MELESTARIKAN KERAGAMAN: SUATU PEMIKIRAN INJILI
Keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah suatu keniscayan, oleh karena itu kita harus menghormati hal ini sebagai suatu falsafah hidup, seperti yang dituangkan dalam semboyan bhineka tunggal ika, berbeda-beda namun tetap satu juga adanya. Keragaman bangsa Indonesia meliputi suku, budaya, adat istiadat, agama, nilai/norma masyarakat, dan sebagainya, dan sebagai warga bangsa sudah semestinya apabila kita bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas keragaman yang dimiliki, dengan cara menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa. Pembedaan antara minoritas dan mayoritas harus ditinggalkan diganti dengan persamaan hak asasi tanpa memandang perbedaan yang dimiliki.
Pada masa kini seringkali terjadi sentuhan-sentuhan akibat kepelbagaian yang muncul ke permukaan, misalnya konflik-konflik yang membawa-bawa nama suku, ras, dan agama di berbagai daerah. Hal ini terjadi sebagai akibat dari rendahnya kesadaran akan pentingnya menjaga semangat toleransi, saling menghormati, dan saling menghargai. Sebagai bangsa yang sudah mengakui adanya kemajemukan dan kepelbagaian hal semacam itu seharusnya tidak perlu terjadi. Artikel ini coba mengupas tanggung jawab umat Kristiani(Injili) dalam melestarikan keragaman dan kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Kaum Injili berarti orang-orang yang memiliki keyakinan bahwa Alkitab adalah sepenuhnya Firman Allah yang diilhamkan Roh Kudus kepada para penulis Alkitab dengan menggunakan bahasa, pikiran, situasi, konteks penulis namun ada dalam bimbingan Roh Kudus sehingga terhindar dari adanya kemungkinan kesalahan (inerrancy of the Bible) serta memiliki otoritas atas segala yang disampaikannya. Kaum Injili di Indonesia tergabung dalam wadah PGLII(Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia), meskipun pada kenyataannya hampir seluruh warga jemaat Kristen adalah Injili secara praktik.
Sebagai kaum yang percaya pada kebenaran mutlak Alkitab, perlulah kiranya diperhatikan tugas ilahi yang diberikan bagi kita, yaitu mandat kultural(budaya-pembangunan) dan mandat spiritual(rohani-pembaharuan). Mandat kultural (lih.Mat.22:21; Roma 13:1-7: Luk.20:25, dan Mrk. 12:7) mewajibkan kita untuk berjuang menjadikan dunia kita ini menjadi tempat yang baik untuk dihuni, menjaga kedamaian, keadilan, kerukunan dan kelestarian alam, budaya, dan tradisi yang ada. Oleh karena itu, sangat penting artinya apabila kita berjuang menciptakan kerukunan, kerjasama, dialog, penghargaan antar umat beragama, antar suku, antar budaya, dan sebagainya. Mulai saat ini mari kita bergandengan tangan menuju masyarakat yang toto tentrem karto raharjo dan gemah ripah loh jinawi.
Mandat kedua adalah mandat spiritual(Mat. 28:19-20) artinya membawakan pembaharuan rohani bagi manusia melalui pemberitaan kabar baik(Injil) Yesus Kristus. Pemberitaan kabar baik ini tentunya harus sesuai dengan konteks zaman dan sosio kultural masa kini. Artinya, jangan kita membawakan kabar baik tetapi yang menjadi batu sandungan bagi orang lain/ sesama kita. Pemberitaan kabar baik yang paling efektif haruslah disertai dengan sikap hidup yang mencerminkan kasih dari Allah, tanpa kekerasan, pemaksaan apalagi penodaan atau penistaan terhadap agama lain. Kabar baik haruslah disampaikan dengan baik dan bijaksana pula.
Akhirnya, penulis berkesimpulan bahwa setiap kita dari kalangan apapun(kebetulan penulis adalah seorang Kristen Injili) haruslah memiliki ketetapan hati dan tindakan untuk merawat, memupuk, menjaga dan mengembangkan semangat penghargaan dan toleransi terhadap keberagaman, kepelbagaian yang dimiliki bangsa Indonesia. Kepelbagaian bangsa Indonesia haruslah dipandang seperti pelangi yang memancarkan berbagai warna dalam satu wadah pemersatu sehingga memancarkan keindahan yang tiada tara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar