai dengan yang sebenarnya, yaitu perkataan Allah dan bukan perkataan manusia(1 Tes. 2:13). Dalam setiap nubuatnya Alkitab juga tak pernah salah dan pasti digenapi, misalnya(Ulangan 28:64; bnd Yeremia 30:11; Mikha 5:2; Zakharia 9:9;11:12-13). Dan akhirnya Alkitab selalu relevan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan kita di masa kini(Mzm. 119:49-56).
Kesimpulan
Meskipun pada awal kekristenan hingga abad pertengahan ketaksalahan Alkitab tidak diperdebatkan, seiring perkembangan waktu semakin banyak teolog yang meragukan ketaksalahan Alkitab. Kita sebagai umat Kristen yang percaya inerrancy of the Bible bertanggung jawab untuk meluruskan kekeliruan tersebut.
Meskipun terdapat beberapa ketidaksesuaian antar bagian dalam Alkitab, maupun antara bagian Alkitab dengan bukti-bukti luar, seperti ilmu pengetahuan modern dan sejarah, namun ketidaksesuaian itu tidak membuat posisi Alkitab menjadi dapat salah. Setiap bentuk ketidaksesuaian merupakan kesulitan-kesulitan yang perlu diselidiki secara lebih mendalam, dengan memperhatikan konteks penulis dan penulisan. Ketidaksesuaian ini juga menunjukkan betapa Alkitab adalah wahyu dari sang Maha Sempurna kepada manusia yang tidak sempurna, sehingga wajar apabila ada kesukaran-kesukaran pemahaman yang dialami.
Jadi, Alkitab tidak dapat salah secara verbal, baik dalam bagian-bagian yang memuat peristiwa sejarah, maupun yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Sebab para penulis naskah asli Alkitab dilindungi Allah ketika menuangkan berita Allah dengan kata-kata mereka sendiri.
Untuk studi lanjutan baca:
1. Dr. Arnold Tindas, Inerrancy Ketaksalahan Alkitab, Harvest International Theological Seminary(HITS), 2007.
2. Charles C. Ryrie, Teologi Dasar Jilid 1 dan 2, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
3. Prof. Dr. Eta Linneman, Teologi Kontemporer: Ilmu atau Praduga?, PPII, 2006.
4. Prof. Dr. Stanley Heath, Sains, Iman dan Teknologi: manakah yang benar Firman Allah atau Ilmu Pengetahuan, Penerbit ANDI, 1997.
5. Norman Geisler (ed), Inerrancy, Academie Books, Grand Rapids, 1980.
6. John F. Walvoord (ed), Inspiration and Interpretation, Wm.B. Eermands, Grand Rapids, 1957.
7. Jeff Harvey dan Charles Pallaghy, Alkitab dan Ilmu Pengetahuan. Diterjemahkan oleh Wimanjaya K. Liotohe, Immanuel.
8. Gordon Lindsey, Mengapa Alkitab itu disebut Firman Tuhan, Immanuel, 1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar